IAW: Sebaiknya Kaji Ulang Potongan Aplikator Ojol 30%

Jakarta | Lampumerah.id – Para pengojek online yang tergabung dalam Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia menyuarakan keberatan terhadap potongan biaya aplikasi sebesar 30% dari tarif jasa oleh platform ride-hailing seperti Gojek dan Grab. Potongan itu dinilai terlalu besar dan memberatkan pengemudi, terlebih hal tersebut melanggar Kepmenhub Nomor 1001 Tahun 2022 yang menetapkan batas maksimal potongan sebesar 20 persen.

Meski potongan yang diterapkan aplikator melebihi batas yang ditentukan, asosiasi itu menyebut belum ada tindakan tegas dari pemerintah, baik dari regulator maupun Kemenhub. Hal ini diungkapkan oleh Iskandar Sitorus, Sekretaris pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), pada Jumat, 17 Januari 2025.

“Bagaimana idealnya potensi siklus uang publik dari bisnis tersebut bisa diterima dengan adil oleh seluruh pemangku kepentingan? Publik tentu berhak mencari tahu mengapa keluhan asosiasi tersebut bisa terjadi, sementara masyarakat sudah sangat bergantung pada layanan ojol,” tanya Iskandar.

Disebutkan, potongan itu memaksa para pengemudi ojol untuk memperpanjang jam kerja, bahkan mengorbankan waktu istirahat demi mencukupi kebutuhan hidup. Padahal, pengemudi ojol membiayai sendiri pembelian kendaraan, bahan bakar, perawatan kendaraan, hingga menghadapi risiko di jalan.

Perspektif Hukum

Menurut Iskandar, beberapa regulasi yang harus menjadi perhatian meliputi:

  1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja): Meski pengemudi berstatus mitra, prinsip perlindungan ketenagakerjaan tetap harus diperhatikan.
  2. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Ketimpangan: Untuk mencegah dominasi platform tertentu yang merugikan pengemudi.
  3. Permenhub No. 12 Tahun 2019 dan Kepmenhub: Mengatur pedoman tarif batas bawah, tarif batas atas, dan biaya jasa minimal untuk melindungi konsumen serta pengemudi.

Perspektif Keuangan

Iskandar mengungkapkan, laporan keuangan GoTo (induk Gojek) per Desember 2023 menyebutkan bahwa layanan mobilitas seperti Gojek memberikan kontribusi besar terhadap total pendapatan perusahaan. Namun, laporan tersebut tidak merinci komisi yang diambil dari mitra pengemudi.

Sebagai perusahaan publik, GoTo diwajibkan menyajikan laporan keuangan yang transparan. Iskandar menyarankan agar rincian mengenai pendapatan dari komisi mitra pengemudi dibuka secara terang benderang, demi transparansi dan keadilan.

Biaya Operasional Aplikator

Untuk memberikan gambaran, Iskandar merinci estimasi biaya yang dikeluarkan oleh aplikator:

  1. Infrastruktur cloud: Biaya server, database, dan CDN untuk 5–15 juta pengguna aktif diperkirakan sebesar $100.000–$1 juta per bulan (sekitar Rp1,5–15 miliar).
  2. Pengelolaan API: Biaya per transaksi API sebesar $0,01–$0,10 per transaksi (sekitar Rp150–1.500).
  3. Tim operasional: Gaji untuk 20–100 tenaga kerja berkisar $50.000–$500.000 per bulan (sekitar Rp750 juta–7,5 miliar).
  4. Pemasaran: Menyerap 30–50% dari total anggaran operasional untuk akuisisi dan mempertahankan pengguna.

Perkiraan Biaya Pembuatan Aplikasi

Pengembangan awal aplikasi kompleks seperti Gojek diperkirakan menelan biaya:

Desain dan pengembangan aplikasi: $500.000–$1 juta (sekitar Rp7,5–15 miliar).

Fitur utama (navigasi, pembayaran): $600.000–$1,4 juta (sekitar Rp9–21 miliar).

Total estimasi: $1,5 juta–$5 juta (sekitar Rp22,5–75 miliar).

Semoga publik dapat terus menikmati layanan ojol dengan tarif yang rasional, pengemudi merasa sejahtera, dan aplikator tetap mendapatkan keuntungan yang wajar. Semua pihak diharapkan bekerja sama agar tercipta keadilan dalam bisnis transportasi online ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *