Tambang Ilegal Diduga Milik Pengusaha Terkait Kasus Pelecehan Seksual Beroperasi Bebas di Kalsel, Warga Ketakutan

Jakarta, Lampumerah.id — Aktivitas tambang yang diduga ilegal marak terjadi di berbagai wilayah Kalimantan Selatan, dan yang mengkhawatirkan, sebagian di antaranya beroperasi secara terang-terangan tanpa izin resmi. Salah satu lokasi yang paling mencolok terletak di Desa Kintap, Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut, tepatnya di Kilometer 92 Batu Anting.

Tambang yang disebut-sebut tidak mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) ini berada sangat dekat dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menghubungkan Riam Adungan ke Sungai Kingap. Kedua sungai ini bermuara ke Sungai Satui, Kabupaten Tanah Bumbu—salah satu jalur air vital yang selama ini dimanfaatkan warga untuk transportasi dan aktivitas ekonomi.

Menurut informasi yang dihimpun, tambang tersebut telah beroperasi selama lebih dari satu tahun. Mirisnya, aktivitas tersebut turut mencemari sungai akibat pembuangan limbah material tambang secara sembarangan, menyebabkan pendangkalan aliran dan terganggunya jalur perahu warga.

Kepala Desa Kintap, Mulyadi, menuturkan bahwa kerusakan yang ditimbulkan tambang sangat merugikan warga. Jalan desa rusak akibat lalu lintas kendaraan berat, sungai dangkal, dan ekosistem air terganggu. Pendangkalan sungai menyebabkan perahu warga sulit melintas, sehingga distribusi hasil kebun pun terganggu. Selain itu, sungai yang juga menjadi sumber mata pencaharian—seperti mencari ikan—tak lagi dapat diandalkan.

“Material limbah dari tambang ini dibuang langsung ke sungai. Perahu warga sekarang susah lewat, bahkan ada yang tidak bisa sama sekali,” ungkap Mulyadi saat dikonfirmasi pada Rabu (12/3).

Lebih parahnya lagi, warga desa mengaku hidup dalam ketakutan. Mereka merasa diawasi dan diintimidasi ketika hendak bersuara soal aktivitas tambang ini. Ada dugaan bahwa tambang tersebut mendapat perlindungan dari oknum aparat, sehingga masyarakat menjadi enggan melapor dan memilih diam.

“Kami takut berbicara terlalu banyak. Banyak yang percaya bahwa aktivitas tambang ini dibekingi aparat. Mereka seakan kebal hukum,” tambahnya.

Nama Pengusaha di Balik Tambang Muncul dalam Skandal Pelecehan

Dugaan aktivitas tambang ilegal ini semakin menjadi sorotan karena dikaitkan dengan PT Monggo Maju Bersama (MMB), perusahaan yang disebut-sebut dipimpin oleh seorang pengusaha berinisial H. Sugianto (Anto). Nama Sugianto sebelumnya telah menjadi sorotan publik karena keterkaitannya dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Kasus tersebut hingga kini masih menjadi perbincangan hangat di Kalimantan Selatan. Sejumlah tokoh masyarakat menilai adanya indikasi relasi kuasa yang membuat proses hukum berjalan lambat bahkan diduga ditutup-tutupi.

Hasil investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa praktik serupa juga ditemukan di wilayah lain seperti Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru. Beberapa titik yang disebut sebagai tambang ilegal antara lain berada di Desa Banjarsari (Kecamatan Angsana) dan Desa Mangkalapi (Kecamatan Kusan Hulu).

Sumber lokal menyatakan bahwa tambang-tambang tersebut dijalankan oleh keluarga pengusaha ternama dan lama beroperasi tanpa hambatan, bahkan disebut-sebut mendapat “beking” dari aparat penegak hukum.

“Sudah jadi rahasia umum. Semua orang tahu siapa yang punya dan siapa yang melindungi,” ujar seorang narasumber yang minta namanya dirahasiakan.

Masyarakat di wilayah tersebut hidup dalam ketakutan serupa. Mereka takut menjadi korban intimidasi hingga premanisme jika berani melaporkan aktivitas tambang tersebut.

“Sudah ada korban jiwa karena tambang ilegal di sini. Kami takut, lebih baik diam,” katanya.

Dalam lima tahun terakhir, konflik tambang ilegal di Kalimantan Selatan telah merenggut nyawa. Seorang advokat bernama Jurkani tewas di Angsana, dan warga bernama Sabri ditemukan meninggal di Mangkauk, Banjar. Keduanya diyakini menjadi korban akibat keterlibatan mereka dalam pengungkapan aktivitas pertambangan ilegal.

Menanggapi maraknya praktik tersebut, Kasat Reskrim Polres Tanah Bumbu AKP Agung Kurnia Putra mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan patroli dan bekerja sama dengan perusahaan tambang resmi untuk melakukan pengawasan di lapangan.

“Kami tetap tegak lurus dalam upaya penindakan. Tidak ada intervensi atau intimidasi yang boleh mempengaruhi tugas kami,” tegas Agung.

Namun demikian, belum ada penindakan tegas yang terlihat di lapangan. Tambang-tambang ilegal tetap beroperasi, dan masyarakat tetap menjadi korban kerusakan lingkungan serta intimidasi sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *