Lamer | Jakarta – Setelah berhari-hari kata “corona” jadi topik obrolan, kini kata “lockdown” jadi buah bibir sangat banyak orang. Di kantor, restoran, warung, bahkan tukang ojek online pun seolah menganalisis lockdown.

Sampai Rabu (18/3/2020) hari ini sudah 10 negara melakukan lockdown. Terbaru, Prancis.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengumumkan bahwa negaranya akan memberlakukan lockdown selama 15 hari. Prancis tengah bergulat dengan pandemi virus corona.

Sebelumnya, Malaysia juga memutuskan melakukan lockdown selama dua pekan untuk menghentikan laju infeksi virus corona di negara tersebut.

Keputusan lockdown itu diumumkan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, Senin (16/3/2020).

Sedangkan pemberlakuan lockdown Malaysia efektif mulai Rabu (18/3/2020) hingga 31 Maret 2020.

Sejumlah negara di dunia memberlakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona. Berikut ini negara-negara yang lockdown:

Pilihan Sulit bagi Indonesia

Di Indonesia, kebijakan ini belum terpikir oleh Presiden Jokowi. Kebijakan ini memang jadi pilihan sangat sulit, karena menyangkut efeknya yang sangat luas.

Meski ada sisi positifnya, yakni pergerakan manusia bisa dikendalikan dengan harapan penularan virus corona bisa ditekan.

Namun, ada banyak aspek bisa dilihat, yaitu soal ketimpangan sosial yang akan terjadi.

Bagi kaum berduit kota atau kelas menengah atas, lockdown tak jadi persoalan karena mereka bisa mampu menimbun stok pangan di rumah dalam jumlah cukup.

Sedangkan, bagi pekerja harian, hal itu bakal sangat berat. Misalnya, ojek online, pedagang asongan, pedagang di pasar tradisional, buruh harian, dan semua yang mencari nafkah secara harian.

Hal ini menjadi perhatian dari anggota Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Tutum Rahanta, mengatakan:

Lockdown tak bisa jadi pilihan begitu saja, karena harus mempertimbangkan solusi dari dampaknya.

“Bagaimana impact-nya, bagi saudara kita yang nggak ada kerja, terutama bagi orang yang biasa mendapat rezeki dari keramaian,” kata Tutum kepada wartawan.

Menurut Tutum kebijakan lockdown harus benar-benar dipersiapkan, karena konsekuensi saat banyak orang tak bisa keluar rumah maka segala kebutuhan pokok harus tetap tersedia.

Ia mencontohkan kebijakan lockdown yang terjadi di Kota Wuhan, asal mula virus corona.

“Kalau di China dilakukan lockdown, setiap orang tak boleh keluar rumah, supermarket tetap tersedia hanya 2 hari sekali dijatah. Lalu pemerintah membuat dapur umum yang disediakan, lalu pemerintah harus beri subsidi bagi pemberi kerja saat lockdown terjadi. Apakah kita tak mampu? tak mampu,” kata Tutum.

Secara umum lockdown adalah bisa didefinisikan sebagai pembatasan akses dari dan ke suatu wilayah atau bisa juga pembatasan aktivitas orang sehari-hari.

Semua ini bergantung dari seberapa genting dan kebijakan pemerintah masing-masing.

Saat ini wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) menjadi wilayah episentrum COVID-19 dan berpotensi terkena lockdown.

Jika opsi tersebut dipilih oleh pemerintah, maka lebih dari 10 juta warga Jabodetabek akan diisolasi.

Akses dari dan ke Jabodetabek akan sangat dibatasi. Kalau lockdown total, maka askes benar-benar akan ditutup.

Indonesia Sudah Semi-lockdown

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan:

Secara tidak langsung, Indonesia terutama Jakarta sudah menerapkan semi lockdown. Mengingat sejumlah pekerjaan dan kegiatan belajar dilakukan dari rumah.

“Sebenarnya sekarang sudah lockdown di jalanan kan sudah menyepi, lalu lintas setengahnya lah dari biasanya. PNS, sekolah juga sudah diliburkan, tempat wisata ditutup jadi sudah semi lockdown,” kata David kepada wartawan, Selasa (17/3/2020).

Menurutnya, kebijakan melakukan semi lockdown cukup sebagai antisipasi penyebaran virus corona sambil melihat perkembangan yang terjadi. Dengan begitu bisa menjaga ketersediaan rumah sakit agar tercukupi.

“Menurut saya, semi lockdown sudah cukup bagus menghindari penyebaran (virus corona) sehingga infrastruktur rumah sakit kita sanggup menangani,” terangnya.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyatakan:

Keputusan lockdown bukanlah hal yang mudah mengingat harus ada berbagai persiapan yang dilakukan pemerintah.

“Lockdown itu harus dengan pertimbangan yang sangat matang. Benar-benar detail bukan asal kebijakan,” sebutnya.

Untuk kondisi sekarang, ia mengajak masyarakat agar mematuhi arahan dari pemerintah untuk mengurangi aktivitas di luar dan mengurangi kontak secara fisik.

“Kita tidak ingin lockdown, yang bisa kita lakukan sekarang ini adalah isolasi secara terbatas. Tapi ini harus diikuti dengan benar-benar kedisiplinan masyarakat karena sebenarnya virus corona ini bukan masalah mematikan atau tidak, tapi lebih kepada virus ini sangat cepat menular, itu yang berbahaya,” ujarnya. (*)