Lamer | Jakarta – Google Doodle Sabtu (29/2/2020) hari ini adalah wajah penulis novel top Indonesia era 1970-an, NH Dini.
Nama lengkapnya Nurhayati Sri Hardinia Siti Nukatin. Dia gunakan nama penulis NH Dini. Lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 29 Februari 1936. Wafat 4 Desember 2018.
NH Dini sempat menikah dengan pria berdarah Perancis, Yves Pierre Coffin, pada 1960.
Pierre Coffin sutradara film franchise animasi populer Despicable Me.
NH Dini dan Yves memiliki dua anak bernama Marie-Claire Lintang Coffin dan Pierre-Louis Padang Coffin.
NH Dini wafat di tempat lahirnya pada 4 Desember 2018 (usia 82 tahun).
Karya-karyanya
Semasa hidupnya, NH Dini dikenal dengan sejumlah karyanya. Di antaranya bertopik kesetaran gender
Di dalam novel Pada Sebuah Kapal (1973), misalnya, NH Dini menulis tentang seorang perempuan bernama Sri. Pernikahannya kurang bahagia. Lantas jatuh cinta terhadap seorang kapten kapal ketika ia berlayar.
Desain doodle NH Dini ini pun, seperti huruf “O” di dalam tulisan “Google” yang seakan menggambarkan jendela kapal.
Disebut terinspirasi dari buku Pada Sebuah Kapal.
Novel-novelnya berjudul Hati yang Damai (1961), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatan (1977), Sebuah Lorong di Kotaku (1978), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1985), dan masih banyak lagi.
Ada satu perkataan Dini yang turut diabadikan oleh Google. Bisa jadi ini adalah pedoman hidupnya soal dunia sastra yang ia tekuni.
“Sastra sebenarnya makanan bergizi untuk jiwa dan pikiran manusia. Ini adalah fondasi dasar kemanusiaan, cerminan masyarakat, kehidupan sehari-hari, pengetahuan, dan nilai kebijaksanaan,” begitu sekiranya perkataan Dini yang diingat Google, Sabtu (29/2/2020).
Akhir Hayatnya
NH Dini meninggal dunia akibat kecelakaan pada Selasa (4/12/2018) di tol Semarang, Jawa Tengah.
Menurut Kasatlantas Polrestabes Semarang, AKBP YuswantArdi, lokasi kecelakaan berada di Jalan Tol KM 10 Kota Semarang.
NH Dini terluka parah di bagian kaki dan kepala.
Kronologi kecelakaan, demikian:
Sebuah truk bernomor polisi AD 1536 JU tiba-tiba berhenti saat menanjak di tanjakan tol Tembalang.
Saat itu, mobil Toyota Avanza yang ditumpangi NH Dini tepat berada di belakang truk tersebut.
Saat pengemudi truk mencoba memperbaiki dan melanjutkan perjalanan, tiba-tiba truk mundur dan menghantam mobil NH Dini.
NH Dini dan sopirnya mengalami luka di bagian kaki dan kepala.
Warga di sekitar lokasi segera membawa NH Dini dan sopir ke RS Elizabeth, Semarang.
Pukul 16.30 WIB, pihak rumah sakit menyatakan sastrawan senior asal Semarang itu tutup usia.
“Diduga pengemudi truk tidak bisa mengendalikan laju kendaraan, lalu berjalan mundur. Truk kemudian membentur kendaraan yang ada di belakangnya,” ucap Kasatlantas Polrestabes Semarang, AKBP Yuswanto Ardi, Selasa (4/12/2018).
Kepala Humas RS Elisabeth, Probowati Condronegoro membenarkan, NH Dini meninggal akibat kecelakaan di tol Semarang.
“Beliau meninggal dunia pukul 16.30 WIB saat berada di IGD rumah sakit Elisabeth,” ujarnya.
Dia menjalani MRI sebelum meninggal dunia.
Setelah itu, jenazah disemayamkan di tempat tinggalnya, Wisma Lansia Harapan Asri.
Jenazah dikremasi di pemakaman Kedungmundu, Semarang.
Salah satu keponakan NH Dini bernama Paulus Dadik, menceritakan, NH Dini dikenal tekun dan mandiri. Keluarga memanggilnya: sayang, eyang bibi.
“Beliau orangnya tidak mau merepotkan keluarganya. Dia menjual aset rumah dan seisinya, dan memilih tinggal di panti jompo,” kata Paulus.
Paulus menceritakan, di masa tuanya NH Dini rutin melakukan terapi kesehatan. Terapi yang dipilih yaitu akupuntur.
Terapi tersebut dilakukannya sepekan sekali di daerah Jalan Mataram, Kota Semarang.
NH Dini meninggalkan dua putra dan empat cucu.
Anak pertama Marie-Claire Lintang dan anak kedua Pierre-Louis Padang Coffin yang merupakan animator terkenal dunia.
NH Dini menerima penghargaan Lifetime Achievement Award Ubud Writers & Readers Festival 2017 (UWRF).
Dini mendapatkan anugerah tersebut saat acara Gala Opening UWRF di Puri Saren Ubud, Bali, Rabu (25/10/17) malam.
Penghargaan tersebut terakhir kalinya diberikan kepada mendiang Sitor Situmorang pada 2010.
Penghargaan bergengsi tersebut adalah apresiasi dari UWRF bagi para tokoh sastra Indonesia yang telah berkiprah selama puluhan tahun dan sukses memajukan dunia sastra Indonesia.
“Saya sangat bahagia bisa mendapatkan penghargaan ini karena sebelumnya penerima penghargaan ini adalah almarhum Sitor Situmorang, seorang senior yang saya hormati,” ujar NH Dini usai menerima trofi dari Janet DeNeefe, pendiri dan Direktur UWRF.
“Saya telah berkiprah di dunia sastra selama puluhan tahun dan merasa sangat terhormat saya masih diingat hingga saat ini,” imbuhnya. (*)