Lampumerah.id — Koordinator Presidium Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia (Koorpresnas BEM PTMAI), Yogi Syahputra Alidrus, dengan tegas menolak wacana yang menyebutkan bahwa Polri akan ditempatkan kembali di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurutnya, gagasan tersebut tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga bertentangan dengan semangat reformasi yang telah diperjuangkan selama bertahun-tahun.
Wacana yang Bertentangan dengan UUD 1945
Dalam pernyataannya, Yogi menyoroti bahwa UUD 1945 secara tegas mengatur perbedaan tugas dan fungsi antara TNI dan Polri. TNI bertanggung jawab atas pertahanan negara, sedangkan Polri mengemban tugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. “Menggabungkan Polri di bawah Kemendagri merupakan langkah yang fatal. Ini tidak hanya melanggar asas reformasi, tetapi juga berpotensi menciptakan kekacauan struktural dalam pemerintahan,” tegasnya.
Tudingan PDIP Terhadap Netralitas Polri
Yogi juga menyoroti pernyataan dari pihak PDIP yang menganggap Polri tidak netral dalam menjalankan tugasnya. Bahkan, istilah “partai cokelat” yang dikaitkan dengan Polri dianggapnya sebagai bagian dari pembodohan publik. “Jangan-jangan tuduhan ini muncul hanya karena kekecewaan PDIP atas hasil pemilu di beberapa daerah. Padahal, banyak kasus masyarakat yang membutuhkan penyelesaian dari Polri sebagai penegak hukum,” ujar Yogi.
Ia menambahkan bahwa dalam setiap persoalan hukum, asas pembuktian harus dijadikan landasan utama. Menurutnya, tuduhan tanpa dasar yang jelas hanya akan menciptakan opini negatif di masyarakat. “PDIP seharusnya menunjukkan bukti konkret atas tuduhan yang mereka lontarkan, bukan sekadar melempar opini,” katanya.
Kebijakan Kontroversial yang Tidak Demokratis
Yogi menilai wacana penempatan Polri di bawah panglima TNI atau Kemendagri adalah kebijakan kontroversial yang jauh dari nilai-nilai demokrasi. Ia menyerukan kepada para elite politik untuk lebih bijak dalam mengambil langkah kebijakan, terutama yang berkaitan dengan lembaga negara. “Kebijakan seperti ini jangan sampai hanya untuk memenuhi kepentingan golongan atau pribadi tertentu. Demokrasi yang sehat memerlukan pemikiran yang matang dan berorientasi pada kepentingan rakyat,” imbuhnya.
Asas Pemisahan dan Check and Balances
Lebih lanjut, Yogi menekankan pentingnya pemisahan antara TNI, Polri, dan Kemendagri. Menurutnya, ketiga lembaga ini memiliki tugas dan wewenang masing-masing yang harus berjalan secara independen. Hal ini selaras dengan prinsip check and balances yang menjadi pilar utama dalam sistem demokrasi. “Pemisahan ini adalah langkah terbaik untuk memastikan stabilitas pemerintahan dan menjaga profesionalitas masing-masing lembaga,” pungkasnya.
Dengan demikian, Yogi mengingatkan agar isu-isu sensitif seperti ini tidak digunakan sebagai alat politik yang dapat merusak tatanan demokrasi Indonesia. “Kita semua bertanggung jawab untuk membangun demokrasi yang lebih matang, bukan malah memperkeruh suasana dengan wacana kebijakan yang tidak relevan,” tutupnya.