Jakarta I Lampumerah.id – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, pengadaan barang dan jasa di BNPB dilakukan secara transparan dan akuntabel. Sejak memimpin BNPB juga dibentuk tim yang melibatkan unsur pengawasan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai bagian dari transparansi proyek.
Penerapan metode transparansi harus melalui persetujuan unsur deputi dalam setiap kebijakan pengadaan barang dan jasa. “Tujuan saya memproteksi diri dan lembaga. Sebab, mana mungkin saya bisa mengawasi semua?” jelas Doni sebagaimana dikutip dari Tenaga Ahli BNPB Egy Massadiah saat wawancara dengan Tempo di kantornya, Minggu, (14/3/21) kemarin.
Penjelasan Doni sekaligus mengklarifikasi pemberitaan Tempo edisi minggu ini, didampingi tenaga ahli Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, H.M. Nasser. Sebagaimana diberitakan Tempo bersama Klub Jurnalis Investigasi dan Indonesia Corruption Watch (ICW) ihwal investigasi pengadaan alat tes Covid-19.
Dalam pemberitaan disebut-sebut puluhan rumah sakit mengembalikan ratusan ribu alat tes dari BNPB dan BPKP menemukan selisih ratusan ribu reagen yang terdistribusi senilai Rp 40 miliar, terhitung hingga Agustus 2020. Sementara ICW menemukan dugaan potensi kerugian negara sekitar Rp 170 miliar.
Nasser pun menjelaskan ihwal pengadaan reagen. Bahwa sejak kasus Covid-19 pertama terdeteksi, sebulan setelahnya, pemerintah belum menemukan alat testing virus dan baru mendapat 10 ribu alat tes reagen. Jumlah yang terbatas dan hanya cukup untuk beberapa hari ke depan. Sehingga Nasser mendatangi kantor BNPB pada 13 April 2020.
“Saat itu Kepala BNPB Doni Monardo sedang rapat menyusun rencana pengadaan alat tes Covid-19 secara massal. Dalam rapat tersebut, saya diminta memaparkan sejumlah langkah. Sebagai saran, saya menyampaikan, pertama, agar pemerintah membeli reagen karena Kementerian Kesehatan sama sekali belum membelinya. Kedua, memperbanyak laboratorium uji covid 19,” terang Nasser.
Lalu, lanjut Nasser, saat itu, ada seorang pengusaha menawarkan reagen test dengan harga Rp 728 ribu setiap produknya. Karena dinilai sangat mahal, hingga datanglah reagen Sansure produk China sumbangan dari PT Unilever sebanyak 25 ribu. Sementara PT Mastindo Mulia menyumbang sebanyak 50 ribu test kit.
Melalui seorang sejawat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, diperoleh informasi bahwa test kit reagen efektif mendeteksi virus corona. Reagen juga memiliki tingkat stabilitas dan sensitivitas yang baik. Informasi dinilai sahih, Nasser pun meminta pendapat sejawatnya ihwal perusahaan yang bisa mendatangkan reagen.
Dari seorang rekannya Nasser mendapatkan nama Budiyanto A. Gani, pemilik PT Trimitra Wisesa Abadi. Setelah alat tes didatangkan, pada Mei, dengan harga ditentukan BPKP, BNPB mendistribusikan reagen tersebut kepada 88 laboratorium di 31 provinsi.
Namun, sejumlah laboratorium tidak dapat mengerjakan alat tes tersebut karena persoalan metode pengerjaan. Disimpulkan RNA kering dan basah tidak dapat dikombinasikan dengan baik. “Maka, BNPB dan BPKP memutuskan menarik reagen yang tidak dapat digunakan pada tanggal 13 Agustus untuk didistribusikan pada laboratorium yang cocok. Redistribusi itu dilakukan hingga stok Sansure habis,” kata Nasser.
Sementara itu, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan jika lembaganya hanya ketiban tanggung jawab pengadaan reagen lantaran Kementerian Kesehatan belum sanggup mendatangkan alat tes dalam waktu singkat.
“Sehingga pada 2021 ini kami ingin mengembalikan tugas dan tanggung jawab ini ke Kementerian Kesehatan. Tapi testing juga belum siap,” kata Wiku.
Nah, belakangan menyebar berita opini seolah-olah pengadaan reagen Sansure serta pendistribusiannya sebagai sebuah kekeliruan yang mengakibatkan kerugian negara. dr Naser selaku anggota Dewan Pakar Satgas Covid-19 menyatakan tahu persis duduk permasalahan yang diberitakan Tempo dan memberikan klarifikasinya.
“Bahwa sebagai pejabat pengguna anggaran, Doni Monardo tidak pernah mengambil keputusan terkait pengadaan barang dan jasa. Ia menyerahkan semuanya kepada tim, termasuk di dalamnya ada institusi BPKP, dan institusi penegak hukum, seperti Bareskrim Polri, KPK, bahkan ICW dan kalangan pers,” pungkasnya. (esa)