BOR dan Kasus Aktif Kian Turun, Kematian Covid-19 Masih jadi PR

Jakarta | Lampumerah.id – Pemerintah mengklaim terjadi penurunan kasus infeksi Covid-19 imbas pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa dan Bali. Kendati demikian, angka kematian akibat Covid-19 belum menunjukkan tanda penurunan.

Selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 di Jawa Bali sepekan terakhir, kasus aktif Covid-19 terus menurun. Per 30 Agustus 2021 kasus konfirmasi positif Covid-19 secara nasional menurun hingga 90,4 persen.

Hal itu terungkap dalam data Satgas Covid-19. Selain itu dalam satu minggu terakhir, rata-rata keterisian tempat tidur yakni bed occupancy ratio (BOR) nasional berada di angka sekitar 27 persen. Jika dibandingkan dua minggu lalu kasus kematian rata-rata 1000 kasus perhari, mengalami penurunan menjadi sekitar 700 kematian per hari dalam dua minggu terakhir.

Berdasarkan data Satgas per tanggal 22 Agustus 2021, berdasarkan laporan di 34 provinsi, rata-rata cakupan pelaporan monitoring kepatuhan protokol kesehatan di level kelurahan/desa adalah 18,97 persen. Sedangkan provinsi dengan cakupan kelurahan/desa yang melakukan pelaporan monitoring kepatuhan protokol kesehatan tertinggi adalah, Jogjakarta (80,68 persen), Bali (73,97 persen) Gorontalo (67,45 persen), DKI Jakarta (53,18 persen), dan Aceh (45,14 persen).

Ketua Bidang Data Dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 dr. Dewi Nur Aisyah mengatakan, untuk mempertahankan perkembangan kasus Covid-19 yang terus menunjukkan tren positif, perlu kerjasama seluruh pihak dalam disiplin menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan paling mudah dan murah untuk dilakukan. Karena itu, Satgas Penanganan Covid-19 mengatur pembentukan Satuan Tugas Protokol Kesehatan di fasilitas publik untuk mendukung dan menjamin keamanan masyarakat dari paparan Covid-19 di ruang publik.

Angka Kematian Masih PR

“Kalau kita lihat sejak Juli, kematian banyak disumbang bukan dari usia di atas 60. Tapi dari kelompok 46-59 tahun,” kata dr. Dewi.

Menurutnya, angka kematian akan berhasil dicegah jika pasien cepat tertangani. Sebab rata-rata pasien yang datang dalam kondisi berat dan kritis.

“Dan angka kematian tinggi saat awal-awal, kematian pasien bukan terjadi di ICU tapi justru di IGD,” katanya secara daring baru-baru ini.

Angka kematian di IGD yakni pada Mei 3,35 persen, Juni 11,05 persen, Juli 14,36 persen. Lalu turun pada Agustus menjadi 6,11 persen.

“Banyak orang datang ke RS dengan saturasi sangat rendah di bawah 80,” jelas dr. Dewi.

Menurutnya, saat pasien datang ke RS sudah dalam kondisi sesak napas. Hal itu akan berpengaruh pada masalah kecepatan penanganan.

“Kita masih punya PR di angka kematian. Prosentase angka kasus aktif kita di atas rata-raya dunia. PR-nya angka kematiannya masih di atas rata-rata angka kematian dunia,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *