Musim Terorisme, Ayo… Seminar

Oleh: Djono W. Oesman

Masyarakat kita ini, latah. Ada bom bunuhdiri dan penyerang Mabes Polri, ramai seminar terorisme. Musim bicara terorisme. Sabtu-Minggu (4/4/2021), belasan webinar tentang itu. Dulu-dulu juga begitu. Setelah musim bicara reda, baru-lah, bom meledak lagi. Lalu seminar lagi.

Sub-topik kali ini agak beda dengan dulu: Teroris wanita. Karena di Makassar dan Jakarta, dilakukan wanita. Mungkin, supaya kelihatan variatif: Mengapa teroris bergeser ke wanita?

Sebenarnya, biasa saja. Seperti tukang ojek, atau sopir taksi online, banyak yang wanita. Kalau pria bisa, wanita pun sanggup. Gitu saja.

Minggu, 13 Mei 2018 malah sekeluarga ngebom 3 gereja di Surabaya. Puji Kuswati bersama suami, Dita Oeprianto, serta 4 anak mereka jadi bomber bunuhdiri di 3 gereja. Setelah kejadian, ramai seminar fenomena teroris sekeluarga.

Kemarin, Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Purwanto pada seminar daring tentang terorisme, menyatakan, penyebab wanita jadi teroris, sederhana. Karena teroris pria sudah pada tewas, atau ditangkap polisi.

“Sekarang perempuan jadi sentral, setelah teroris pria pendukung ISIS, tewas. Terjadi kekosongan. Maka, wanita direkrut,” kata Wawan.

Perempuan, menurutnya, lebih emosional dan militan, ketimbang laki-laki. Bahkan kini mereka kerap lebih dulu mengajak.

“Di Lampung dan Sibolga, orang tua melaporkan anak-anak dan mantunya geraknya aneh,” kata Wawan. Laporan ditanggapi polisi. Memang ada indikasi radikalisme. Yang satu langkah lagi (kalau sudah melakukan) berubah jadi teroris.

Wawan meminta para keluarga waspada, mencegah radikalisme, yang mengarah ke terorisme. “Di Sibolga dan Lampung, contoh bagus. Aparat segera antisipasi,” katanya.

Yang paling tahu, keluarga. Bahkan, ortu Zakiah Aini (penyerang Mabes Polri) mengaku, tidak tahu. Mana mungkin, ortu mengizinkan anak gadisnya bunuhdiri? Kalau politikus menyatakan, aparat kecolongan, sengaja menciptakan kebingungan.

Di seminar daring Minggu (4/4/2021), napi terorisme (Napiter) Haris Amir Falah mengatakan, banyaknya teroris wanita, karena ada medsos. “Melalui medsos penyebaran pagam radikalisme marak,” ujar eks pimpinan Jamaah Anshorud Tauhid (JAT) itu.

Haris menyebutkan, saat dia ditangkap 2010, wanita tidak disertakan dalam aksi-aksi teror. Kini, wanita dilibatkan.

Kalau dulu, baiat harus dilaksanakan tatap muka, kini bisa lewat online. “Sistem baiat sekarang, nggak harus ketemu. Bisa di kamar, sendirian. Kemudian berbaiat, setelah berbaiat mereka sudah terikat dengan program itu,” jelas Haris. Yang penting ‘kan hasil, bukan lagi proses.

“Ada teman saya di Jakarta Selatan (pria, tidak disebut nama). Suami, ditinggal hijrah oleh istri, karena dianggap kafir. Tidak mau ikut JAD (organisasi teroris, Jamaah Ansharut Daulah). Jadi memang ini luar biasa, munculnya wanita,” cerita Haris.

Ia mengingatkan semua pihak, berperan memberantas paham radikal. Dengan begitu, tindakan teror bisa berkurang di Indonesia. “Kita harus punya kesepakatan memberantas paham radikal. Karena daya rusaknya luar biasa.”

Itu disambut Kemenkominfo. Menyatakan, sudah memblokir puluhan ribu akun atau konten berpaham radikalisme.

“Hingga Sabtu, 3 April 2021, Kementerian Kominfo telah memblokir konten radikalisme terorisme sejumlah 20.453 konten. Tersebar di situs internet, serta beragam platform media sosial,” ujar Menkominfo, Jhonny Plate, di seminar online, kemarin.

Akun, atau konten sebanyak itu. Tak terduga. Luar biasa marak, selama ini. Kenyataan, pendukung radikalisme di medsos sangat banyak.

“Kementerian Kominfo mengawasi ruang siber selama 24/7. Menggunakan mesin crawling berbasis AI (Artificial Intelligence). Memantau akun dan konten-konten terkait dengan kegiatan radikalisme, terorisme,” kata Menkominfo Jhonny Plate saat dihubungi, Minggu (4/4/2021).

Mengagetkan, juga mengkhawatirkan. Khawatir salah blokir. Tidak dirinci, bagaimana kerja mesin crawling memantau akun.

Tapi ia mengungkap, untuk itu Kemenkominfo berkoordinasi berbagai pihak. Supaya tidak salah blokir. Kominfo juga berupaya menyampaikan konten positif. Memberi literasi ke masyarakat. “Kami mendorong konten-konten positif dan produktif,” ujarnya.

Tak kurang, Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin juga pidato tentang terorisme di acara webinar, Minggu (4/4/2021). Tentang peran da’i dalam deradikalisasi.

Ma’ruf: “Pelajaran penting dakwah Rasulullah SAW adalah, cara berpikir kunci utama maju mundurnya peradaban. Cara berpikir (manhaj al-fikr) yang diajarkan Rasulullah menjadi sumber terbentuknya peradaban Islam di era keemasan Islam, yaitu cara berfikir wasathy; yaitu cara berfikir yang moderat, dinamis, namun tetap dalam koridor manhaj, dan tidak ekstrem,” kata Ma’ruf.

Dilanjut: “Contoh aktual cara berfikir radikal, terorisme yang menyimpang itu adalah bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar 28 Maret 2021. Itu tidak sesuai ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan kekerasan dan pemaksaan kehendak (ikrahiyyan) di dalam dakwahnya dan juga dalam memperjuangkan aspirasi melawan ketidakadilan.”

Tapi, semua tausiah itu hanya seremonial. Seperti yang lalu-lalu. Tidak enak, kalau tidak membahas terorisme, setelah ada kasus. Masak tidak diseminarkan? (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *