Pakar Darurat WHO: Lockdown Justru Bahaya

Lamer | Jakarta – Kini istilah ‘lockdown’ popular se-dunia. Ternyata, Pakar Darurat WHO (World Health Organization) Mike Ryan menyatakan, itu tidak ampuh membendung virus corona. Justru berbahaya.

Lho, kok bisa?

Dikutip dari Reuters, Senin (13/3/2020) Mike Ryan mengayakan, ada banyak langkah kesehatan masyarakat yang harus diterapkan untuk menghindari corona.

“Yang benar, cari pasien Covid-19. Kalau sudah ketemu, isolasi mereka. Lalu, cari orang-orang yang sudah kontak dengan dia. Kemudian isolasi mereka semua,” kata Mike Ryan dilansir Reuters.

“Bahayanya lockdown adalah, jika kita tidak menerapkan langkah kesehatan masyarakat yang kuat, ketika aturan pembatasan gerak dan lockdown dihentikan, maka bahaya penyakit akan muncul lagi,” imbuh dia.

Sebagian besar Eropa dan AS mengikuti China dan negara-negasa Asia lainnya melakukan lockdown untuk melawan virus corona baru.

Semua orang diminta bekerja dan belajar dari rumah. Semua sekolah, restoran, dan tempat hiburan ditutup.

Ryan berkata, kasus di China, Singapura, dan Korea Selatan yang menggalakkan pengujian pada setiap kemungkinan pasien Covid-19 telah berhasil menekan angka pertumbuhan khusus.

Kini justru Eropa yang menggantikan posisi Asia sebagai pusat pandemi.

“Setelah kami menekan transmisi, kami harus mencari virusnya. Kita harus berjuang melawan virus,” tegas Ryan.

Italia saat ini adalah negara yang paling parah terkena virus SARS-CoV-2 di seluruh dunia.

Hingga Senin (23/3/2020) siang, jumlah terinfeksi di negara itu adalah 59.138 orang dan total kematian 5.476 orang.

Angka kematian di Italia adalah yang tertinggi di dunia. Jika dibandingkan China yang menginfeksi 81.093 orang, korban tewas hanya 3.270 orang.

Negara itu mengumumkan 651 meninggal dunia pada hari Minggu sehingga totalnya menjadi 5.476.

Jumlah itu turun dari angka kematian akibat corona pada hari Sabtu yakni 793 orang meninggal.

Artinya dalam dua hari terdapat 1.444 orang Italia meninggal dunia karena Virus Corona.

Italia pada Kamis (19/3) menyalip China sebagai negara yang paling parah terkena dampak virus corona.

Guna menekan angka kematian, seperti dilaporkan The Guardian, Italia telah melarang setiap gerakan di dalam negara dan menutup semua bisnis yang tidak penting.

Supermarket, bank, apotek, dan kantor pos adalah di antara bisnis yang masih diizinkan beroperasi dengan aturan baru.

Pada hari Minggu, orang Italia juga dilarang bergerak melintasi kota-kota selain karena “alasan bisnis atau kesehatan yang tidak dapat ditangguhkan “, kata kementerian kesehatan.

Pasukan polisi di Roma memeriksa dokumen dan mendenda mereka yang berada di luar tanpa alasan yang sah.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah memperingatkan bahwa sistem kesehatan di Inggris bisa kewalahan menangani pasien Covid-19.

Tugas tenaga medis dapat menjadi ringan jika kita menghindari interaksi sosial atau melakukan social distancing.

Vaksin corona Ryan juga mengatakan, beberapa vaksin untuk Covid-19 saat ini sedang dikembangkan.

Sejauh ini baru vaksin dari AS yang sudah memulai uji coba pada manusia.

Namun, jika ditanya berapa lama kita bisa mendapat vaksin itu, Ryan mengatakan, hingga saat ini belum dapat dipastikan. Kita harus realistis.

“Kita harus memastikan bahwa itu (vaksin) benar-benar aman digunakan. Kita memperkirakan mungkin butuh waktu setidaknya setahun,” ujar Ryan.

“Vaksin pasti akan ditemukan. Tapi untuk sekarang, kita harus melakukan apa yang bsia dilakukan sekarang,” tutupnya.

Otoritas kesehatan di China sempat menyatakan bahwa obat asal Jepang untuk mengobati flu efektif dalam mengatasi virus corona.

Zhang Xinmin, pejabat di kementerian teknologi dan sains menuturkan, favipiravir, obat yang dikembangkan Fujifilm, menunjukkan hasil positif.

Hasil itu didapatkan setelah China menggelar uji coba klinis terhadap 340 pasien yang berasal dari Wuhan serta Shenzhen.

Tingkat keamanannya terbukti tinggi, dan jelas efektif untuk digunakan,” ucap Zhang mengomentari obat Jepang itu pada Selasa (17/3/2020).

Dilansir The Guardian Rabu (18/3/2020), pasien yang mendapat obat flu di Shenzhen menunjukkan hasil negatif rata-rata empat hari sejak dinyatakan positif.

Dilaporkan NHK, hasil itu kemudian dibandingkan dengan pasien yang tidak mendaapt favipiravir, di mana mereka baru negatif 11 hari setelah didiagnosa tertular.

Hasil Sinar X juga memperlihatkan adanya peningkatan pada kondisi paru-paru sekitar 91 persen. Berbanding 62 persen tanpa favipiravir.

Fujifilm Toyama Chemical, pabrikan pembuat obat flu dengan nama lain Avigan tidak berkomentar soal klaim bahwa obat mereka efektif mengatasi virus corona.

Dampak dari komentar Zhang, saham perusahaan itu dilaporkan menguat 14,7 persen, dan ditutup setelah berada di angka 5.207 yen. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *