GRESIK | lampumerah.id – DPRD Gresik merespon dugaan pungutan liar yang menimpa pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk bisa berjualan di area Car Free Day (CFD) di jalan Jaksa Agung Suprapto, Gresik.

“Kami minta kasus ini ditelusuri. Jika benar ada oknum ASN atau bahkan pejabat Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kebudayaan Kepemudaan dan Olah Raga (Disparekrafbudpora) Pemkab Gresik yang terlibat, harus diusut tuntas Oknum-oknum model seperti ini wes harus ilang (sudah harus hilang),” ujar Wakil Ketua DPRD Gresik, Ahmad Nurhamim, Selasa (18/11).

Selaku koordinator Komisi II yang membidangi UMKM, dirinya sudah meminta Komisi II mengagendakan rapat kerja (Raker) dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

Langkah ini untuk memastikan kebenaran informasi yang telah menjadi perbincangan publik Gresik, terkait adanya dugaan pungutan liar kepada UMKM untuk bisa berjualan di CFD.

“Kenapa saya katakan pungutan liar, sebab biaya resmi yang telah ditetapkan paguyuban cuma Rp 50 ribu per-UMKM yang mendaftar. Lah ini ada yang dimintai 300 ribu hingga Rp 500 ribu, itu kan pungli namanya,” ungkapnya.

Anha, begitu panggilan akrabnya, juga minta Kepala OPD terkait, jika pungutan liar itu memang ada dan melibatkan ASN atau bahkan pejabat, harus diberikan tindakan tegas.

“Agar mengambil sikap tegas kepada mereka, yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung,” tandas Anha.

Lebih jauh Ketua Dewan Pimpinan Cabang SOKSI Kabupaten Gresik ini menambahkan, keberadaan UMKM seharusnya dibantu agar usahanya laku. Bagi mereka yang kesulitan memasarkan usahanya, diberikan pendampingan dan dibantu permodalan.

“Lah kok malah dipungli, cek kebacute. UMKM kita itu masih banyak yang belum baik ekonominya, harus dibantu, jangan dipersulit,” pinta politikus senior Golkar ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, pengelolaan Car Free Day (CFD) Gresik yang berada di bawah naungan Disparekrafbudpora Pemkab Gresik, dikeluhkan pelaku UMKM dugaan praktik pungutan liar untuk mendapatkan stand di CFD.

Menurut penggerak UMKM Gresik, M. Ismail Fahmi, sesuai AD/ART yang berlaku, setiap pelaku UMKM wajib membayar biaya pendaftaran Rp 50 ribu untuk mendapatkan nomor antrian berjualan di CFD.

Namun dalam prakteknya, oknum CFD memungut antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu agar bisa langsung berjualan tanpa harus menunggu antrian panjang.

“UMKM yang mendaftar resmi sudah antre sejak tahun 2023, dan jumlahnya kini mencapai sekitar 100 orang. Tapi ada oknum yang menawarkan jalan pintas dengan bayar lebih mahal,” ujarnya.

Kepala Disparekrafbudpora Gresik, Saifudin Ghozali saat dikonfirmasi wartawan menyampaikan, sudah meminta paguyuban CFD untuk menelusuri kebenaran laporan tersebut.

“Prinsipnya kita sudah meminta paguyuban, untuk menelusuri berita itu benar atau tidak. Kita kasih waktu sampai 2 sampai 3 hari ke depan,” katanya.

Ia menegaskan bahwa apabila benar ada oknum yang melakukan praktik tersebut, pihaknya siap menjatuhkan tindakan tegas.

“Kalau memang ada oknum yang terlibat, kita akan kasih sanksi tegas, bahkan dinonaktifkan,” tegasnya.

Hingga kini, Paguyuban CFD masih melakukan verifikasi internal. Para UMKM menunggu langkah tegas Pemerintah Daerah untuk memastikan pengelolaan CFD berjalan transparan dan adil bagi seluruh pelaku usaha.