Lamer | Jakarta – Peristiwa luar biasa, dengan respon luar biasa pula, terjadi di Seminari St Maria Bunda Segala Bangsa, Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Seperti diberitakan Lamer, di sekolah sekaligus asrama tersebut telah terjadi tindakan keterlaluan yang dilakukan siswa kelas XII.
Yakni: Dua siswa kelas XII diberitakan media massa, memaksa adik-adiknya, siswa kelas VII, memakan kotoran manusia (tinja).
Setelah dilakukan penyelidikan, pihak Seminari St Maria Bunda Segala Bangsa Maumere, memberikan klarifikasi dalam bentuk Press Release.
Isi Press Release menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa pemimpin seminari tersebut berjiwa besar. Jujur dan berani mengakui kesalahan. Sesuatu yang sangat langka bagi umumnya masyarakat kita.
Respon pihak seminari ini sangat baik dijadikan teladan.
Baik bagi individu atau lembaga yang mengalami suatu kesalahan, kelalaian. Sebab, salah satu kodrat manusia adalah salah dan lalai. Tapi, berani diakui dengan jujur, adalah sikap gentle atau ksatria.


Demikian isi lengkap Press Release dari Seminari St Maria Bunda Segala Bangsa, Maumere, NTT:
Press Release
Berdasarkan informasi yang berkembang, tentang 77 anak yang dihukum makan kotoran oleh kakak kelasnya, yang beredar di beberapa platform media online dengan berbagai variasi judul, kami ingin menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
- Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 19 Februari 2020, antara pukul 14.30 sampai dengan 15.00 WITA.
Semuanya bermula ketika salah seorang siswa kelas VII yang membuang kotorannya (tinja) sendiri pada sebuah kantong plastik, yang selanjutnya disembunyikan di sebuah lemari kosong di kamar tidur unit bina SMP kelas VII.
Sekitar pukul 14.00 (pada hari itu juga) setelah makan siang, seperti biasa, dua orang kakak kelas XII, yang ditugaskan untuk menjaga kebersihan unit kelas VII menemukan kotoran tersebut.
Mereka kemudian mengumpulkan para siswa kelas VII di asrama, untuk dimintai informasi tentang kotoran (tinja) tersebut.
Namun, para siswa kelas VII tidak ada yang mengakuinya. Bekali-kali kakak kelas meminta kejujuran dari adik-adiknya, tapi mereka tetap tidak ada yang mengakuinya.
Akhirnya, karena marah, salah seorang kakak kelas tersebut mengambil kotoran (tinja) dengan sendok makan.
Lalu menyentuhkan kotoran tersebut pada bibir dan lidah.
Perlakuannya berbeda-beda terhadap masing-masing anak. Ada yang dikenakan bibir, ada yang lidah setelah dijulurkan.
Selanjutnya dua kakak kelas meminta adik-adik supaya peristiwa tersebut dirahasiakan dari para pembina (Para Romo dan Frater). Dan, para orang tua.
Peristiwa itu baru diketahui para pembina (Romo dan Frater) pada hari Jumat, 21 Februari 2020. Dari salah satu siswa kelas VII yang datang bersama orang tuanya, untuk melaporkan kejadian tersebut.
Menyikapi laporan tersebut, para pembina (Romo dan Frater) memanggil para siswa kelas VII dan dua kakak kelas tersebut. Untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Selanjutnya pada hari Selasa, 25 Februari 2020, pukul 09.00 sampai 11.15 WITA para pembina bersama orang tua siswa kelas VII mengadakan pertemuan bersama yang juga menghadirkan seluruh siswa kelas VII dan kedua kakak kelas (pelaku).
Dalam pertemuan dimaksud, persoalan ini dibicarakan secara serius, penuh keterbukaan dan kejujuran.
Seminari secara terbuka telah meminta maaf atas peristiwa ini di hadapan para orang tua. Sekaligus memberikan sanksi yang tegas kepada kedua kakak kelas tersebut.
Para orang tua juga menyayangkan peristiwa tersebut, sambil berharap agar kejadian tersebut tidak terulang kembali di waktu yang akan datang.
Selanjutnya, sebagai bentuk pembinaan untuk kedua kakak kelas tersebut, maka pihak Seminari memutuskan untuk mengeluarkan keduanya dari Seminari Maria Segala Bangsa.
Sementara itu, para siswa kelas VII juga dibuatkan pendampingan dan pendekatan lebih lanjut oleh para pembina (Romo dan Frater). Untuk pemulihan mental dan menghindari trauma.
2. Dari kronologi di atas, maka sekali lagi kami menegaskan:
A. Terminologi “makan” yang dipakai oleh beberapa media saat memberitakan peristiwa ini, agaknya kurang tepat. Sebab yang sebenarnya terjadi adalah, salah seorang kakak kelas “menyentuhkan” sendok yang ada feses (tinja) pada bibir atau lidah para siswa kelas VII.
B. Peristiwa ini terjadi di kamar tidur unit bina SMP kelas VII dan bukan di ruang kelas, sebagaimana diberitakan media Kumparan.com.
C. Peristiwa ini tidak dilakukan pembina atau pendamping (Romo dan Frater) sebagaimana diberitakan beberapa media massa, tetapi oleh salah seorang siswa kelas XII.
D. Pihak Seminari Bunda Maria Segala Bangsa bukan tidak mau diwawancarai, sebagaimana diberitakan pihak Kompas.com. Melainkan ingin terlebih dahulu melakukan pertemuan internal, untuk kemudian disampaikan kepada media pada waktunya.
E. Pihak Seminari Bunda Maria Segala Bangsa tidak pernah melakukan pembiaran terhadap segala bentuk kekerasan dan bullying dalam bentuk apa pun. Dan selalu bertindak tegas, apabila terjadi hal-hal demikian.
3. Dengan kerendahan hati, kami Seminari Bunda St Maria Segala Bangsa, Maumere, menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya kepada semua piihak, teristimewa kepada orang tua dan keluarga siswa kelas VII atas peristiwa ini.
Bagi kami, peristiwa ini menjadi sebuah pembelajaran untuk melakukan pembinaan secara lebih baik di waktu-waktu yang akan datang.
Kami berterima kasih atas segala kritik, saran, nasihat dan teguran yang bagi kami menjadi sesuatu yang sangat berarti, dengan harapan agar lembaga ini terus didoakan dan didukung supaya menjadi lebih baik.
Ditanda-tangani oleh Romo Deodatus Du’u, Pimpinan Seminari St Maria Bunda Segala Bangsa, Maumere, pada 25 Februari 2020.
Press Release ini ditulis di atas kop surat:
Seminari Menengah, St Maria Bunda Segala Bangsa. Jalan Kimang Buleng, Alok, Sikka, Nusa Tenggara Timur, nomor telepon 0382 – 2426 783. (*)