SURABAYA l Lampumerah.id — BPJS Kesehatan Cabang Surabaya kembali menggelar forum silaturahmi bertajuk “Cangkruk Bareng Media” bersama awak media dan perwakilan fasilitas kesehatan di Kota Surabaya, Jumat (20/6/2025). Dalam forum yang berlangsung di Boncafe Raya Gubeng itu, berbagai isu strategis terkait pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dibahas secara terbuka dan hangat.

Salah satu topik yang mencuat dan menarik perhatian publik adalah beredarnya informasi mengenai 144 jenis diagnosis penyakit yang dikabarkan tidak lagi ditanggung oleh BPJS Kesehatan—termasuk di antaranya penyakit demam berdarah dengue (DBD).

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya, Hernina Agustin Arifin, dengan tegas membantah kabar tersebut dan menyebutnya sebagai informasi yang tidak sepenuhnya benar.

“Kami tetap menanggung layanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegas Hernina.

Ia menjelaskan bahwa prinsip dasar penjaminan dalam sistem JKN tetap berpegang pada tiga aspek utama, yakni:
Kesesuaian dengan kebutuhan dasar medis dan peraturan perundang-undangan, Kelayakan berdasarkan indikasi medis, baik untuk rawat jalan, rawat inap, maupun keadaan gawat darurat, Tidak terindikasi adanya potensi fraud atau penyalahgunaan klaim

Sebagai contoh, lanjut Hernina, jika diagnosis medis yang tercatat hanya mencantumkan istilah umum seperti “panas” tanpa keterangan tambahan yang mengarah pada diagnosis medis yang sahih, maka klaim layanan bisa saja tidak dibayarkan karena tidak memenuhi prinsip tersebut.

Dalam paparannya, Hernina juga mengungkapkan capaian positif di wilayah Surabaya. Hingga 1 Juni 2025, cakupan kepesertaan JKN telah mencapai 99,08% dari total penduduk Surabaya yang berjumlah 3.180.022 jiwa. Namun demikian, masih terdapat pekerjaan rumah besar: hanya 81,98% peserta yang tercatat memiliki status kepesertaan aktif.

“Artinya, masih ada sekitar 500 ribu warga Surabaya yang kartunya tidak aktif,” jelas Hernina.

Ia menambahkan, segmen dengan tingkat keaktifan tertinggi adalah pekerja penerima upah (PPU) dari instansi pemerintah, dengan tingkat keaktifan mencapai 92,34%.

BPJS Kesehatan menegaskan komitmennya dalam memastikan pelayanan kesehatan yang adil dan setara bagi seluruh peserta JKN. Untuk mendukung hal ini, berbagai inovasi layanan telah dikembangkan.

Di antaranya adalah implementasi antrean online, serta pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identitas tunggal peserta. Inovasi ini diharapkan dapat mempercepat proses layanan dan menghindari diskriminasi antara peserta JKN dan pasien umum.

“Masyarakat berharap tidak ada perlakuan berbeda antara pasien umum dan peserta JKN. Kami berkomitmen memastikan kualitas pelayanan yang setara,” ujar Hernina.

BPJS Kesehatan Cabang Surabaya saat ini telah bermitra dengan:

  • 234 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
  • 61 Rumah sakit dan klinik utama sebagai fasilitas rujukan tingkat lanjutan
  • 120 Fasilitas pendukung lainnya, seperti apotek, laboratorium, dan optik

Dalam kurun waktu Januari hingga April 2025, total klaim layanan yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada mitra fasilitas kesehatan di Surabaya mencapai Rp 1,7 triliun. Dana tersebut mencakup layanan peserta dari Surabaya maupun dari daerah lain yang berobat di fasilitas kesehatan wilayah ini.

Hernina juga menegaskan bahwa tugas BPJS Kesehatan adalah sebagai pelaksana operasional jaminan sosial berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Tugas utama BPJS Kesehatan meliputi:

  • Pendaftaran dan pengelolaan data peserta
  • Pengumpulan iuran dan pengelolaan dana jaminan sosial
  • Pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan
  • Penyampaian informasi program JKN kepada masyarakat

Sementara itu, regulasi teknis dan kebijakan yang berlaku dalam pelaksanaan program JKN merupakan kewenangan dari kementerian dan lembaga negara terkait seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan.

Menutup forum “Cangkruk Bareng Media”, Hernina menyerukan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat implementasi sistem JKN yang lebih adil dan efisien.

“Kami terus memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, asosiasi profesi, akademisi, dan tim kendali mutu-kendali biaya (TKMKB), agar sistem JKN bisa berjalan lebih efektif, efisien, dan merata untuk seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya.

Acara ini tidak hanya menjadi ruang klarifikasi isu, tapi juga mempererat hubungan antara BPJS Kesehatan dengan media dan stakeholder kesehatan lainnya, demi pelayanan kesehatan yang lebih inklusif di masa depan.(vin)