Jakarta | lampumerah.id – Data Sertifikat Vaksin Covid-19 Presiden Joko Widodo bocor, hal ini membuat masyarakat Indonesia menghkawatirkan keamanan yang ada.
Masyarakat Indonesia mengkhawatirkan keamanan data medis pribadi mereka pada Sabtu 4 September 2021, setelah sertifikat vaksin Covid-19 Presiden Joko Widodo bocor dan aplikasi uji besar juga muncul dikompromikan.
Indonesia memiliki catatan keamanan siber yang lemah, dengan literasi online yang buruk dan sering terjadi kebocoran sebelumnya.
Sertifikat vaksin Jokowi yang beredar online, menunjukkan nomor ID yang disensor dan waktu vaksinasi dan dibocorkan oleh pengguna yang menemukan datanya di aplikasi pemantauan vaksin resmi PeduliLindungi, kata pemerintah.
“Beberapa orang telah mengakses sertifikat vaksin Pak Joko Widodo dengan menggunakan fitur cek vaksin yang tersedia di PeduliLindungi,” kata keterangan resmi, Jumat.
Ageng Wibowo, 39, yang berbasis di Jakarta, mengatakan bahwa kebocoran itu membuatnya gugup dan menyerukan undang-undang keamanan siber yang lebih keras.
“Kalau seorang presiden bisa membocorkan datanya bagaimana dengan saya yang hanya orang biasa?,” tambahnya.
Namun, pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika membantah dan mengatakan bahwa data Jokowi diakses melalui situs web Komisi Pemilihan Umum.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pihak berwenang telah memblokir akses ke data pejabat publik setelah pelanggaran tersebut.
Pejabat menambahkan bahwa mereka bekerja untuk meningkatkan keamanan data pengguna PeduliLindungi.
Kebocoran itu terjadi hanya beberapa hari setelah peneliti penyedia enkripsi vpnMentor mengungkapkan bahwa data 1,3 juta pengguna aplikasi uji dan lacak pemerintah telah disusupi.
Informasi yang bocor termasuk data pengguna dan hasil tes Covid-19, kata para peneliti.
“Pelanggaran data lebih sering terjadi di Indonesia karena penetrasi digital yang sangat tinggi di Indonesia yang sayangnya tidak diikuti dengan kesadaran digital yang baik dari mereka yang mengelola data tersebut,” kata analis keamanan siber Alfons Tanujaya di Jakarta.
Orang-orang juga mengungkapkan kemarahan mereka secara online, dengan satu pengguna men-tweet “Berapa banyak lagi kasus besar yang kita perlukan untuk menunjukkan bahwa TI dan manajemen data di negara kita gagal?”
Pada Mei lalu, data lebih dari 200 juta peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disinyalir dibocorkan oleh peretas.