Kasus Permaina

SURABAYA l Lampumerah.id – Kasus permainan dana hibah Pemprov Jatim yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim dari Fraksi Partai Golkar, Sahat Tua Simanjuntak, sebenarnya belum berakhir. Sahat sendiri memang sudah divonis 9 tahun penjara dan terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana hibah tersebut.
Dalam hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang harus terus didorong untuk membongkar pemain-pemain dana hibah atau Pokmas yang melibatkan anggota dewan.
Sebelumnya, dalam sidang Sahat, sebanyak 17 anggota dewan diperiksa sebagai saksi. Dari 17 wakil rakyat tersebut, lima di antaranya juga tercatat sebagai bendahara partai politik (Parpol) level Jatim. Yakni Agung Mulyono (Demokrat), Wara Sundari Renny Pramana (PDIP), Muhammad Fawait (Gerindra), Blegur Prijanggono (Golkar), dan Fauzan Fuadi (PKB).
“KPK harus segera periksa kembali seluruh saksi di sidang tipikor kasus Sahat,” desak Ketua Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 Jatim, Yusuf Husni pada awak media, Selasa (17/10/2023).
Menurut mantan anggota DPRD Jatim yang juga politisi senior Partai Golkar ini, modus yang digunakan para anggota dewan dalam penggunaan dana hibah sebenarnya sama. Rata-rata dana diterima penerima kemudian dipotong untuk anggota dewan.
“Kami yakin polanya sama dengan yang dilakukan Pak Sahat. Ada cashback kepada anggota dewan dari penerima dana hibah. Hanya saja Pak Sahat lagi apes saja,” tuturnya.
Yang menjadi pertanyaan Yusuf, ada dana hibah yang diberikan ke daerah lain yang bukan dapilnya.
“Ada dana hibah yang diberikan ke daerah lain yang bukan dapilnya. Motivasi politik positifnya tidak ada sama sekali kecuali transaksional politik. Kami yakin KPK lebih paham tentang hal ini. Sekarang tinggal keseriusan KPK yang kita pertanyakan. Mengapa tidak segera melakukan pengembangan dengan memeriksa seluruh saksi yang pernah dihadirkan di sidang tipikor kasus Pak Sahat,” urainya.
Mencermati kasus Sahat selama di persidangan, Yusuf menyebut bahwa unsur pembuktian sudah terang benderang. Ini bisa diketahui dari keterangan terdakwa Sahat. kemudian keterangan para saksi dab perbuatan para saksi yang disampaikan dalam persidangan Sahat.
“Semua bukti-bukti tulisan terungkap dalam persidangan. Ada barang bukti yang disita, baik milik terdakwa maupun milik para saksi. Serta temuan uang dalam jumlah yang cukup besar di ruangan kerja beberapa anggota. Hal ini tinggal menindaklanjuti itu uang apa dan mengapa ada di ruang kerja,” sebut Yusuf.
Petunjuk lain, lanjut Yusuf, tentu perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dan para saksi. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi KPK untuk tidak menindak lanjuti pengembangan dalam masalah ini karena unsurnya sudah sangat memenuhi.
“KPK tinggal melaksanakan saja. Periksa kembali semua saksi yang pernah dihadirkan di pengadilan tipikor kasus Sahat. Bila dilihat besarnya potensi politik yang dikelola anggota dewan khususnya seluruh unsur pimpinan dewan, maka sangat besar kemungkinannya adanya tindakan korupsi,” tandasnya.
Dalam berita sebelumnya, Yusuf Husni membeberkan catatan yang terungkap di persidangan Sahat dimana masing masing anggota dewan sebanyak 120 orang mendapat anggaran slot dana hibah Rp 10 miliar per orang.
Jika dilihat dari pembagian nilainya, memang tidak merata. Antara pimpinan dan anggota nilainya terpaut jauh. Yusuf menduga ada permainan di pimpinan DPRD, ketua fraksi dan ketua komisi serta pimpinan alat kelengkapan dewan lainnya. Sehingga antar anggota dewan saat ini hanya bisa kasak kusuk saja.