13,7 Ton Pupuk Subsidi Jatah Poktan Tani Makmur, Dibajak

Sidoarjo | Lamer.id – Nasib para petani dari tahun ke tahun semakin terpuruk. Meskipun Pemerintah berusaha mengangkat perekonomian para petani, melalui regulasi baru ataupun pupuk bersubsidi. Namun sebagian petani tak pernah merasakan kebijakan pemerintah, yang bertujuan untuk menguntungkan petani itu.
Selama ini para petani hanya mendengarkan dongeng atau cerita indah, tanpa bisa menikmati kebijakan pemerintah yang menguntungkan petani.

Seperti halnya yang dialami kelompok Tani Makmur ll, Dusun Beciro, Desa Jumputrejo, Kec. Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur. Sesuai dengan pengajuan RDKK tahun 2021, seharusnya Poktan
Tani Makmur ll, mendapatkan jatah pupuk subsidi sebanyak 16,75 ton. Namun Poktan tersebut, hanya mendapatkan 3 ton pupuk subsidi.

“Anggota kami 90 orang petani, luas lahan sawah garapan seluruhnya 35 hektar, tapi hanya dikirim pupuk subsidi 3 ton, sedangkan yang 13,7 ton entah kemana,” kata H. Giman ketua kelompok tani makmur ll, Minggu (21/02).

Lantaran pupuk subsidi yang dikirim cuma 3 ton, H. Giman bingung cara membaginya. Dan sempat beberapa kali bersitegang dengan para petani. Ia pun melaporkan kejadian itu ke Pemdes Jumputrejo. Namun Pemdes Jumputrejo terkesan lepas tangan dan tak ada solusi untuk mencari keberadaan 13,7  ton pupuk subsidi itu.

“Tiap tahun pengiriman pupuk subsidi selalu tak sesuai RDKK. Tahun kemarin cuma dikirim 6 ton. Tapi Petani masih diam, meskipun sudah keterlaluan. Tapi tahun ini sangat keterlaluan sekali,” ujarnya.

Penyuluh pertanian dan Mantri pertanian kecamatan Sukodono, yang tiap waktu turun ke desa untuk memberikan penyuluhan. Tentunya sangat paham, terkait tata cara bercocok tanam yang produktif dan pemupukan dengan komposisi yang ideal. Poktan mengajukan RDKK pun lewat penyuluh pertanian bernama Bakrur Rofiq.

“Ketika pupuk hilang, penyuluh maupun Mantri pertanian juga gak ada solusi. Tidak seperti waktu memberikan penyuluhan tentang, komposisi pupuk yang ideal untuk tanaman,” terang H. Giman.

Tambah H. Giman, pupuk  yang dikirim 3 ton itu juga bermasalah dengan harga. Ia menerima dengan harga sudah tak sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian RI nomor 49 tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 yang diterbitkan pada 30 Desember 2020.

“Harga sudah jauh diatas HET, dan ditambah lagi biaya pengiriman sebesar Rp 200 ribu. Akhirnya HET tidak berlaku. Kami berharap pemerintah memberantas mafia pupuk yang menyengsarakan Petani ini,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *