Terbukti Pernah Langgar UU Kemitraan Usaha (Monopoli) KPPU.

Jakarta | lampumerah.id – Dari kenal dan berhubungan baik, lalu mengikat perjanjian kerjasama, kemudian berakhir gugatan di meja hijau pengadilan. Sekilas gambaran ironis ini pantas disematkan untuk PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) terhadap Yodya Karya (persero) tbk. Keduanya berhubungan mesra bak sepasang kekasih sejak saling kenal di tahun 2017. Kemudian mengikat diri dalam jalinan kerjasama pembangunan kantor utama CPIN di Banten, namun muncul perselisihan tak terelakan, hingga berujung gugatan pada 22 Januari 2024.

Adanya perselisihan dan berujung gugatan di pengadilan Negeri Jakarta utara, menjadi fakta tak terelakan. Bahkan proses persidangan antara keduanya telah memasuki babak keterangan saksi ahli dan menghadirkan Mantan Hakim pengawas Mahkamah Agung Abdul Wahid Oskar, SH, MH.

Ada idiom hukum yang pernah terlontar dari ahli, dalam satu kesempatan ia menyayangkan satu akad Kerjasama harus berakhir gugatan hukum. “Waspada dan berhati hati itu wajib. Kerjasama berujung gugatan itu fatalisem. Disayangkan.’’

Siapa PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk? Perusahaan yang sudah tidak asing lagi, menguasai market produk produk produk agribisnis, pakan ternak, ungags, dan foods produk di Indonesia.  Dominasinya atas market, tidak sedikit yang berpandangan Charoen Pokphand Tbk seperti ‘penguasa’ stabilitas dalam hal market pakan ternak dan foods produk di Indonesia. Bisa jadi dominasinya berbahaya bagi kepentingan negara akibat kebergantungan dari produk-produk CPIN secara lebih luas.

Bahkan Mantan Ketua BNPB Letjend (Purn) TNI Doni Monardo pernah menyebut produk produk CPIN sebagai penjajah negeri ini.

“Jika ikan lele yang kita makan, ayam boiler dan aneka jenis unggas yang kita makan, termasuk bebek, dan ikan, semua itu yang kita makan, sumber pakannya dari CPIN. Produk mereka bertahun tahun menguasai 90% market dan seluruh distribusi dikendalikan penuh oleh perusaaan berkantor pusat di Thailand milik keluarga Chearavanon, orang terkaya Thailand tersebut,” celetuk Doni, saat itu.

Jika disimak ada benarnya pernyataan itu. Apalagi CPIN  memiliki catatan hukum pernah ‘bermasalah’ hukum dan harus menerima gugatan terkait (monopoli) kemitraan usaha.

Setidaknya Pada 2017 salah satu entitas anak usaha CPIN yaitu PT Sinar Ternak Sejahtera dikenakan denda stelah terbukti melakukan pelanggaran pelaksanaan kemitraan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). PT Sinar Ternak Sejahtera  terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20/2008 dalam pelaksanaan kemitraan dengan 117 plasmanya.

Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi mengenakan sanksi maksimal bagi PT Sinar Ternak Sejahtera, yakni berupa denda sebesar Rp10 miliar serta pencabutan izin usaha apabila tidak melakukan perintah perbaikan dalam perjanjian kerja sama kemitraannya.

Selain itu, sebelumnya KPPU pernah memutuskan PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk Bersama 11 perusahaan lain di Indonesia bersalah pada 13 Oktober 2016 lalu. 12 perusahaan diputuskan melanggar pasal 11, UU 5/1999 lantaran telah melakukan penandatanganan perjanjian pengafkiran parent stock.

Pasal 11  berbunyi: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Selain dinyatakan bersalah, 12 perusahaan ini juga dihukum untuk membayar ganti rugi senilai total Rp 118,43 miliar. Meskipun setelah diputuskan bersalah, 12 perusahaan tersebut kemudian mengajukan bantahan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. 29 November 2017, Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengabulkan permohonan, dan membatalkan putusan KPPU. Atas putusan tersebut, KPPU kemudian mengajukan kasasi pada 11 Desember 2017. Hingga akhirnya, Mahkamah Agung menolak kasasi pada 15 Mei 2018.

Charoen Pokphand Group merupakan perusahaan konglomerasi terbesar di Thailand yang fokus pada bisnis ternak dan pakan. Perusahaan tersebut didirikan oleh Chia Ek Chor bersama adiknya, Choncharoen Chiaravanont. Orang terkaya di Thailand dengan total kekayaan USD29 miliar atau setara Rp475 triliun.

Dikutip dari Forbes, Jumat (5/7/2024), keluarga crazy rich itu menduduki peringkat teratas sebagai orang terkaya Thailand selama hampir satu decade terakhir.

Berdasarkan catatan IDX Channel, sayap bisnis CP juga sudah melebar ke Indonesia. Charoen Pokphand memiliki PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dengan nilai kapitalisasi pasar Rp. 86 triliun. Perusahaan tersebut memproduksi pakan ternak, DOC, hingga olahan daging ayam dengan nama Fiesta dan Champ.

Selain itu, keluarga tersebut juga memiliki dua perusahaan terbuka lainnya di PT Central Proteina Prima Tbk (CPRO) yang fokus pada olahan hasil laut terutama udang serta PT. Bisi International Tbk (BISI) yang fokus pada penjualan benih, pupuk, dan pestisida.

Layaknya ‘penguasa’ CPIN sepertinya ingin segala kepentingannya terpenuhi. Termasuk ingin menunjukan inferior atas gugatan dengan tuntutan Rp. 200 Miliar terhadap Yodya Karya (Persero) tbk, sekalipun akibat permasalahan kecil, menyusul keretakan struktur bangunan kantor utama, dimana Yodya Karya hanya menerima Rp. 400 juta sebagai konsultan dan pengawas proyek gedung. (berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *