Jakarta, Lampumerah.id – Pada tanggal 25/1/2024, Presiden Jokowi widodo melontarkan sebuah pernyataan ke publik yang menuai pro dan kontra. Pernyataan tersebut ialah hak presiden hingga menteri, dan kepala daerah boleh memihak dan berkampanye tapi tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
Sebagai negara demokrasi yang menganut prinsip “The End Justice for The Mind’ yang artinya segala kebijakan yang berhubungan soal Hak Asasi dan Konstitusi jika kebijakan tersebut dapat memberikan kemanfaatan dan perlindungan maka kebijakan tersebut dapat dibenarkan.
Atas dasar inilah, Presiden RI Jokowi Widodo menyatakan saat di wawancarai pers bahwa Presiden boleh memihak dan berkampanye, Baginya hal ini tidak dilarang sepanjang mengikuti aturan bahwa selama kampanye tidak menggunakan fasilitas negara, Karena Seorang Presiden tidak hanya berstatus sebagai pejabat publik, Namun juga pejabat politik.
Dengan pergejolakan sedemikian, Yogi Syahputra Alidrus selaku Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang merespon bahwa dalam ber negara, Pro dan Kontra merupakan hal yang demokrasi karena hak yang demokratis adalah Garansi dari Konstitusi. Jika kita membaca secara spesifik dalam UU 7 tahun 2017 tentang pemilu khususnya didalam pasal 299 ayat 1 bahwa “Presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye”. Sehingga dari uraian tersebut bahwa Jokowi Widodo selaku Pejabat Politik sehingga siapapun yang menjabat sebagai pejabat publik berhak untuk memihak selama Pilpres.
Di sisi lain Yogi pun mengakui bahwa pasal 299 ayat 1 UU Nomor 7 tahun 2017 ini menyatakan secara experesiv verbis bahwa Presiden berhak mempunyai hak pilih tapi penafsiran tersebut mengharuskan presiden dan juga menteri untuk mengambil cuti jika ingin berkampanye. Dan jika presiden, Menteri dan Kepala daerah mengambil cuti maka hal tersebut dapat menghambat stabilitas dari kebijakan negara itu sendiri.
Dampak yang terjadi secara leluasa pada politik kebangsaan kita hari ini bahwa pejabat negara (presiden, menteri, kepala-kepala daerah) yang aktif berkampanye dapat memengaruhi netralitas birokrasi dan memanipulasi arah pilihan pemilih, melanggar prinsip keadilan dalam pemilu kita berasaskan Luber dan Jurdil (Langsung Umum Bebas dan Rahasia, Jujur dan Adil). sebagaimana diamanatkan Pasal 22E UUD 1945.
Dengan begitu, Menurut Yogi adanya Pro dan Kontra yang terjadi di Masyarakat terkait Pernyataan Jokowi selaku Presiden RI, Yogi menyarankan bahwa masyarakat tetap damai dan tetap saling merangkul persatuan. Apalagi di pemilu tahun 2024 ini menjadi ajang untuk kita semua dalam memilih untuk menentukan massa depan bangsa. Apa yang dikatakan oleh Presiden jokowi selagi itu dapat memenuhi prinsip keadilan, kemanfaatan dan kepastian maka jalankanlah, Ini negara demokrasi siapapun berhak untuk mengkritisi nya.