Lamer | Jakarta – Masyarakat benar-benar terpaksa membandingkan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dengan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sebab, kebijakan mereka bertolak-belakang.
Terbaru, RTH (Ruang Terbuka Hijau) Muara Karang, Jakarta Utara, diubah jadi sentra bisnis kuliner oleh Anies Baswedan.
Rencana pembangunan lokasi bisnis sentra kuliner di Muara Karang, Jakarta Utara, diprotes Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta.
Sebab, daerah itu adalah daerah ruang terbuka hijau (RTH). Paru paru kota. Yang dulu lahannya dibebaskan Ahok saat jadi Gubernur DKI Jakarta.
Ketua Fraksi PDIP DKI Jakarta, Gembong Warsono, Saat dihubungi wartawan, Selasa (4/2/2020) mengatakan:
“Itu lahan pinggir kali. Ceritanya kali-tanah kosong-jalan-perumahan. Setelah kali, ada tanah kosong. Dulu, tanah kosong dipakai masyarakat untuk jual tanaman, era Ahok relokasi, bersihkan mau jadi RTH.”
Namun, setelah dibebaskan oleh Ahok, di akhir masa jabatannya, pembangunan RTH tidak dilakukan oleh Gubernur Anies Baswedan.
Malahan, terjadi pembangunan proyek sentra bisnis di lokasi tersebut.
“RTH itu, oleh JakPro dikerjasamakan dengan pihak ketiga untuk dibangun area bisnis. Rencananya, kuliner dan dijualbelikan,” ucap Gembong.
Kuliner yang dimaksud bukanlah sentra atau pusat pedagang kaki lima (PKL). Gembong, mengaku masih maklum kalau untuk PKL.
Artinya, Anies Baswedan membangun sentra kuliner bukan untuk pengusaha kecil atau PKL, melainkan sentra bisnis murni.
“Bukan PKL, bukan kelas itu, orang per meter dijual Rp 60 juta. Bukan PKL, kalau PKL rada mendingan. Brosur ada Rp 24 juta, termahal Rp 60 juta per meter persegi,” kata Gembong.
Saat kunjungan ke lapangan pada Senin (3/2/2020), di lokasi terpampang pengumuman proyek.
Menurut Gembong, di pengumuman itu, proyek sudah memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).
“Sudah ada IMB-nya. Luar biasa, saya terkagum-kagum ada IMB. Di RTH ada IMB nya. Plang IMB ada,” kata Gembong.
Menurut Gembong, proyek itu sempat dihentikan tahun 2018.
Pemprov DKI Membandel
Gembong meminta agar proyek ini dipastikan berhenti. Lalu dikembalikan ke fungsi RTH.
“Sudah dua kali datang. Izin 2018, 2018 kita datang sama Ketua DPRD stop, minta berhenti, eh sekarang mulai lagi,” kata Gembong.
“Saya minta, wali kota saya telpon, saya tanya, ‘Ini apa?’ ‘RTH pak,’ Ya sudah kita minta kembalikan ke fungsinya saja lah. Fungsi RTH, ya sudah,” ujar Gembong.
Gembong juga secara khusus menyorot Gubernur DKI Anies Baswedan.
Menurut Gembong, Anies seharusnya melakukan pengawasan menyeluruh sehingga lahan untuk RTH, tidak dijadikan lahan bisnis.
“Kalau Gubernur nggak ngawasin, apa kerjanya?” kata Gembong. (*)