Bekasi Kota | Lampumerah.id – Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menanggapi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh warga penghuni lahan eks PT. Tapos, Kecamatan Jatisampurna. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk tuntutan warga terhadap kejelasan status lahan yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun.
Dalam pernyataannya, Tri menilai bahwa menyampaikan aspirasi merupakan bagian dari hak demokratis yang dijamin konstitusi. Namun demikian, ia menekankan bahwa dalam konteks kepemilikan aset negara, seluruh proses dan tindakan harus tetap berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Unjuk rasa adalah hak setiap warga negara, namun harus tetap berada dalam koridor hukum. Terlebih jika yang dipersoalkan adalah legalitas tanah yang merupakan aset pemerintah,” ujar Tri Adhianto saat ditemui usai acara serah terima aset Perumda Tirta Bhagasasi di Pendopo Wali Kota Bekasi, Selasa (22/07/2025).
Tri menjelaskan bahwa apabila lahan tersebut benar merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten Bekasi dan pengelolaannya telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Bekasi, maka pihaknya berkewajiban untuk menjaga dan mengamankan aset tersebut sesuai dengan mandat yang diberikan.
“Kalau memang itu tanah milik kabupaten dan kami diberikan mandat untuk menanganinya, maka kami akan melaksanakannya sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Lebih lanjut, Tri menyoroti fakta bahwa lamanya warga menempati lahan tersebut tidak serta-merta menjadikan mereka sebagai pemilik sah. Ia menyebutkan bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk kembali memanfaatkan lahan negara demi kepentingan strategis, sesuai perencanaan yang telah ditetapkan.
Selain itu, Tri menekankan pentingnya pengelolaan aset daerah yang tertib, transparan, dan akuntabel. Ia menyatakan bahwa seluruh aset pemerintah harus memiliki nilai guna sosial maupun ekonomi, serta berada dalam pengawasan lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Inspektorat.
Terkait wacana pemberian kompensasi kepada warga yang telah menempati lahan, Tri menegaskan bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.
“Selama belum ada aturan yang memungkinkan pemberian kompensasi, pemerintah tidak dapat bertindak di luar ketentuan hukum,” katanya.
Sebagaimana diketahui, lahan eks PT. Tapos yang kini disengketakan terdiri atas dua bidang Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 03 dan 04, dengan total luas kurang lebih 7,7 hektare. SHP Nomor 03 diterbitkan pada 6 Desember 1999 atas nama Pemerintah Kabupaten Bekasi, dan hingga kini status hukumnya masih menjadi perdebatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, Hak Pakai atas Tanah Negara memiliki masa berlaku maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang atau diperbarui jika memenuhi syarat. Dalam aturan sebelumnya, yaitu PP Nomor 40 Tahun 1996, masa hak pakai hanya diberikan selama 25 tahun.
Saat ini, status hukum dan rencana pemanfaatan lahan eks PT. Tapos masih menjadi perhatian serius dari pemerintah dan sejumlah lembaga pengawasan.
(Sule)