Jakarta | Lamer.id – ISIS telah melancarkan lebih dari 100 serangan di kawasan Suriah timur laut, sebulan terakhir. Teror ISIS dilancarkan di desa-desa dan kota-kota, biasanya pada malam hari. Sebagian besar di Provinsi Deir al-Zour.
Itu dikatakan Ali — yang tidak mengungkap identitas demi alasan keamanan — bersama sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat merekam serangan dan aksi teror ISIS.
“ISIS melalukan pemenggalan, pengeboman, aksi bom bunuhdiri, pembantaian, dan penculikan …,” kata Ali kepada wartawan BBC, Mike Thompson, Senin (08/02/21).
Belum lama ini, 40 orang tewas ketika ISIS melancarkan serangan terhadap bus.
Ali mengatakan, keamanan warga menjadi rentan saat malam tiba, ketika petempur-petempur ISIS begerak leluasa karena ketiadaan aparat keamanan.
Warga sangat takut setiap malam hari, praktis nasib mereka ada di tangan petempur-petempur ISIS.
“Warga biasa meminta perlindungan pihak berwenang, namun tak ada respons. Pihak berwenang selalu mengatakan mereka tak punya persenjataan yang cukup untuk melawan mereka … saat malam tiba semua tentara dari angkatan bersenjata demokratis Suriah (SDF) meninggalkan kota,” ungkap Ali.
Amira — bukan nama sebenarnya — punya kerabat di SDF, kelompok bersenjata yang melawan ISIS didukung pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat.
SDF inilah yang memukul mundur ISIS dari desa-desa dan kota-kota di Suriah.
Amira mengatakan kotanya menjadi sangat menakutkan begitu matahari terbenam.
“Saat malam hari, kawasan tempat saya tinggal, praktis dikuasai oleh anggota ISIS. Mereka bebas bergerak, menyerang rumah-rumah dan mengancam warga. Sangat menakutkan … tentara SDF tak bisa menjamin keamanan di malam hari … kadang juga di siang hari. Setiap hari, pasti ada satu atau dua orang yang dibunuh ISIS,” kata Amira.
Amira mengatakan siapa pun yang punya kaitan dengan pemerintah di Damaskus atau dengan SDF terancam keselamatannya.
ISIS mengancam para aparat sipil negara agar mundur, kalau tidak akan menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.
Mereka yang diyakini punya kaitan dengan SDF akan langsung dibunuh begitu saja.
Warga yang berbelanja dan para pelaku usaha juga menjadi sasaran intimidasi, biasanya melalui telepon atau pesan pendek (SMS).
Mereka diharuskan membayar uang, kadang hingga USD5.000 (atau sekitar Rp70 juta), jika menolak maka anggota keluarga mereka akan dibunuh.
Situasi ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok penjahat lokal dengan berpura-pura sebagai anggota ISIS dan meminta uang dari warga.
Amira mengatakan aparat keamanan tak bisa memberikan jaminan dari kelompok penjahat ini dan akhirnya warga terpaksa meminta perlindungan dari anggota ISIS. Minta perlindungan anggota ISIS dari kebrutalan anggota ISIS yang lain.
Belum lama berselang, tutur Amira, tiga orang mengaku sebagai anggota ISIS dan meminta uang dari warga.
“Warga minta bukti kalau mereka adalah anggota ISIS. ISIS mengatakan ketiganya bukan anggota mereka, dan tiga orang ini kemudian dibunuh,” kata Amira.
Di masa kejayaan, ISIS yang memproklamirkan “kekhalifahan”, menguasai wilayah luas di Suriah dan Irak.
Pada Maret 2019, daerah kekuasaan mereka berhasil direbut kembali oleh SDF dan pasukan koalisi pimpinan AS.
Ketika itu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan, bahwa ISIS “sudah 100% dikalahkan”. Penilaian Trump terbukti tidak akurat.
Tahun lalu, ISIS mengeklaim melancarkan hampir 600 serangan di Suriah dan lebih dari 1.400 serangan di Irak.
Para pakar PBB memperkirakan ISIS masih memiliki 10.000 petempur di Irak dan Suriah.
Pejabat senior PBB yang membidangi kontra-terorisme, Vladimir Voronkov, khawatir ISIS kembali menjadi ancaman serius.
“Setelah dipukul mundur di Irak dan Suriah pada 2019, ISIS melakukan konsolidasi melalui jaringan rahasia dan terus meningkatkan kekuatan,” kata Voronkov kepada BBC.
Sejumlah pihak khawatir masyarakat internasional mengabaikan perkembangan ini karena sedang fokus pada penanganan pandemi Covid-19.
Inilah yang membuat warga, termasuk Amira khawatir.
Ia mengatakan harus ada tindakan serius untuk menekan ancaman ISIS, jika tidak, ia khawatir warga akan terpaksa bergabung dengan mereka. Dan ikut meneror warga.
“Jika tidak ada perbaikan, warga akan kembali mendukung ISIS. Saat ISIS dulu berkuasa, betul bahwa situasinya menakutkan, mereka membunuh orang, namun bisa dikatakan ada keamanan, jika dibandingkan dengan situasi sekarang,” kata Amira. (*)