Jakarta | lampumerah.id – Pernyataan Ayu Utami mencerminkan realitas pahit dalam struktur sosial dan hukum: bahwa keadilan tidak selalu berpihak pada kebenaran. Di banyak tempat, hukum tak sepenuhnya netral; ia bisa dipengaruhi kekuasaan, uang, dan jaringan kepentingan. Orang jahat bisa bebas bukan karena tak bersalah, tetapi karena sistem yang seharusnya menegakkan keadilan justru melindungi mereka.
Ini menunjukkan adanya ketimpangan antara cita-cita hukum dan praktik nyata yang sering tumpul ke atas namun tajam ke bawah.
Ada dua jenis ketidakadilan yang dikritik di sini: mereka yang lolos karena belum tertangkap, dan mereka yang memang kebal karena memiliki pelindung.
Yang pertama berbicara soal keterbatasan sistem; yang kedua menyentuh persoalan yang lebih dalam: persekongkolan antara kekuasaan dan kejahatan. Dalam situasi ini, ketidakadilan bukan sekadar kegagalan menegakkan hukum, tetapi sebuah sistem yang melanggengkan ketidakadilan itu sendiri. Hukum tidak lagi menjadi pelindung yang lemah, tapi menjadi alat bagi yang kuat.
Secara filosofis, kutipan ini mengajak pada kesadaran kritis. Bahwa dunia tidak selalu bekerja secara adil, dan bahwa kebaikan tidak selalu menang dengan sendirinya. Maka tugas etis manusia bukan hanya berbuat baik secara pribadi, tetapi juga menggugat sistem yang rusak.
Kebebasan para pelaku kejahatan bukan sekadar masalah hukum, melainkan ujian bagi kesadaran kolektif: apakah kita cukup berani untuk tidak menormalkan ketidakadilan, dan cukup peduli untuk memperjuangkan perubahan meskipun perlahan. Dikutip dari laman pribadi Ayu Utami