Bom Teroris Dibahas Pasca Meledak

Oleh: Djono W. Oesman

Dari video warga, bom bunuhdiri di Makassar, ledakannya lumayan. Di titik ledak, beton jalan pecah, ambles lima sentimeter, diagonal 1,5 meter. Tubuh pelaku pecah ‘sak walang-walang’, kepalanya ditemukan di genteng, sekitar 30 meter dari titik titk awal.

Polda Sulawesi Selatan mengumumkan, dua tewas dan 14 orang terluka. Seorang pelaku tewas di tempat (sak walang-walang) satunya tewas di perjalanan menuju RS.

Polisi belum mengungkap jenis bom. Juga, belum mengumumkan identitas pelaku, sampai tadi malam.

Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono kepada wartawan menjelaskan, peristiwa terjadi Minggu (28/3/21) pukul 10.28 Wita. Itu dari rekaman CCTV yang kini diselidiki Polri.

Di CCTV, mundur beberapa detik sebelum ledakan, tampak 2 mobil terparkir di depan gereja Katedral, di Jalan Kajaolalido. Di trotoar terlihat 4 yang berjalan. Itu warga lewat.

Di jalan raya tampak 1 unit mobil warna putih melintas. Sedetik kemudian, ledakan. Tidak tampak, sumber ledakan. Tapi data CCTV dipadu dengan keterangan saksi-saksi.

Dijelaskan Irjen Argo, saat kejadian, persis saat pergantian misa. Dari pagi ke siang. Jamaah misa pagi hendak keluar gereja, ada juga jamaah yang datang untuk misa berikutnya. “Tadi jumlahnya tidak banyak. Karena, ini masih pandemi,” katanya.

Seorang saksi mata pria yang keberatan disebut namanya, menceritakan, ada pahlawan di peristiwa ini. Namanya Kosmas (51), petugas security gereja. “Pak Kosmas mencegah pelaku dengan motornya (jenis matic, DD 5984 MD) masuk gereja. Mendadak meledak. Pak Kosmas bonyok, wajahnya belepotan darah,” tuturnya.

Saksi mata lain, mengatakan, dua pelaku (pria) sudah turun dari motor, sebelum masuk halaman gereja. Lalu mereka tolah-toleh di pinggir jalan. Kemudian hendak masuk halaman gereja. “Itulah dicegah sama security yang kena ledakan,” katanya.

Pastor Gereja Katedral Makassar, Romo Wilhelmus Tulak kepada wartawan via telepon, Minggu (28/3/2021) mengatakan, kejadiannya sangat cepat. Ia mendapat laporan begini:

“Pelaku berusaha masuk halaman gereja kami. Tapi dicegah petugas kami. Tiba-tiba meledak. Petugas kami terluka, masih di rumah sakit,” katanya.

Seorang pelaku (polisi meyakini sebagai pria) tubuhnya hancur. Kepalanya ditemukan di genteng, sekitar 30 meter daeri titik ledak. Seorang pelaku lain, tewas dalam perjalanan ke rumah sakit. Juga 14 orang terluka. Semuanya kena pecahan kaca. Kecuali security Kosmas, luka bakar.

Sementara, polisi maish menyelidiki kasus ini. Kapolri Jenderal Listyo Sigit meminta masyarakat tetap tenang. Jangan sampai terpancing oleh isu-isu yang menyesatkan. Polri sedang bekerja mengungkap kasus ini.

Presiden Joko Widodo, menyatakan, mengutuk keras kejadian bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Jokowi telah meminta Kapolri untuk mengusut tuntas jaringan pelaku sampai ke akar-akarnya.

“Terkait kejadian aksi terorisme di pintu masuk Gereja Katedral Makassar hari ini, saya mengutuk keras aksi terorisme tersebut. Dan saya sudah memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas jaringan-jaringan pelaku dan membongkar jaringan itu sampai ke akar-akarnya,” kata Jokowi melalui video yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/3/2021).

Mantan Komandan Kelompok Teroris Jamaah Islamiyah (JI) wilayah Asia Tenggara, Nasir Abbas mengatakan kepada wartawan, ia menduga pelaku dari kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulah) atau MIT (Mujahidin Indonesia Timur) yang kini sedang diburu Polri di hutan Poso, Sulawesi Tengah.

“Jadi, dari modus operandi dan pola bom bunuh diri yang saya lihat di Gereja Katedral Makassar itu, saya curiga bahwa pelakunya adalah Kelompok JAD Sulawesi yang terafiliasi dengan ISIS, dan MIT,” tuturnya, Minggu (28/3/2021).

Nasir memprediksi, pelaku melakukan teror bom bunuh diri. Balas dendam kepada polisi. Yang beberapa bulan ini memburu anggota JAD dan MIT di wilayah Sulawesi.

“Kemungkinan mereka marah ke polisi. Membalasnya ke masyarakat,” ujarnya. Prediksi ini lemah. Seumpama pelaku dendam ke polisi, mestinya diledakkan di kantor polisi.

Tindakan terorisme sudah sangat sering terjadi di Indonesia. Setiap kali baru saja terjadi, selalu diikuti dengan komentar-komentar pengamat. Nasir Abbas komentator langganan. Polisi, pers, atau diskusi terorisme selalu melibat Nasir.

Juga, Sidney Jones, peneliti terorisme dari Institute for Policy Analyst of Conflict (IPAC). Atau, mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Hendroprijono.

Tapi, setelah komentator bicara, lalu selesai. Orang lupa. Dan, bom teroris meledak lagi. Dan lagi. Seolah, analisis pengamat hanya wacana. Rutin dibahas, pada beberapa saat setelah peristiwa terorisme.

Di Amerika, terorisme dikaitkan dengan dua teori: General Strain Theory karya Robert King Merton (teori kriminologi). Dan, Conflict Theory karya Karl Marx (teori sosiologi).

General Strain Theory. Intinya, kesuksesan, oleh masyarakat diukur dengan keberhasilan mencari uang. Orang kaya, dianggap sukses. Nah, orang yang ‘tidak bisa kaya’, tapi merasa diejek masyarakat, merasa tertekan. Masyarakat belum tentru mengejek, melainkan ia merasa diejek. Di situ mereka frustrasi. Mencari jalan lain, selain kaya. Berpotensi jadi teroris.

Conflict Theory. Setelah orang jadi teroris, ia merasa menjadi bagian dari pengontrol sosial (social control). Maka, ia merasa boleh menghukum siapa saja. Dengan hukuman apa saja. Termasuk ngebom.

Itu analisis Amerika. Belum tentu cocok untuk kita. Pun, di masyarakat kita ada beda-beda pandangan tentang terorisme. Yang tidak bisa dikonklusikan. Yang bisa jadi debat kusir. Sampai melintir. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *