Anies Baswedan Bandingkan Banjir dengan Zaman Jokowi

Lamer | Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dikecam Gembong Warsono, karena Anies membandingkan banjir Jakarta sekarang dengan zaman Gubernur DKI Jokowi pada 2013.

Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta, mengatakan:

Sebaiknya, Anies Baswedan fokus melakukan penanganan banjir Jakarta sekarang. Bukan mengungkit-ungkit masa lalu.

“Kalau orang membandingkan dengan yang lain, tanda dia tidak mampu menghadapi persoalan, sederhana saja. Kalau dia paham mengentaskan persoalan, dia fokus,” ujar Gembong Warsono kepada wartawan, Sabtu (4/1/2020).

Gubernur DKI Anies lewat Instagram, sebelumnya, menceritakan peninjauannya ke kanal banjir barat di Jl Latuharhari, Jakpus, Jumat (3/1/2020).

Anies menyebut petugas tengah memperkuat tanggul supaya tidak jebol kembali seperti pada 2013.

Anies Baswedan lewat Instagram, Sabtu (4/1/2020) menyatakan begini:

“Semalam meninjau tanggul Latuharhari dan Pintu Air Manggarai.⁣ Tanggul Kanal Banjir Barat di Jalan Latuharhari terus diperkuat. Rembesan air terdeteksi dini oleh Dinas SDA sejak 1 Januari lalu, puluhan petugas kita masih bekerja memperkuat tanggul agar tidak jebol kembali seperti banjir besar di 2013.”

Di situ Anies Baswedan mengungkit masa lalu tahun 2013.

Gembong berharap, Pemprov DKI membuka diri berkolaborasi dengan pemerintah pusat.

Gerak bersama menurut Gembong diperlukan untuk penanganan yang menyeluruh. Bukan melempar ke masa lalu.

“Persoalan banjir Jakarta pasti tidak bisa berdiri sendiri perlu kolaborasi daerah dan pusat, program bersama sama,” kata Gembong.

Dilanjut: “Apa pun istilahnya terserah, tapi ketika kali di Jakarta tidak tambah lebar, tapi menyempit, maka perlu dieksekusi, kita kembalikan kepada trase yang ditetapkan.”

“Misal Ciliwung 30 meter, kita kembalikan dari kondisi sekarang 5 meter,” sambung Gembong.

Kolaborasi pemerintah pusat dan DKI menurut Gembong bisa ditunjukkan dengan upaya pembebasan lahan warga untuk melebarkan sungai.

Warga, tetap harus terjamini hidupnya meski terdampak pada pembebasan lahan demi pelebaran kali atau sungai di Jakarta.

“Kedua, soal kelanjutan sodetan Ciliwung ke BKT tidak ada. Apa pemerintah pusat diam? Tidak. Kan menunggu daerah pembebasan lahan. Nggak ada soal mengenai anggaran, tinggal mau apa nggak,” ujar dia.

“Diperlukan gubernur yang melakukan eksekusi, bekerja, bekerja, bukan mengatur kata-kata, karena semua perangkat satu tangan komando di tangan gubernur,” tegas Gembong. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *