SURABAYA l Lampumerah.id – Fenomena berkurangnya kuota calon peserta didik baru (PPDB) hampir setiap tahun menjadi persoalan klasik di Jawa Timur. Ketua Fraksi PKS DPRD Jatim, Lilik Hendarwati, menilai masalah ini muncul karena mayoritas masyarakat masih beranggapan sekolah negeri adalah satu-satunya jalan menuju kesuksesan anak.
“Kesuksesan anak tidak hanya ditentukan dari bisa atau tidaknya masuk sekolah negeri. Baik negeri maupun swasta sama-sama bisa mencetak anak hebat. Yang jadi masalah adalah akses dan biaya,” kata Lilik seusai diskusi di Rumah Literasi Digital, Jalan Kaca Piring, Surabaya.
Menurutnya, pandangan yang keliru ini membuka ruang praktik curang, termasuk “jual beli kursi” dengan memanfaatkan jasa orang dalam. Lilik menegaskan bahwa pihaknya mendorong pemerintah memberikan solusi melalui beasiswa. Tahun ini, PKS mendorong agar 50 ribu beasiswa SMA dan SMK senilai Rp1 juta per anak bisa disalurkan.
“Dana itu bukan hanya untuk biaya sekolah, tapi juga kebutuhan lain seperti seragam, buku, hingga perlengkapan belajar,” ujarnya.
Calo Pendidikan Masih Gentayangan
Kasus calo PPDB masih marak. Seorang warga Surabaya berinisial Yessi (nama samaran) mengaku anaknya diterima di SMA negeri favorit bukan lewat jalur zonasi atau prestasi, melainkan lewat “jalur belakang” dengan membayar belasan juta rupiah kepada oknum.
“Memang anak saya akhirnya diterima, tapi saya merasa tertekan. Lega, tapi juga bersalah karena harus lewat cara itu,” ungkapnya.
Fenomena serupa juga terjadi di Sidoarjo. Seorang wali murid bernama Sukamto menceritakan anaknya yang semula lolos jalur afirmasi, tiba-tiba kehilangan kuota. Setelah mempertanyakan hal ini ke pihak sekolah, ia justru mendapat jawaban yang berbelit. Namun, setelah hendak melapor ke dinas pendidikan, kuota anaknya “tiba-tiba” kembali tersedia.
“Alhamdulillah kuotanya ada lagi. Kami langsung diminta datang untuk mengambil formulir,” ujarnya.
Sistem Pendidikan Dinilai Pincang
Lilik menilai praktik-praktik seperti ini adalah cermin dari sistem pendidikan yang belum adil.
“Kalau akses pendidikan terbuka dan biaya bisa ditekan lewat beasiswa, orang tua tidak perlu lagi mencari jalur belakang. Anak-anak pun bisa fokus belajar tanpa harus dibayangi praktik curang,” tegasnya.(peq/cls)


