Sidoarjo l Lampumerah.id – Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Jawa Timur menempati rangking pertama dalam membentuk rumah Restorative Justice, sampai saat ini sudah ada 169 rumah restorative justice yang berada di 38 kabupaten dan kota di Jatim.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Mia Amiati, saat meresmikan 20 rumah Restorative Justice bentukan Kejaksaan Negeri Sidoarjo.
20 rumah Restorative Justice bentukan Kejaksaan Negeri Sidoarjo tersebut berada di beberapa Desa seluruh Sidoarjo. Diantara di Kelurahan Sidokumpul, Desa Lebo, kelurahan Tambak Kemerakan Krian, Desa Dukuh Sari, Desa Sukodono, Desa Gelam, Desa Gading, Desa Randegan, Desa Simogirang, Desa Wunut, Desa Kemantren, Desa Wonokasian, Desa Wedoro, Desa Bringinbendo, Desa Sedati Agung , Desa Keboansikep, Desa Siwalan Panji, Desa Kemangsen, dan Desa Tarik.
“Peresmiannya kita pusatkan di Balai Kelurahan Sidokumpul ini,” terangnya.
Dalam praktiknya, restorative justice juga ada syaratnya. Antara lain pelaku bukan residivis, tidak secara sengaja dan niat kuat melakukan pelanggaran pidana, ancaman pidana di bawah lima tahun, dan beberapa alasan lain.
“Jaksa harus turun langsung memastikan perkaranya. Serta mendapat dukungan dari tokoh masyarakat dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dari situ setelah berkas perkara dinyatakan P21 baru dihentikan perkaranya atas pertimbangan restorative justice,” paparnya.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sidoarjo Ahmad Muhdhor dalam kesempatan yang sama mengatakan sampai saat ini, terhitung sudah ada 60 kasus di seluruh Jawa Timur yang diselesaikan lewat program ini. Lainnya ada sekira tujuh perkara yang ditolak karena dianggap tidak layak mendapat restorative justivce.
“Di Sidoarjo sudah ada tiga perkara. Dua perkara adalah kasus KDRT dan kasus pencurian ponsel yang sudah diselesaikan lewat restorative justice, dan satu perkara kekerasan yang tidak bisa diselesaikan karena ada beberapa persyaratan yang kurang,” jelasnya.
Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor atau Gus Muhdlor mengapresiasi rumah restorative justice yang berada di 18 desa dan 2 kelurahan di wilayahnya. Keberadaan tempat tersebut diharapkan menjadi alternatif keadilan yang berdasarkan hati nurani. Kepala desa/kelurahan yang ditempati sebagai rumah restorative justice diminta mendukungnya. Salah satunya dengan mensosialisasikan keberadaan rumah restorative justice.
“Kepada 18 kepala desa dan 2 kepala kelurahan diharapkan atensinya terhadap jalannya RJ (rumah restorative justice) untuk dijaga sehingga efek kebermanfaatannya berjalan baik,” pintanya.