Lamer | Jakarta – Pemerintah Taiwan melalui Taipei Economic and Trade Office (TETO) menyatakan prihatin terhadap anggapan dunia yang terpengaruh propaganda China, yakni “Prinsip Satu China”. Ini terkait virus Corona.

Beberapa negara cenderung terpengaruh “Prinsip Satu China”, yang sudah ditolak Taiwan. Sehingga dalam kasus penyebaran virus Corona, Tawina merasa dirugikan.

Pernyataan pers yang diterima Lamer dari TETO, Rabu (12/2/2020) menyatakan demikian:

“Prinsip Satu China” yang tidak masuk akal telah menyebabkan kesusahan besar bagi pemerintah dan rakyat Taiwan, dan bahkan lebih tidak kondusif untuk memerangi epidemi virus Corona.

Wabah virus Corona di Wuhan, China, yang awalnya disembunyikan oleh pemerintah China akhirnya berdampak pada dunia.

Taiwan yang bukan merupakan bagian dari China, tetapi secara geografis paling dekat dengan China daratan, ikut menanggung beban terjangkit virus.

Sampai kini, sudah 18 kasus Corona yang dikonfirmasi di Taiwan. Namun karena standar medis Taiwan berkelas dunia, tindakan pencegahan epidemi sangat sukses.

Saat ini, tidak ada komunitas wabah infeksi yang terjadi di Taiwan, dan tidak ada kasus yang dikonfirmasi telah meninggal.

Jumlah kasus yang dikonfirmasi juga lebih rendah dari 49 kasus di Hong Kong, 47 kasus di Singapura, 33 kasus di Thailand, 28 kasus di Jepang, dan 28 kasus di Korea Selatan.

Tetapi di saat Taiwan mengerahkan seluruh kekuatan terbaik mencegah epidemi, di saat yang sama Taiwan juga harus melawan ” Prinsip Satu China” yang tidak masuk akal.

China mengklaim bahwa Taiwan adalah bagian dari China berdasarkan “Prinsip Satu China”. Itu fiksi alias tidak nyata.

Upaya internasionalnya yang kuat telah membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan Taiwan ke dalam “wilayah epidemi China”. Ini tidak fair.

Beberapa negara seperti Italia dan Filipina juga bertindak secara tidak masuk akal. Antara lain, mengabaikan pencapaian anti-epidemi prestasi Taiwan.

Menerapkan “Prinsip Satu China” dan pemahaman yang salah dari WHO.

Menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayah epidemi China.

Menghentikan penerbangan dengan Taiwan.

Dan, melarang orang Taiwan memasuki negara bersangkutan.

Tindakan gegabah ini mengabaikan fakta bahwa Taiwan adalah wilayah epidemi non-China.

Tindakan menyamakan Taiwan dengan China, sangat menyusahkan rakyat Taiwan dan pemerintah, dan telah mempengaruhi hak-hak rakyat Taiwan dan bahkan warga negara lain di Taiwan (termasuk hampir 500.000 orang Indonesia yang tinggal dan yang melakukan hubungan antara Taiwan-Indonesia di Taiwan).

Kami ingin menekankan dengan serius:

“Prinsip Satu China” dari China ini adalah murni klaim politik ilusi. Sama sekali tidak realistis.

Presiden China, Xi Jinping jika mau ke Taiwan, tetap harus ada izin dari pemerintah Taiwan.

Standar medis Taiwan jauh lebih tinggi daripada China. Taiwan bukan bagian dari China, Taiwan bukan wilayah epidemi China, langkah-langkah pencegahan epidemi Taiwan cukup berhasil.

Italia dan Filipina mengikuti pemahaman yang salah dari WHO yang menyamakan Taiwan dengan China.

Sehingga membatasi langkah-langkah interaksi dengan warga Taiwan, adalah sebuah kesalahan besar.

Lebih jauh lagi, menurut laporan situs basis global NUMBEO mengenai Health care index by Country, Taiwan menempati peringkat pertama di dunia tahun lalu dan tahun ini. di bawah ilusi “Prinsip Satu China”,

Taiwan tidak dapat menjadi anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau bahkan sebagai pengamat.

Bukankah sangat ironi bahwa Taiwan sebagai contoh teladan sistem kesehatan global, tidak dapat menjadi anggota WHO?

Kami terutama ingin menekankan bahwa:

Langkah-langkah pencegahan epidemi Corona di Taiwan cukup berhasil, tidak ada infeksi komunitas, dan kasus yang dikonfirmasi relatif sedikit. Jauh lebih unggul daripada China dan negara-negara tetangga lainnya.

Taiwan bukan bagian dari China, dan juga bukan termasuk wilayah epidemi China.

Kami mendesak semua negara di dunia menolak data yang salah dari WHO yang memasukkan epidemi Taiwan ke dalam epidemi Tiongkok.

Tidak mengutip informasi pembagian wilayah negara yang salah dari WHO, dan mengambil tindakan yang tidak masuk akal untuk menghentikan penerbangan dengan Taiwan dan membatasi masuknya warga Taiwan. (*)