Hakim Anggap Kesaksian Korban Tidak Logis dan Menantang Maut

Bogor | Lampumerah.id – Sidang lanjutan kasus pidana dugaan pelanggaran Pasal 351 (1) KUHP dengan No. 326/Pid. B/2023/PN Cbi dengan terdakwa (inisial) DEV  memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi,  kembali digelar di PN Cibinong, Kamis siang (27/7).

Sidang dimulai sekitar pukul 13:00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari tiga orang saksi fakta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain saksi korban AnCa (inisial-pelapor), hadir saksi Pastor Joshua Putra Anugrah (JPA) dan saksi yang meringankan, ayah kandung terdakwa Hari Aji NugrohoTurut dihadirkan terduga pelaku yang pekan lalu berhalangan hingga oleh majelis hakim ditunda hingga hari ini.

Setelah prosesi sumpah menurut keyakinan umat Kristiani , AnCa sebagai saksi utama atau saksi korban diketahui baru berusia 19 tahun dan masih duduk dibangku semester 2 perguruan tinggi negeri ternama di Bogor.

AnCa memaparkan kronologis peristiwa dan kejadian. Dimulai saat dirinya berinisiatif mendatangi rumah terdakwa di perumahan Bogor Indah, dengan alasan untuk mengambil sejumlah barang miliknya yang tertinggal pada 16 Maret 2023. Dalam keteranganya, itu dilakukan setelah berkomunikasi melalui saluran whatsAps dengan DEV yang menyatakan sedang tidak di rumah.

Setiba di rumah dan langsung menuju kamar DEV sekitar pukul 18:00 WIB, saat itulah AnCa mengaku terkejut. Tiba-tiba tangannya ditarik oleh DEV hingga terjengkang di tempat tidur. “Selanjutnya terjadilah peristiwa penganiayaan. Berulangkali mengalami pemukulan hingga dicekik oleh DEV, sebagaimana tertuang dalam BAP dakwaan saya,’’ paparnya dihadapan Majelis Hakim.

Keterangan AnCa ini  ditanggapi Hakim pendamping sebagai pilihan sikap yang dirasakan ganjil, dikarenakan saksi mendatangi rumah kekasih saat baru saja putus hubungan dan pada saat yang bersangkutan menyatakan sedang tidak dirumah.

“Biasanya sikologis sebagai perempuan yang sudah memutus hubungan, seperti pengakuan saksi, itu tidak mau melihat muka mantannya lagi. Ini kok bisanya mendatangi rumah mantan untuk sekedar alasan tidak penting. Rasanya tidak logis jika sekedar mengambil alat kosmetik dan novel, itu kan gak penting. Itu sama halnya anda mendatangi kendang macan dan menantang maut?” tegas hakim pendamping, diruang sidang.

Pun ketika AnCa menerangkan buka pintu rumah dan masuk kamar DEV, sungguh suatu sikap yang menurut majelis hakim dinilai berani dan kurang sesuai dari adab prilaku normal. “Saya saja, meskipun disambut dan dibukakan pintu oleh pemilik, teman atau sahabat, misalnya,  kalau tidak diminta persilahkan masuk, ogah deh masuk. Itu saya. Pola pendidikan anak jaman sekarang dengan jaman saya kok beda jauh, emang gak sama teladannya,’’ ungkap majelis hakim, mencontohkan sikap pribadi dirinya.

Pada pokok materiil, kesaksian AnCa yang menerangkan diancam dibunuh terdakwa jika memaksa meninggalkan tempat, sehingga terpaksa menginap semalam di kamar DEV hingga keesokan harinya sebelum dijemput Ps. JPA juga dianggap oleh majelis hakim jauh dari kesan logis.

Dalam pandangan hakim, AnCa memiliki banyak peluang untuk bisa kabur, disaat terdakwa terlelap tidur. “Mengapa itu tidak kamu lakukan kesempatan itu untuk kabur. Ngapain yang kamu lakukan setelah mengamankan pisau? Butuh berapa lama? Setelah itu ngapain kok gak bergegas segera pergi dan kabur?’’tandas hakim, seakan menguliti keganjilan keterangan saksi hingga mengundang pertanyaan.

Selanjutnya dalam keterangannya AnCa menyatakan jika tiba-tiba terdakwa menggemgam pisau dengan sarungnya yang ditempelkan didada saksi korban sebagai ancaman dari terdakwa, akan dibunuh bila berani kabur.

Hakim pun bertanya Itu pisau apa, jenis army yang bisa dilipat atau pisau kue atau  pisau apa yang digunakan untuk mengancam. Darimana terdakwa mendapatkan pisau itu? “saya tidak tahu yang mulia. Setahu saya itu pisau pramuka yang masih dengan sarungnya.”

Coba dilihat alat buktinya. Ada? Seperti apa alat buktinya, tanya hakim. Pertanyaan tak terduga ini mengungkap fakta mengejutkan hingga membuat Jaksa Penuntut Umum spontan menjawab, “Tidak ada yang mulia. Tidak diketemukan!’’

Pertanyaan tak terduga dari majelis hakim ini mengungkap fakta, jika kasus delik aduan dengan sangkaan dugaan pelanggaran pasal 351 KUHP (penganiayaaan) dengan terdakwa DEV sangat lemah, karena selain tidak didukung kelengkapan  saksi yang melihat langsung peristiwa atau kejadian, juga tanpa ada alat bukti.

Usai saksi korban memberikan keterangan, Ketua Majelis Hakim meminta pendapat terdakwa DEV (inisial) terkait kesesuaian cerita tersebut. Dengan kepolosanya, Dev tidak membantah keterangan saksi korban, kecuali  terkait waktu. “Saat AnCa tiba di rumah, bukan pukul enam sore yang mulia, melainkan pukul delapan malam yang mulia,’’ jawab DEV.

Lalu apa lagi yang tidak sesuai, timpal hakim. “Soal tidak boleh pulang, dan pisau. Tidak seperti itu/ Karena sudah malam, saya janji bersedia antar pulang esok paginya. Jadi bukan melarang pulang. Untuk pisau, saya tidak mengancam. Saya hanya mencegah AnCa yang berniat bunuh diri dengan memotong payudara-nya sendiri. Saya merasa AnCa sedang depresi seperti sedang stress dan terganggu mentalnya,’’ tambah DEV.

Setelah AnCa usai memberikan keterangan, sidang dilanjut dengan mendengar keterangan saksi kedua, Ps. JPA yang merupakan pendeta Gembala sebuah gereja di Bogor, tempat AC dan DEV beribadah. Kemudian diakhiri dengan keterangan saksi terakhir dari Saksi ayah terdakwa, Hari Aji Nugroho.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *