Lamer | Jakarta – Kedubes India di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, didemo FPI dan Alumni 212. Polisi membuat barikade di sana.

Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Budi Sartono memimpin pasukan pengamanan. Budi kepada wartawan mengatakan, pihaknya menyiapkan personel yang cukup.

“Jumlah personil tidak bisa disebutkan. Yang pasti kita cukup untuk melakukan pengamanan pada hari ini,” kata Budi di lokasi, Jumat (6/3/2020).

Polisi juga memasang kawat berduri di depan kantor Kedubes India. Kantor Kedubes Belanda yang bersampingan dengan Kedubes India juga dipasangi kawat berduri.

“Memang standar operasional seperti itu. Bila ada yang mengajukan izin unjuk rasa, apalagi di tempat-tempat objek vital, kita perlu membatasi dengan security barrier,” tutur Budi.

Budi memperkirakan jumlah peserta aksi mencapai 500-1.000 orang. Massa saat ini terpantau mulai berdatangan.

Massa membawa mobil komando lengkap dengan pengeras suara.

Massa juga membawa spanduk bertulisan ‘Hai Pemerintah Jangan Membisu Stop Hubungan Diplomatik dengan India’.

Mayoritas massa yang melakukan aksi tersebut mengenakan baju putih-putih dan membawa bendera tauhid.

Puluhan petugas juga sudah bersiap melakukan pengamanan. Mereka membentuk barikade di samping Kedubes India, tepatnya berada di arah Jalan Besakih.

Selain itu, kawat berduri juga sudah dipasang di depan Kedubes India.

Sejumlah kendaraan taktis seperti water canon, mobil pengurai massa (Raisa) dan Barracuda juga disiagakan di lokasi.

Situasi lalu lintas di Jalan H. Rasuna Said saat ini belum ada penutupan. Selain itu, polisi juga belum melakukan penutupan jalan dari arah Gatot Subroto menuju Jalan H. Rasuna Said.

India Terapkan Dominasi Mayoritas

Pada akhir tahun lalu, India melakukan amandemen UU kewarganegaraan. Intinya melindungi warga negara India yang beragama, selain Islam. Artinya, yang beragama Islam tidak diberi perlindungan.

Perdana Menteri India, Narendra Modi pada Minggu (22/12/2019) menegaskan:

“Undang-undang itu tidak berdampak pada 1,3 miliar masyarakat India. Dan saya harus meyakinkan warga Muslim India, bahwa undang-undang ini tidak akan mengubah apa pun bagi mereka.”

Sejak itu demo di India terus berlangsung.

Ini membuat pihak berwenang menutup layanan internet dan layanan pesan seluler. Demi mencegah penyebaran isu-isu yang membuat suasana semakin panas.

Selama protes berlangsung, lebih dari 1.500 pengunjuk rasa ditangkap di seluruh India dalam 10 hari terakhir. Sekitar 4.000 orang ditahan dan kemudian dibebaskan.

Pemerintah Narendra Modi mengatakan, bahwa UU baru ini diperlukan untuk membantu minoritas non-Muslim dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan yang melarikan diri ke India sebelum 2015 dengan memberikan mereka kewarganegaraan India.

Tetapi banyak orang India merasa bahwa UU tersebut mendiskriminasi kaum Muslim dan melanggar konstitusi sekuler negara dengan menjadikan agama syarat kewarganegaraan.

Sebelumnya pada Agustus 2019, Narendra Modi mencabut status khusus wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim.

Lalu pada November, sebuah putusan pengadilan membuka jalan bagi pembangunan sebuah kuil Hindu di lokasi sebuah masjid yang dihancurkan oleh para fanatik Hindu.

Saat ini beberapa orang mempertanyakan sikap pemerintah terhadap Muslim India, yang merupakan 14% dari populasi negara itu.

Untuk diketahui, protes terhadap UU baru ini terjadi di India, di tengah pertumbuhan ekonomi paling lambat, selama lebih dari enam tahun, meningkatnya pengangguran dan meningkatnya ketidakpuasan oleh beberapa keputusan pemerintah yang mengejutkan. (*)