Oleh: Djono W. Oesman
Pelawak Sule jengah. Rumahnya di Tambun, Bekasi, didatangi wartawan, Rabu (21/4/21). Memastikan, benarkah Sule pisah rumah dengan isteri, Nathalie Holscher? Sule menghindar: “Ini bukan konsumsi publik,” ujarnya. Bagaimana hukum mengatur privasi selebritis?
Sebenarnya, itu jadi kegalauan selebriti. Ogah diberitakan soal privasi. Sebaliknya, mau dipublikasikan sebagai promosi, citra diri positif.
Seperti halnya, orang suka menggelar resepsi pernikahan, sebagai publikasi positif bahwa mereka sudah menikah. Sebaliknya, tak ada resepsi perceraian, sebagai pengumuman bahwa mereka sudah berpisah.
Tapi, bagaimana aturan hukumnya?
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 4 Ayat 3, berbunyi:
“Pada dasarnya pers mempunyai kemerdekaan dalam menjalankan profesinya. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Apakah wartawan konfirmasi, mendatangi rumah Sule, itu melanggar hukum? Jawabnya: Tidak ada aturan untuk itu. Kecuali, pemberitaan wartawan melanggar susila.
Akibatnya, Sule jadi serba salah. Mengusir wartawan yang mendatangi rumahnya, tidak mungkin ia lakukan. Karena ia tahu, bakal diberitakan sisi jeleknya terus-menerus.
Sebaliknya, kalau ia melayani wartawan, maka wartawan bisa ‘minta izin’ masuk rumah, untuk memastikan Natalie Holscher ada di dalam. Walaupun, tidak ada hak wartawan memaksa menggeledah.
Sehingga, Sule menjawab serba-tanggung: “Ada nggak, ya? Sudah nggak ada, kali.” Seolah-olah ia tidak tahu isi rumahnya sendiri.
Kendati, kemudian Sule mengakui, Natalie sudah pergi. “Kan, kemarin saya lagi di Bandung. Intinya gini, ini soal keluarga. Bukan konsumsi publik, ya. Bukan konsumsi publik. Jadi saya tidak bisa mengomentari. Apa pun yang terjadi, doakan yang terbaik. Itu saja. Saya tidak mau ngomong,” kata Sule, kesal.
Jadinya tidak fair. Masalah keluarga yang positif (dari perspektif narasumber) justru ia sodorkan kepada pers. Jika sebaliknya, dihindari. Padahal, sebagai public figure, sebagai panutan, ia ditonton seutuhnya oleh publik. Bukan separo.
Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik, mengatur profesionalisme kerja pers. Ada delapan item yang harus dan dilarang:
a. Menunjukkan identitas pers kepada narasumber.
b. Menghormati hak privasi (tanpa penjabaran detil)
c. Tidak menyuap. Ke pemberi petunjuk suatu kejadian.
d. Menghasilkan berita faktual dan jelas sumbernya;
e. Dilarang merekayasa hasil wawancara, atau foto.
f. Menghormati traumatik narasumber terkait tragedi.
g. Tidak melakukan plagiasi, tanpa menyebut sumber.
h. Peliputan investigasi dibolehkan, mengungkap fakta.
Dalam kasus Sule, menyangkut item: b. Tapi, kata ‘menghormati’ bukan berarti melarang memuat berita privasi narasumber. Misalnya, wartawan cukup menghormati, dengan tidak memaksa menggeledah rumah Sule.
Ternyata, Natalie Holscher sudah di rumah neneknya, Hetty Holscher, di Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
Ketika rumah itu didatangi wartawan, Natalie ada di dalam rumah. Penerima tamu neneknya, Hetty Holscher. Beda jauh dengan Sule, Hetty ternyata blak-blakan. “Ini bukan yang pertama,” katanyi.
Dijelaskan Hetty, Nathalie pergi dari rumah, dan tinggal di rumah nenek, pertama kali pada Februari 2021. “Ini kedua,” ujar Hetty.
Dari penjelasan itu, Natalie pergi dari rumah (Sule) bukan seperti pergi ke mal. Melainkan, akibat suatu peristiwa rumah tangga.
Hetty menjelaskan, ia pernah berusaha menengahi problem Sule – Natalie. Tapi, katanya, buntu.
“Buat saya, semua sudah rencana Tuhan. Kalau Tuhan tidak izinkan, maka sudah selesai,” katanyi. Dia pernah menasihati Natalie, begini: “Kalau kamu nggak mau jalanin, ya sudah. Take it, or leave it.”
Cerita Hetty ini, drama true story keluarga Sule – Natalie. Bukan gosip, bukan isu.
“Saya bilang sama Sule waktu itu, jadilah orang baik, maka kebaikan akan ikut kamu terus. Jangan jadi orang jahat. Kaya miskin itu bukan ukuran, jadi orang baik aja,” sambungnya.
Entah ada persoalan harta, atau bukan. Karena, dia menyebut ‘kaya – miskin’. Pastinya, tak ada kejahatan, meski dia menyebut ‘orang jahat’. Sebab, seumpama ada kejahatan, pasti dilapor polisi. Kecuali, kejahatan asmara: Selingkuh.
Privasi selebriti, diberitakan pers, selalu jadi gunjingan publik. Bukan pelanggaran hukum. Bisa jadi, pelanggaran etika. Tapi, etika bermakna luas.
Contoh, video porno artis. Dari sisi etika, tidak etis diberitakan. Tapi, itu faktual. Diumumkan polisi. Dalam gelar perkara di kantor polisi. Resmi.
Seumpama dalam gelar perkara video porno artis, lalu wartawan tidak hadir, atau hadir tapi tidak memuat beritanya, juga percuma. Karena, itu akan disiarkan medsos. Malah, bisa lebih ngawur dibanding pers.
So… kini tidak ada lagi privasi bagi selebriti. Sejauh, hal itu faktual. (*)