RUU Perampasan Aset Mendesak Disahkan: Korupsi Raksasa Pertamina dan Timah Jadi Alarm Keras

Jakarta, Lampumerah.id — Gelombang desakan agar pemerintah dan DPR segera membahas serta mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset semakin menguat. Wakil Direktur Pusat Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PBH DPP IMM), Muttaqien Heluth, S.H., menegaskan bahwa RUU ini harus segera menjadi prioritas demi memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Menurutnya, tanpa regulasi yang memungkinkan penyitaan aset hasil korupsi, negara akan terus dirugikan oleh praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang berulang. “Pemerintah, parlemen, dan aparat penegak hukum harus mengambil langkah fundamental agar megakorupsi tidak terus terjadi. RUU Perampasan Aset adalah salah satu instrumen penting untuk memulihkan kerugian negara,” ujarnya.

Megakorupsi Pertamina dan Timah Jadi Bukti Urgensi RUU Perampasan Aset

Desakan ini semakin kuat setelah Kejaksaan Agung mengungkap skandal korupsi di PT Pertamina Patra Niaga, yang menyebabkan potensi kerugian negara hingga Rp 968,5 triliun jika dihitung dalam periode 2018-2023. Kejaksaan mencatat bahwa dalam satu tahun saja, 2023, kerugian akibat dugaan tindak pidana korupsi di Pertamina telah mencapai Rp 193,7 triliun.

Tak hanya itu, skandal korupsi lainnya yang baru terungkap di PT Timah juga mencengangkan. Negara diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp 300 triliun akibat praktik ilegal dalam tata kelola pertambangan timah. Kasus ini semakin menegaskan betapa seriusnya ancaman korupsi terhadap ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

“Kasus Pertamina dan Timah adalah alarm keras bagi pemerintah dan DPR. Jika kita tidak memiliki regulasi yang tegas untuk menyita aset koruptor, bagaimana negara bisa menutup kerugian yang begitu besar?” ujar Muttaqien.

DPR Diminta Segera Bertindak: Tak Ada Alasan untuk Menunda

RUU Perampasan Aset telah lama masuk dalam daftar prioritas legislasi, tetapi hingga kini belum juga disahkan. Banyak pihak menilai lambatnya pembahasan ini menunjukkan lemahnya komitmen politik dalam pemberantasan korupsi.

Muttaqien menegaskan bahwa tanpa regulasi yang tegas, para koruptor akan semakin percaya diri dalam menyembunyikan hasil kejahatan mereka. “DPR harus segera membuka mata dan bertindak cepat. RUU Perampasan Aset bukan sekadar wacana, tapi kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan keuangan negara dan memberikan efek jera kepada koruptor,” tegasnya.

Menurutnya, pengesahan RUU ini akan menjadi bukti nyata bahwa pemerintah benar-benar serius dalam menindak tegas korupsi, bukan sekadar retorika.

“Kita tidak ingin melihat kasus serupa terus berulang tanpa solusi nyata. DPR dan pemerintah harus bertindak cepat agar aset hasil korupsi dapat segera disita dan digunakan untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya.

Kesimpulan: RUU Perampasan Aset, Senjata Ampuh Lawan Korupsi

Kasus megakorupsi seperti yang terjadi di Pertamina dan Timah telah menjadi pengingat bahwa Indonesia memerlukan langkah hukum yang lebih kuat untuk melindungi aset negara. RUU Perampasan Aset bisa menjadi senjata ampuh untuk menutup celah para koruptor dalam menyembunyikan hasil kejahatan mereka.

Kini, pertanyaannya hanya satu: Apakah pemerintah dan DPR berani mengambil sikap tegas, atau justru membiarkan korupsi terus menghancurkan negeri ini?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *