Jakarta | Lampumerah.id – Reformasi di sektor keuangan memiliki urgensi yang tinggi dalam meningkatkan peranan intermediasi sektor keuangan, serta memperkuat resiliensi sistem keuangan nasional.
Sektor keuangan yang dalam, inovatif, efesien, inklusif, dapat dipercaya, kuat, dan stabil akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, seimbang, inklusif, dan berkesinambungan yang sangat diperlukan dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Saat ini sektor keuangan Indonesia masih mengalami banyak permasalahan fundamental, belum lagi Pandemic Covid-19 yang cukup berdampak terhadap stabilitas dan sistem Keuangan Indonesia. Proporsi aset di sektor keuangan nasional belum cukup merata.
Sektor perbankan yang merupakan salah satu sumber pembiayaan jangka pendek masih sangat dominan dibandingkan dengan sektor keuangan yang lain. Porsi aset di industri keuangan nonbank yang merupakan sumber dana jangka panjang yang diharapkan dapat mendukung pembiayaan pembangunan, relatif masih kecil.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa penghimpunan dana oleh industri keuangan relatif masih terbatas, sedangkan potensi pendalaman pasar keuangan nasional masih cukup besar. hal tersebut berdampak pada regulatory system yang tidak tergulasi secara baik, sehingga berakibat banyaknya kasus investasi “bodong”, pinjaman ilegal, robot trading dan masih banyak lagi.
Selain itu, ternyata untuk pengawasan terhadap market conduct juga masih belum maksimal, sehingga bermunculan kasus di sektor keuangan, seperti gagal bayar di sektor perasuransian. Maka dari itu, Pemerintah dan DPR sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ( RUU PPSK) yang telah resmi disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR pada hari Kamis, 15 Desember 2022.
UU PPSK ini disusun menggunakan metode omnibus law yang membentuk dan merevisi berbagai undangundang terkait di sektor keuangan di Indonesia. Undang-undang ini terdiri dari 27 bab dan 341 pasal.
UU PPSK menggabungkan 17 undang-undang yang terkait sektor keuangan, beberapa di
antaranya telah berusia lebih dari 30 tahun. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan
dinamika perubahan zaman, berbagai indikator memperlihatkan urgensi reformasi sektor
kauangan Indonesia, seperti masih dangkalnya sektor Keuangan, belum optimalnya perna
intermediasi sektor Keuangan, dan masih rendahnya pelindungan konsumen disektor jasa
Keuangan.
UU PPSK mengatur lima ruang lingkup bagi reformasi sektor keuangan, yaitu (1) ruang lingkup kelembagaan dan stabilitas sistem keuangan; (2) ruang lingkup pengembangan dan penguatan industri sektor keuangan; (3) ruang lingkup akses pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM); (4) perlindungan konsumen; dan (5) literasi, inklusi dan inovasi sektor keuangan.
Adapun penjelasan dari lima ruang lingkup tersebut yaitu : Pertama, ruang lingkup tersebut
memuat penguatan koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) agar terciptanya
pengambilan keputusan yang lebih efektif. Kemudian penguatan mandat terhadap Bank
Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS).
Kedua, ruang lingkup pengembangan dan penguatan industri sektor keuangan. Ruang lingkup ini mempercepat integrasi perbankan, memperkuat pengaturan bank digital. Kemudian memperkuat peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), memperkuat standarisasi pengaturan dan pengawasan instrumen keuangan.
Ketiga, ruang lingkup literasi keuangan, inklusi keuangan dan perlindungan konsumen. Ruang lingkup ini berisikan literasi dan inklusi keuangan melalui koordinasi dan sinergi antar lembaga sektor keuangan,serta mewajibkan pelaku usaha sektor keuangan juga terlibat dalam upaya literasi dan inklusi keuangan.
Keempat, ruang lingkup akses pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Ruang lingkup ini berisi substansi untuk mempermudah akses pembiayaan UMKM.
Selain itu, juga mengatur penghapusan tagihan kredit pelaku UMKM. Kelima, ruang lingkup reformasi penegakan hukum sektor keuangan. Poin ini memuat harmonisasi upaya penegakan hukum dengan mengedepankan sistem restorative justice.
Tantangan Pemerintah
Tantangan dalam pelaksanaan UU PPSK itu, terutama meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam tata kelola dan kredibiltas peraturan. UU PPSK ini telah memperbarui hampir seluruh sektor keuangan.
Mulai dari penguatan kelembagaan otoritas di sektor keuangan yaitu Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpana (LPS) dan bahkan
Kementerian Keuangan. Namun, tetap juga memperkuat independensi dan otoritas masingmasing, memperkuat tata kelola dan peningkatan kepercayaan publik.Pemerintah dan lembaga otoritas di sektor keuangan selanjutnya harus segera menyusun peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan OJK, dan Peraturan LPS.
Seluruh peraturan pelaksanaan akan disusun dalam waktu dua tahun sejak UU PPSK
diundangkan. “Pemerintah akan senantiasa memastikan bahwa proses penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan ini dilakukan secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait termasuk DPR-RI, otoritas pengawas, serta masyarakat .
Banyak Aturan di PPSK Hadirnya UU P2SK membuat OJK mendapat tambahan tugas salah satunya mengatur dan mengawasi transaksi aset kripto. Tugas ini sebelumnya dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Peran LPS juga akan bertambah seiring disepakatinya UU PPSK. Aturan memandatkan LPS melindungi dana masyarakat tidak hanya yang ditempatkan pada bank, melainkan juga pada perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah. Pemerintah dan DPR sepakat perlunya memberikan penguatan payung hukum kepada lembaga keuangan mikro (LKM) yang sangat dibutuhkan bagi kelompok masyarakat unbanked.
LKM skala menengah besar akan diawasi OJK dan skala kecil akan diawasi Pemda .UU P2SK mengatur mengenai beberapa instrumen atau produk baru di sektor keuangan termasuk pengaturan kegiatan usaha bullion. Payung hukum ini juga memastikan perkembangan ke depan terkait Central Bank Digital Currency (CBDC) tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen.
Penulis: CORNELIUS CORNIADO GINTING, S.H
Founder Pusat Advokasi & Dalil Hukum Indonesia (PADHI)