Jakarta | Lamer – Beberapa waktu lalu pemerintah menyatakan, HTI dan FPI sebagai oraganisasi terlarang. Media massa menulisnya sebagai ‘Pembubaran’.
“Istilah pembubaran, salah. Istilah itu seolah tidak mengerti hukum. Yang benar pelarangan,” kata Asdep Pemajuan dan Perlindungan HAM Polhukam RI, Brigjen TNI Rudi Syamsir kepada per, Minggu (28/02/21).
Seperti diberitakan, FPI (Front Pembela Islam) dinyatakan sebagai ormas terlarang. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 Menteri.
Ke-6 Menteri yakni, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Idham Azis, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Boy Rafli Amar.
Pengumuman SKB tersebut disaksikan Panglima TNI, Hadi Tjahjanto beserta jajaran.
“Sekarang kita mengedukasi masyarakat terhadap munculnya ormas baru yang berbau propaganda , saat ini aparat pun sudah menjalankan upaya hal itu di mulai dari level atas sampai ke lini yang paling bawah tingkat RW dan RT,” tutur Rudi Syamsir.
“Ormas bukan hanya terdaftar. Tetapi tetap mengikuti aturan, dilarang propaganda terhadap pemerintah, sehingga ormas ini tidak bebas melakukan hal negatif.” sambungnya
Perlu keberanian Pemimpin saat menerbitkan SKB 6 Menteri. Keputusan tersebut berani dan terukur dan berpedoman dengan konstitusi.
“Kami rasa masyarakat sependapat dengan SKB ini dan tidak mempersalahkan. Malah masyarakat sangat merespon positif ,menurut data survey di masyarakat 80% menerima SKB ini karna sangat berpengaruh dalam persatuan dan kesatuan bangsa karena menimbulkan rasa nyaman dan damai,” tuturnya.
“Kali ini saya menghimbau kepada seluruh masyarakat agar lebih teliti lagi memilih organisasi di masyarkat sehingga bahaya Radikalisme yang sekarang ini sedang marak bisa kita cegah bersama,” tuturnya.
Peran orang tua dalam menjaga juga mendidik anak sangat penting. “Agar anak-anak tidak dengan mudah terperosok oleh organisasi yang berdampak radikalisme.” pungkasnya. (Aida)