Jakarta |lampumerah.id

Duka kembali menyelimuti sepak bola Indonesia. Kerusuhan terjadi di stadion Kanjuruhan, Malang, 130 orang tewas dalam kerusuhan usai laga Arema FC vs Persebaya yang digelar di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (1/10/2022) kemaren, bukan hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban baik yang meninggal dunia maupun yang mengalami luka-luka berat, melainkan juga mencengangkan masyarakat Indonesia, dan bahkan dunia International .

Insiden tersebut, telah mencatatkan diri sebagai peristiwa yang sangat tragis dengan jumlah korban terbanyak. Kericuhan tak terelakkan di stadion yang menjadi markas Arema FC itu. Aremania turun ke lapangan setelah tim kesayangan mereka kalah dari rival bebuyutannya, Situasi yang tidak kondusif memaksa petugas keamanan untuk bertindak. Alhasil, kericuhan dan kepanikan terjadi, terutama di area tribune Stadion Kanjuruhan, banyak korban yang berjatuhan, baik karena sesak napas karena menghirup gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian untuk menghalau massa maupun karena terinjak-injak oleh munculnya kepanikan dari mereka yang terkena gas air mata, sedangkan setiap ruang hingga pintu keluar stadion, banyak korban yang tergeletak, dan beberapa di antaranya tidak lagi bernapas .

Minimnya ketersediaan air buat membasuh muka memperparah keadaan.
Peristiwa kerusuhan di stadion kanjuruhan inipun, mendapatkan tanggapan dari berbagai kalangan, bukan hanya saja dari kalangan nitizen, melainkan juga mendapat tanggapan dari Rudy Darmawanto, SH pengamat Olahraga kepada wartawan, ia mengatakan dirinya menyesalkan atas terjadinya insiden kerusuhan tersebut,” ya banyak korban dari kerusuhan itu yang mestinya tidak perlu terjadi jika semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pertandingan Arema FC –Persebaya, dapat melakukan antisipasi terhadap kemungkinan apa saja yang bakal terjadi .”terangnya.

” setiap penyelenggaraan pertandingan sepak bola yang dihadiri ribuan supporter tentunya memiliki fanatisme dukungan terhadap team kesayangannya sehingga hal ini rawan tersulutnya emosi yang tak terkendali dan bisa memicu kerusuhan, akan tetapi kerusuhan inipun dapat dicegah oleh aparat keamanan, namun Sayangnya, seringkali petugas kepolisian, TNI, dan steward yang ada kalah jumlah dari para supporter, sehingga tak sanggup mengendalikan keadaan,”sambungnya.

“Sehingga tembakan gas air mata pun jadi opsi yang diambil, inilah yang terjadi dalam setiap kali pertandingan sepak bola, dan dari informasi yang didapatnya, kondisi tersebut terjadi pada timbulnya kerusuhan di stadion Kanjuruhan.”

“Inilah realitas kelam management penyelenggaraan pertandingan sepak bola di negeri ini, yang seharusnya ada perbaikan dari waktu ke waktu, namun nyatanya terjadi pembiaran tanpa perubahan dan perbaikan, sehingga semakin menambah terjadinya tragedy yang mengorbankan rakyat”ungkap nya yang juga Direktur Indonesia Sport Corruption Watch

Menurut nya pertandingan sepak bola itu menjadi pertandingan olah raga mengembirakan sebagai olahraga rakyat, dan juga menghibur semua pihak, karena itu penyelenggaraan pertandingan sepakbola harus mematuhi statuta FIFA, terutama dalam hal pengamanan jalannya pertandingan, baik terhadap pemain maupun penonton, Dalam aturan FIFA terkait pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Saferty dan Security Regulations), penggunaan gas air mata nyatanya tidak diperbolehkan, Lebih tepatnya tertulis di pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan. “No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used (senjata api atau ‘gas pengendali massa’ tidak boleh dibawa atau digunakan).

“Jika mengacu pasal 19 b tersebut, pihak keamanan laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan melanggar aturan FIFA, dan ini artinya Tragedi malang harus diusut tuntas PSSI harus bertanggung jawab, Menpora harus bertanggung jawab dan terpenting pihak keamanan yang menyediakan maupun memerintahkan penembakan gas air mata ke arah supporter, juga harus diusut serta bertanggungjawab.”tegasnya.

Rudy pun berharap harus ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi pidana bagi penyelenggara pertandingan olahraga apapun termasuk sepakbola, yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

“Sekali lagi saya sampaikan turut berdukacita sedalam-dalamnya kepada korban meninggal dunia, semoga arwahnya di terima Allah SWT dan juga turut prihatin atas korban luka-luka dalam tragedy berdarah di stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, Saya menduga adanya pelanggaran Statuta FIFA dalam penanganan kekisruhan tersebut, karena itu harus diusut dan Menpora dan PSSI harus bertanggungjawab ”pungkas saat memberi tanggapan melalui media selular.(2/10).