Jakarta | Lamer.id – Wedding organizer, Aisha Weddings dikecam banyak pihak karena promosi pernikahan mulai usia 12 tahun. Juga, poligami dan nikah siri. Ternyata pihak Aisha Weddings melawan via Facebook, begini:
“Jangan menilai… Jika orang tua mau dan KUA mengeluarkan dispensasi nikah bagi anak…. Kenapa murka??,” tulis akun Facebook Aisha Weddings dalam unggahan terbarunya Rabu (10/2/2021).
Dalam unggahannya, Aisha Weddings juga menuliskan, bahwa beberapa keluarga tidak punya uang untuk anaknya. “Lebih baik menikah daripada mati kelaparan…,” tulis wedding organizer itu lagi.
Unggahan terbaru Aisha Weddings ini langsung diserbu kritikan dari pengguna Facebook. Dari ratusan netizen yang berkomentar, sebagian besar mengecam pernyataan Aisha Weddings yang seolah-olah membenarkan pernikahan usia dini. Juga, mengetahui banyak orang miskin segera menikahkan anaknya.
Warganet membalas: “Ngawuuurrr…Jika takut kelaparan lalu solusinya menikahkan anak, apa bedanya dengan menjual anak? Hanya karena orang tuanya malas, bisa bikin anak tapi tidak mampu menafkahinya dan melepas tanggung jawab kepada orang lain dengan kemasan pernikahan. Kalo mau usaha cari makan dari EO perkawinan, gak kaya gitu..cwiihhh. Nista luuh,” tulis seorang pengguna Facebook.
Warganet lain: “Cara berpikir yg sempit, menggunakan agama jadi dalih. Cari duit banyak cara, bukan dengan membenarkan pikiran sempit anda dengan dalil2 agama..,” tulis pengguna Facebook lainnya.
Warganet lain lagi: “Picik kali cara berfikir anda. Coba blik lagi ke ortunya lah.ga bsa nafkahi anak2nya kenapa ga dri awal mikir matang2 sblum punya anak. ortu macam apa seperti itu. dan ga semua anak yg blum mnikah diatas 21th itu jdi beban keluarga.justru banyak mreka juga yg bsa membantu beban keluarga,” tulis netizen lain.
Aisha Weddings membalas: “Semua wanita muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami, Anda harus menikah pada usia 12-21 tahun dan tidak lebih,” tulis Aisha Weddings dalam situsnya, Rabu (10/2).
Aisha Weddings lagi: “Jangan tunda pernikahan karena keinginan egoismu, tugasmu sebagai gadis adalah melayani kebutuhan suamimu. Anda harus bergantung pada seorang pria sedini mungkin untuk keluarga yang stabil dan bahagia. Jangan menjadi beban bagi orang tua Anda, temukan pria lebih awal,” lanjut situs tersebut.
Dalam berbagai unggahannya di Facebook, Aisha Weddings diketahui kerap mempromosikan poligami dan pernikahan siri. Wedding organizer ini diketahui berada di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Hal itu terlihat dalam unggahannya menampilkan foto banner Aisha Weddings yang diletakkan di bawah banner dari Satgas COVID-19 Kota Kendari.
Kisah Mary, Nikah di Usia 12
Ini kisah remaja wanita bernama Mary yang menikah di usia 12 pada 2018. Mary tinggal di Sarawak, Malaysia. Dia diwawancara oleh para mahasiswi di Wee Kim Wee School of Communication and Information, Nanyang Technological University.
Wawancara dengan Mary dimuat dalam situs theageofchange.net.
Mary merupakan satu dari ratusan anak di Sarawak yang menikah sebelum mencapai usia dewasa. Mary yang bercita-cita menjadi guru, untuk saat ini harus mengubur dulu mimpinya itu karena dia menikah dan hamil di usia 12 tahun.
Mary menikah dengan suaminya Franky Peter pada Juli 2018. Saat itu usia Franky baru 16 tahun. Mary 12. Pernikahan mereka digelar sederhana di sebuah gereja.
Hubungan cinta Mary dan Franky berawal pada 2018. Franky berpergian ke Long Menapa, desa tempat tinggal Mary.
Dia datang ke desa tersebut untuk bermain bola bersama teman-temannya. Mereka juga sempat berjalan-jalan di desa tersebut. Saat jalan-jalan itulah dia bertemu Mary.
“Aku merasa: Wow dia sangat cantik. Saat aku pulang ke rumah, aku tidak bisa berhenti memikirkannya,” kata Franky seraya tertawa.
Kisah asmara Mary dan Franky pun bersemi setelah pertemuan pertama itu.
Dan setelah lima bulan pacaran, Franky melamar Mary. Saat itu Mary menolak lamaran Franky karena dia masih ingin meneruskan pendidikannya.
“Aku ingin terus sekolah dan bukan menikah. Tapi dia (Franky) marah dan bertanya kenapa. Karena orangtua kami sudah tahu soal hubungan kami, bagi mereka kami sudah dianggap menikah,” ujar Mary.
Pada akhirnya karena kegigihan Franky, hati Mary luluh. Dia menerima lamaran Franky untuk menikah. Dia menganggap pernikahan adalah sesuatu yang baik.
“Bagi kami, menikah itu baik. Berdasarkan kepercayaan kami, itu sudah menjadi kehendak Tuhan, untuk jatuh cinta dan menikah,” ucapnya seperti dikutip South China Morning Post.
Kakek Mary, Tadang Anyop, juga menyetujui pernikahan Franky dan Mary. “Bagi kami suku Penan, inilah cara kami hidup sejak zaman nenek moyang kami. Selama mereka saling mencintai, dan ingin menikah, jadi izinkanlah mereka menikah,” ujar Tadang.
Tiga bulan setelah menikah, Mary hamil. Saat waktu persalinannya tiba, dia sama sekali tak menyadarinya. Saat itu adalah Juli 2019. Mary sedang istirahat di rumahnya dan tiba-tiba merasa perutnya sakit.
“Aku merasa seperti mau buang air besar, tapi saat pergi ke toilet, aku merasa punggungku sangat sakit, aku pun sadar aku sebenarnya akan melahirkan,” kisahnya.
Semua orang di rumah Mary pun langsung panik saat mengetahui anak 13 tahun itu akan melahirkan.
Mary pun segera dibawa ke rumah sakit dengan naik mobil yang dikendarai ayahnya. Di dalam mobil dia ditemani, ibu mertuanya dan saudara perempuannya.
Namun karena rumah sakit terdekat jaraknya 270 km dari rumahnya dan membutuhkan enam jam perjalanan, pada akhirnya Mary melahirkan di dalam mobil.
Ibu mertuanya menggunting tali pusat bayinya dengan gunting seadanya yang mereka bawa dari rumah. Dan Mary dibawa ke rumah sakit oleh ambulans yang sudah menunggunya di meeting point yang sebelumnya sudah diinformasikan.
“Semuanya tampak blur buatku. Tapi aku merasa sangat bahagia punya bayi dan setelah melahirkan, aku merasa sangat lega karena rasa sakit itu berakhir,” kata Mary, tentang persalinannya yang sungguh dramatis.
Mary mengatakan dia tidak mengetahui risiko hamil di usia anak-anak dan remaja. Dia baru mengetahuinya saat melakukan cek kehamilan pertama di klinik. Dia baru tahu kalau kehamilan bisa membahayakan untuk anak gadis seusianya.
Dan pada akhirnya Mary tidak mengasuh anaknya sendiri. Anaknya yang selalu disebutnya sebagai malaikat itu diadopsi saudaranya yang sudah bertahun-tahun tak bisa memiliki momongan.
Untungnya saudaranya itu tinggal di dekat rumahnya sehingga dia bisa melihat bayinya kapan pun dia mau.
Mary yang saat ini berusia 14 tahun masih menyimpan harapan untuk bisa sekolah lagi. Namun katanya keputusannya untuk meneruskan pendidikan kini tak hanya bergantung dari dirinya saja.
“Aku ingin sekolah, tapi semuanya tergantung suamiku juga. Aku tidak yakin. Karena meskipun aku ingin sekolah lagi, suamiku bisa saja tidak mengizinkan,” ujarnya. (*)