Cegah Teroris versi 3 Tokoh

Oleh: Djono W. Oesman

Para komentator terorisme Selasa (30/3/21), tiga paling menarik. Mukhtar Daeng Lau (eks bomber teroris Makassar), Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid (eks terpapar teroris), Said Aqiel Siradj (Ketua Umum PBNU). Uraian mereka, berharga buat Polri.

“Bomber Makassar (suami-isteri Lukman – YSR) dendam. Mereka sohib Risaldi (44). Risaldi tewas ditembak Densus 88,” kata Mukhtar Daeng Lau (50) kepada wartawan di Makassar, Selasa kemarin.

Seperti diberitakan, Risaldi adalah teroris JAD (Jamaah Ansharut Daulah) yang menikahkan Lukman – YSR, di rumah Rizald, Villa Mutiara, Makassar, Agustus 2020. Risaldi tewas dalam penggerebekan Densis 88, Rabu, 6 Januari 2021. “Pastinya mereka (Lukman – YSR) dendam. Merasa tidak adil,” katanya.

Mukhtar Daeng Lau narasumber penting. Di Makassar ada tiga bom teroris, termasuk di depan Gereja Katedral, Minggu (28/3/21). Bom pertama di restoran Mc Donald’s, Mal Ratu Indah, Kamis, 5 Desember 2002.

Salah satu pelaku bom Mc Donald’s, adalah Daeng Lau. Ia dipenjara tujuh tahun, bebas 2009. Setelah itu ia tobat. Akrab dengan polisi. Sering jadi narasumber terorisme. Karena senior.

Daeng mengaku, tidak kenal bomber Lukman – YSR. Tapi, tahu Lukman – YSR jaringan JAD, yang selalu rapat di rumah Risaldi, Villa Mutiara.

“Intinya, masyarakat harus tahu, proses perekrutan calon teroris,” ujar Daeng. Dengan mengetahui ini, orang bisa menghindar, saat didekati mentor teroris.

Para mentor teroris berada di mana-mana, hingga kini. “Mereka mencari bibit, yang pada dasarnya sudah radikal. Kalau tidak radikal, tidak didekati,” tutur Daeng. Bibit radikal kelihatan dari penampilan. Kemudian didekati mentor, untuk mengukur derajat radikalisme.

Setelah ketemu calon, mentor mengakrabinya. Dijadikan sohib. Membantu si calon bertubi-tubi. Sampai-sampai, si calon kewalahan membalas. Sehingga merasa utang budi. Sampai di sini, jerat sudah masuk.

“Kalau sudah tercipta kedekatan emosional, antara calon dengan mentor, segalanya terjadi. Apa pun yang diperintahkan mentor, pasti dituruti calon (sudah jadi teroris). Jadi, kasihan sebenarnya,” tutur Daeng. Maksudnya, kasihan teroris.

Daeng menyatakan, mengutuk pemboman di depan Gereja Katedral Makassar. Menyampaikan belasungkawa ke semua korban, termasuk teroris. “Mestinya hal ini tidak perlu terjadi,” ujarnya.

Bisa disimpulkan, uraian Daeng: “Ada upaya penjerumusan”. Dari teroris tua, ke teroris muda. Berproses sangat halus. Tanpa terasa, utang budi dibawa: Bom mati.

Kisah unik, disampaikan Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, di webinar Mencegah Radikalisme di YouTube, Televisi Nahdlatul Ulama, Selasa (30/3/21).

“Saya ini pernah terpapar radikalisme. Sampai hampir berangkat ke Afghanistan,” kata Nurwakhid.

Pasti, itu mengagetkan peserta webinar. Termasuk, mengagetkan Ketua Umum PBNU, Said Aqiel Siradj, yang juga pembicara. Audience menunggu uraian lanjut Nurwakhid.

Padahal, waktu itu, sekitar 1995, Nurwakhid berpangkat Mayor Polisi, menjabat Kapolsek Banjarsari Solo. Ia sering mendengar ceramah agama, paham salafi wahabi. Di salah satu masjid di Solo.

“Meskipun saya dilahirkan di lingkungan NU. Sekolah di Muhammadiyah. Sudah dikenalkan doktrin-doktrin al-wala walbara,” tuturnya.

“Waktu saya jadi Kapolsek di Banjarsari Solo, kami sering mendengarkan ceramah di Al Mu’min Ruki. Di situlah berkenalan dengan salafi wahabi takfiri. Akhirnya, kami sering idat, sering liqo,” kisahnya. “Saya hampir berangkat ke Afghanistan.”

Sejak itu ia mulai sering melakukan kajian. Paham salafi wahabi.

Waktu itu, pemerintah (Orde Baru) belum mewaspadai gerakan terorisme. Meskipun sudah ada pemberontakan Tanjung Priok (1984). Penumpasan gerakan Warsidi, Lampung Utara (1987). Tapi, pemerintah tak mewaspadai ceramah agama.

“Baru, setelah bom Bali 2002, negara peduli tentang radikalisme,” katanya.

“Alhamdulillah, saya sudah mulai sadar. Transisi sampai ketemu ideologi pengganti. Tercabutnya ideologi takfiri, akan hilang jika terganti dengan ideologi Islam yang kaffah,” ungkap Ahmad.

“Yang tadinya Islam dipahami sebagai iman Islam dan jihad, iman Islam dan khilafah. Tergantikan, iman Islam dan ikhsan. Iman Islam dan akhlakul kharimah,” sambungnya.

Nyaris saja, Brigjen ini jadi teroris. Kini jadi pencegah terorisme di BNPT.

Sedangkan, Ketua Umum PBNU, Said Aqiel di webinar yang sama, memberikan tausiah. Memberantas terorisme.

Said Aqil menyebut, memberantas jaringan terorisme dilakukan dari benihnya. Atau pintu masuknya: ajaran ekstremisme, yaitu ajaran wahabi.

“Kalau kita sepakat, satu barisan, menghabisi terorisme, benihnya dong yang harus dihadapi. Benihnya, pintu masuknya yang harus kita habisi. Apa? Wahabi, ajaran weahabi itu adalah pintu masuk terorisme,” kata Said Aqil.

Dari tiga tokoh di atas, ada benang merah. Paham wahabi, bisa membius orang jadi teroris. Halus, tapi menjerumuskan. Ngebom bunuhdiri. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *