Koboi Fortuner: “Mau Apa, Lo?”

Oleh: Djono W. Oesman

Pejalan kaki ditabrak motor, warga menyalahkan pemotor. Sudah lazim. Kalau motor ditabrak mobil, warga memusuhi pemobil. Ngeri… Daripada risiko dikeroyok, pemobil pilih lari. Atau todongkan pistol, seperti aksi Muhammad Farid Andika (37) di Duren Sawit, Jakarta, Jumat (31/3/21). Viral di medsos. Kini Farid ditahan Polda Metro Jaya.

Ini problem masyarakat kita. Masyarakat jalanan. Mentalitas massa jalanan, suka main hakim sendiri. Seperti rindu meninju wajah orang. Apalagi wajah pemobil, yang diidentikkan dengan orang berduit.

Ketika pemobil menabrak pemotor, fatal, dan pemotor kelihatan sangat menderita, ini situasi kritis bagi pemobil. Ia punya waktu singkat. Memutuskan, apa yang akan ia lakukan.

Pilihannya ini: Pemobil berhenti. Turun dari mobil. Menolong korban. Membawanya ke rumah sakit.

Atau ini: Cari celah supaya mobilnya tetap bisa jalan. Menghindari kerumunan massa. Akhirnya kabur.

Pemobil harus mengambil keputusan, antara 5 sampai 10 detik, sejak tabrakan. Ditimbang-timbang. Seandainya pemobil panik, pasti pilih kabur. Panik, membayangkan reaksi massa. Umpama ada – satu saja – orang memukul pemobil. Akibatnya bisa parah.

Sebaliknya, untuk menolong korban, diperlukan keberanian. Sikap tegas. Bicara lantang ke arah massa, bahwa pemobil bertanggung-jawab. Ini sinyal, bahwa jangan ada yang main hakim sendiri. “Saya tanggung jawab.” Dengan begitu, kecil kemungkinan ada perusuh memukul pemobil.

Pertanyaannya, apakah setiap pemobil mampu? Berani. Tegas. Bicara lantang. Tanggung jawab. Bagian terakhir ini-lah, yang dikalkulasi. Menyangkut uang. Harus deposit ke rumah sakit. Nilai depositnya tergantung kondisi korban. Kian parah, kian besar. Bisa Rp5 juta, hanya deposit. Nah, bagaimana jika pemobilnya cuma sopir?

Ilustrasi ini tidak berlaku di kasus Farid Andika. Setelah jadi tersangka, dan ditahan polisi, terungkap, bahwa ia Direktur Utama sekaligus co-founder perusahaan startup, Restcok.id.

Restcok adalah peer-to-peer lending platform Indonesia. Bidangnya mediator utang. Penghubung antara UMKM lembaga pemberi utang. Farid tercatat, sarjana ekonomi lulusan Universitas Indonesia, 2010 (belum terkonfirmasi dari Universitas Indonesia).

Intinya, bagi Farid seumpama ia harus deposit ke rumah sakit Rp5 juta, tak masalah.

Kronologi kasus: Jumat (31/3/21) pukul 01.00 di Jalan Kolonel Sugiono, Duren Sawit, Jakarta Timur, sepi. Farid mengendarai Toyota Fortuner lewat situ. Menabrak motor dikendarai Novia Afra Afifah (20). Belum terungkap detil tabrakan.

Novia kepada wartawan mengatakan, dia hanya kesenggol. Motor roboh, dia jatuh. “Saya bangun, saya pikir penabrak minta maaf. Eee… ia malah marah-marah,” kata Novia.

Di Jakarta, di jalanan mana pun, pukul berapa pun, pasti banyak orang. Lokasi tabrakan yang semula sepi, dalam beberapa menit, jadi ramai. Farid tidak turun mobil. Massa menyalahkan.

Langsung, Farid mengeluarkan pistol. Berteriak: “Mau apa, lo semua? Minggir…,” teriak Farid menodongkan pistol ke massa, seperti diceritakan Novia. Massa mundur. Mobil Farid pergi begitu saja.

Saat mobil jalan, ada orang teriak: “Jangan kabur. Balik, lo…” Maksudnya, elo atau kamu.

Mobil Farid putar balik. Mendekati massa lagi. Kali ini dengan jelas, mengarahkan moncong pistol ke massa: “Ngomong apa, lo… Elo tau gak, gue siapa? Gue anggota. Mau gue bunuh, lo?”

Massa takut, menyingkir. Barulah, Farid kabur dengan leluasa. Tapi, kejadian itu divideokan warga. Sampai nomor polisi mobil, jelas. Diunggah ke medsos. Viral.

Polisi dengan gampang, menangkap Farid pada esoknya. Farid ditetapkan tersangka, dan ditahan di Polda Metro.

Karakter pemobil seperti Farid ini banyak di Jakarta. Yang juga menodong massa dengan pistol.

Apakah sikap Farid itu antitesa dari sikap massa yang biasa beringas, suka main hakim sendiri? Bisa jadi. Tapi, sikap Farid adalah antitesa berlebihan. Beringas dibalas ganas.

Hasil pemeriksaan polisi, bahwa pistol Farid airsoft gun. Persis sama dengan pistol Zakiah Aini, teroris penyerang Mabes Polri, sehari sebelumnya.

Farid juga punya kartu anggota menembak: Perbakin Basis Shooting Club. Persis sama dengan milik Zakiah. Jadi, dalam dua hari, lembaga itu dicemarkan dua anggatanya.

Lagi, Sekjen PB Perbakin, Firtian Judiswandarta, dikonfirmasi wartawan. Yang, sehari sebelumnya juga dikonfirmasi wartawan soal kartu anggota Perbakin Zakiah.

Dan, lagi, Firtian menyatakan, Muhammad Farid Andika bukan anggota Perbakin. “Sudah saya teliti. Dan saya pastikan, nama itu bukan anggota Perbakin,” kata Firtian.

Firtian menyebut, KTA milik Farid itu Perbakin Basis Shooting Club. Bukan Perbakin. Maksudnya, Basis Shooting Club adalah menembak dengan airsoft gun. Sedangkan, Perbakin menembak dengan peluru tajam. Penjelasan ini, persis seperti penjelasan Firtian di kasus Zakiah.

Firtian: “Jadi, Basis Shooting Club sudah kita bubarkan sejak lama. Kalau tidak salah, tahun 2014,” kata Firman. Artinya, dulu itu bagian dari Perbakin.

Farid, si Koboi Fortuner berpistol airsoft gun. Menakuti massa, meskipun ia menabrak orang. Begitulah agresivitas masyarakat kita. Baik, massa beringas. Juga individu ganas. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru