Jakarta |lampumerah.id
Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga antirasuah yang berdiri pada awal era Reformasi bergulir di negeri ini dan bertagline Jujur itu Hebat,namun ironisnya ungkapan tersebut, kini nampaknya mulai mengusik nalar masyarakat, ketika diperoleh informasi adanya kinerja maupun perilaku dari para Komisioner lembaga ini.
Dalam kurun waktu sepanjang tahun 2021 ini mengundang kontroversi dan bahkan tanpa disadari memunculkan polemik di ruang public yang sedang bermimpi terbebaskannya negeri ini dari perilaku koruptif, kolusi, nepotisme, suap, money politik maupun berbagai tindakan yang dapat mewujudkan ungkapan Jujur itu Hebat.
Situasi yang ironis tersebut, mendapat tanggapan dari
Rudy Darmawanto, SH, Ketua Poros Rawamangun, saat dihubungi melalui sambungan telephon 6/12/2021 malam di Jakarta, ia mengatakan” saat ini keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi beserta komisioner dan jajarannya, memang tak terlepas dari sorotan masyarakat, bukan hanya disorot sisi kinerja saja atau kebijakannya, akan tetapi di sisi lain masyarakat juga menyoroti dari mulai perilaku, gaya hidup hingga bahkan sampai pada keberadaan harta kekayaan yang mereka miliki maupun simpanannya.”terangnya
“Ya, konsekuensi dari seorang yang dipilih dan diberi amanat untuk membersihkan Negeri ini dari praktek korupsi, sudah semestinya dan bahkan wajib hukumnya, mereka harus bersikap jujur, bersih, akuntabel, itu semua juga diatur dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2019 Tentang Perubahan kedua atas undang-undang No 30 Th 2002 tentang KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI”ungkapnya.
Menurutnya pada pasal 29 ayat Fdan G Undang-undang Republik Indonesia No 18Th 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang no 30 TH 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan tentang persyaratan sebagai pimpinan KPK, adapun di ayat F disebutkan tidak boleh melakukan perbuatan tercela, sedangkan di ayat G menyebutkan syarat pimpinan KPK tentang cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik.
“Nah, sekarang persoalannya adalah ketika ada salah seorang komisioner sebut saja Nurul Ghufron sebagai Wakil Ketua KPK, yang berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diunggahnya, Ghufron diketahui pertama kali melapor harta ke KPK pada 2015 dengan kekayaan senilai Rp712.574.000. Saat itu ia masih berproesi sebaga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Jawa Timur, namun ternyata diperoleh informasi Ghufron terakhir melaporkan LHKPN pada 23 April 2018. Total harta kekayaannya sebesar Rp 1.832.777.249, sedangkan pada tahun 2020 ia memiliki harta kekayaan senilai Rp13.489.250.570, sehingga terjadi peningkatan senilai Rp12,7 miliar dari data tahun 2015,yang menjadi pertanyaan dan menimbulkan rasa heran kami dan juga masyarakat, ketika harta kekayaan sdr Nurul Ghufron sebagai Wakil Ketua KPK ini, dalam waktu yang relatif tidak lama, bahkan saat ia berada di KPK, terindikasi memiliki harta yang meroket setelah setahun menjabat sebagai pimpinan KPK, ”sambungnya
Rudy juga mengatakan bahwa dirinya memperoleh informasi, Yang kemudian bisa menimbulkan rasa kecurigaan yakni ternyata sdr Nurul Gufron ini, memiliki 70 kamar kos berarti 70 jt per-bulan, padahal selama masa pandemi covid-19, kondisi bisnis kosan sepi, kenapa bisa naik drastis dari 700 juta menjadi 12 miliar..? namun, Ghufron mengakui bahwa kenaikan tersebut tak hanya berasal dari gajinya sebagai Wakil Ketua KPK, tapi juga ia memiliki aset yang kebanyakan properti tanah dan bangunan yang dibelinya dari lelang negara, hal ini sesuai keterangan Ghufron ke sebuah media, Jumat (3/12/2021), ia juga menjelaskan bahwa membeli aset-aset tersebut dengan harga yang cenderung murah. Setelah dibeli, aset tersebut ada yang ia jadikan usaha kos-kosan atau dijual kembali setelah direnovasi, selain itu, dari keterangan Gufron Dalam pelaporan LHKPN bukan sebagai harga pasar rumah, namun ia laporkan sebagai rumah kos yang nilainya bisa menjadi dua kali lipat dari harga belinya, ia juga punya usaha kolam pancing luasnya lebih dari 1 hektare untuk usaha ini di masa COVID-19 masih bertahan sehingga kenaikan LHKPN tersebut lebih krn penyesuaian nilai harta dari masa perolehan dengan saat sekarang ketika ia laporkan dalam LHKPN.
“ya, itu kan keterangan pengakuan dari sdr Gufron, yang belum diketahui secara komprehensif asal usul bertambahnya harta kekayaan yang dimilikinya, karena tidak ada auditor yang memeriksa asal usul perolehan penambahan harta kekayaannya selama setahun ia menjabat sebagai Wakil Ketua KPK”tugasnya.
Lebih lanjut Rudy mengatakan bahwa di masa pandemik covid-19 ini, ketika rakyat mengalami kesulitan hidup karena terdampak pada penyebaran virus corona yang mematikan itu, namun muncul sebuah fenomena adanya sinyalemen bertambahnya harta kekayaan dari seorang pimpinan Lembaga Antirasuah, hal ini menggambarkan suatu Prilaku yang tidak sepatutnya dilakukan oleh komisioner KPK,
“Sehingga sudah seharusnya Dewas KPK bukan hanya mengawasi kinerja dari sdr Nurul Gufron melainkan juga meminta bantuan auditor untuk memeriksa nilai kekayaan sdr Nurul Gufron yang melejit di dalam kurun waktu satu tahun masa pandemik covid-19 ini, dan setahun ia menjadi Wakil Ketua KPK, menurut kami bukan sdr Nurul Gufron yang mesti diaudit harta kekayaannya, tapi juga semua komisioner KPK beserta jajarannya termasuk juga para penyidik.”pungkas Rudy Darmawanto, SH.