Jakarta | lampumerah.id – Kisruh perusahaan tambang nikel perseroan terbatas PT. Bososi Pratama mencuat setelah terjadi dualisme klaim kepemilikan AHU-MODI Ijin Usaha Pertambangan (IUP) hingga memicu konflik dan sengketa hukum. Diduga telah terjadi kongkalikong pemalsuan dokumen atas perubahan kepemilikan legalitas Perseroan dan saham oleh pihak ketiga melibatkan pejabat di Dirjen AHU Kementerian Hukum RI.
Sebelumnya, PT. Bososi Pratama sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang sektor pertambangan nikel, beroperasi di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, telah terjual oleh PT. Kami Maju Indonesia, berdasarkan Akte Jual Beli 16 Desember 2016. Mayoritas pemegang saham Jason Kariatun, Andrias Kevin Wijaya selaku direktur dan Edwin Salim sebagai Komisaris.
Permasalahan dualisme mengemuka menyusul klaim PT. Palmina Adhikarya Sejati sebagai pemegang saham PT. Bososi Pratama dan mengumumkan kepada masyarakat agar tidak ada pihak lain melakukan aktivitas pertambangan hingga mengejutkan pihak pemilik saham mayoritas.
Jason Kariatun selaku pemegang saham 75% (mayoritas) PT. Bososi Pratama pun melaporkan permasalahan ini ke jalur hukum melalui peradilan perdata serta melapor ke Kementerian Hukum, Kementerian ESDM serta Kementerian terkait guna memblokir pengesahan dokumen yang mengubah posisi kepemilikan usahan pertambangan yang tercatat pada AHU-MODI kementerian ESDM.
Melalui wawancara khusus dengan kuasa hukum PT. Bososi Pratama Yayan Septiadi, SH, mengungkap bahwa setelah melalui proses peradilan setempat, Pihak Jason Kariatun dimenangkan oleh putusan peradilan sah hingga putusan PK (peninjauan Kembali) Nomor 269 PK/Pdt/2024 tertanggal 24 April 2024. Mahkamah Agung (MA) juga telah meneribitkan surat kepemilikan sah saham PT. Bososi Pratama.
Menjadi permasalahan, stelah putusan PK pada April 2024 tersebut pihak PT. Palmina Adhikarya Sejati diketahui tetap melakukan kegiatan pertambangan dilokasi PT. Bososi Pratama dan mengumumkan kepada public agar tidak ada pihak lain melakukan aktivitas. Hal itu berakibat kerugian pihak Jason Kariatun, ditaksir hingga Rp 2 Triliun.
“Parahnya, dilembar sistem integrasi online sistem Minerba On Data (MODI) kementerian ESDM yang terintegrasi dengan OSS di BKPM jika kepemilikan IUP masih tercantum atas nama Kevin Andreas Wijaya. Mengapa klien kami pemilik sah yang seharusnya tercantum justru terblokir, begitu,’’ ujar Yayan kepada media, usai meting zoom dengan tiga kementerian di Dirjen AHU, Jakarta Selatan, Kamis, (18/12/25).

Oleh sebab itu, Yayan Septiadi dan tim hukum melakukan upaya hukum dengan berkirim surat pengaduan kepada Mahkamah Agung, dan Kementerian terkait,. Diantaranya berkirim surat pengaduan tertulis nomor021/SPP-YES/XII/2025 tertanggal 16 Desember 2025 ditujukan kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM, dan surat Nomor 023/SPP-YES/XII/2025 tertanggal 17 Desember 2025 yang ditujukan kepada Direjen AHU Kementerian Hukum.
Pengaduan tim hukum disertai lampiran surat jawaban dari MA Nomor 4381/PAN.W2-TUN1/HK02.7/XII/2025 yang berisi penegasan MA atas Putusan PK 269/PK/Pdt/2024 berkekutan hukum dan mengikat. Namun jawaban jawaban yang diterima dari Dirjen AHU dinilai klise normative dan mengecewakan.
Jawaban Dirjen AHU melalui surat No. AHU.7-AH.01-4260 tertanggal 11 Desember 2025 pada poin 2 tertulis, dalam rangka menegakkan prinsip kehati-hatian dan dalam upaya melindungi pihak -pihak yang sedang bersengketa agar permasalahan tidak semakin meluas, maka terhadap Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) PT. Bososi Pratama tetap dilakukan pemblokiran sampai adanya keputusan yang berkekuatan hukum tetap atas seluruh perkara tersebut.
“Berlangsungnya proses peradilan TUN menjadi alasan buka blokir belum bisa dilakukan. Sementara AHU-MODI Kementerian ESDM dan OSS Kementerian Investasi/ BKPM bergantung ditangan Dirjen AHU. Padahal MA menyatakan bahwa sekalipun ada proses hukum oleh pihak ketiga melalui pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), TUN tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan tanggapan terkait proses peradilan diluar lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara,’’ tegas Yayan.
Disesalkan oleh Yayan Septiadi dalam upaya permohonan membuka blokir system terintegrasi OSS Minerba on Data (MODI) yang terintegrasi dengan tiga Kementerian (ESDM, BKPM dan Dirjen AHU) melalui komunikasi metting zoom daring, pada Kamis, 18 Desember 2025, pihak Dirjen AHU mengapa tidak hadir.
“Nah, dalam hal ini kami meminta Dirjen AHU atau Direktur Badan Usaha untuk segera membuka blokir akses sistem administrasi badan hukum PT Bososi Pratama yang atas nama Direktur Utamanya itu Kevin Andreas Wijaya menjadi tidak maksimal, karena baik ESDM maupun BKPM system integrasinya ditentukan pihak mind integrasi yaitu Dirjen AHU yang justru tidak hadir,’’ lanjut Yayan.
Yayan kembali menegaskan adanya fakta peradilan sudah ada putusan PK yang berkekuatan hukum secara inkracht bahwa kepemilikan IUP PT. Bososi Pratama Adalah sah milik klien nya.
“Kita ini tinggal di Republik Indonesia ini, hukum itu adalah panglima. Kalau AHU ini belum membuka juga, Persoalannya bukan bisa atau tidak, tapi mau apa tidak kita taat pada hukum? Jadi jangan ditunda-tunda lagi. Ya silakan saja mereka pada prinsip kehati-hatian. Cuman mereka harus patuh terhadap putusan pengadilan. Begitu lho. Jangan sampai nanti setelah viral baru… macam-macam lah, inilah, itulah, ketidaktahuan lah, lalai lah. Enggak boleh itu,’’ pungkas Yayan.


