Lamer | Jakarta – Virus corona menghebohkan dunia. Per Jumat (13/3/2020) menyebar ke 116 negara. Total penderita 128.343 orang. Tewas 4.720 orang. Tapi, 68.324 orang dinyatakan sembuh.
Salah satu yang sembuh, dan bersedia bicara kepada wartawan adalah Elizabeth Schneider (37) dari Amerika Serikat (AS).
Dikutip Lamer dari AFP, kunci kesembuhan Elizabeth Schneider, ia tetap tinggal di rumah dan mengasingkan diri dari orang lain.
Memang, gejala yang ia derita relatif ringan sehingga hanya perlu menjalani karantina secara mandiri di rumah.
Diceritakan Elizabeth Schneider kepada wartawan yang dikutip AFP:
Virus yang menjangkiti Elizabeth Schneider bermula dari sebuah pesta di Seattle, Washington, AS, tempatnya berdomisili.
Tiga hari sepulang dari pesta tersebut, Schneider yang memiliki gelar PhD di bidang rekayasa genetika ini mengalami gejala mirip flu pada 25 Februari 2020.
“Saya bangun dan merasa lelah, tetapi itu tidak lebih dari apa yang biasanya Anda rasakan ketika harus bangun dan pergi bekerja, dan saya sangat sibuk akhir pekan sebelumnya,” katanya kepada AFP pada Rabu (11/3/2020).
Namun menjelang siang hari, sakit kepala mulai menyerang, menyusul dengan demam dan sakit di sekujur tubuh.
Akhirnya, Schneider memutuskan untuk izin pulang dari kantor perusahaan bioteknologi tempatnya bekerja sebagai manajer pemasaran.
Sesampainya di rumah, ia sempat tidur siang. Namun suhu tubuhnya meningkat saat bangun tidur.
Bahkan, memuncak pada malam hari hingga 39,4 derajat Celcius.
“Dan pada saat itu, saya mulai menggigil tak karuan, dan saya merasa kedinginan dan kesemutan ekstrem, jadi itu sedikit mengkhawatirkan,” tuturnya.
Untuk meredakan gejala penyakitnya, Schneider lantas meminum obat-obatan flu generik yang dijual bebas.
Seorang teman menemaninya selama sakit untuk berjaga-jaga, jika kondisinya semakin parah dan harus dilarikan ke UGD.
Namun beberapa hari kemudian, demamnya perlahan mereda.
Sebelum sakit, dia sejak lama rutin mengikuti pemberitaan terkait kasus coronavirus. Kasus pertama di AS terdeteksi di Washington pada akhir Januari 2020.
Sejak saat itu, Washington menjadi pusat wabah di Negeri Paman Sam, dengan lebih dari 260 kasus dan 24 korban jiwa.
Angka kematian itu terbesar dibandingkan negara bagian lainnya.
Schneider bahkan tidak memikirkan dirinya mengidap COVID-19, karena tidak mengalami gejala paling umum, seperti batuk atau sesak napas.
Beberapa hari setelah demamnya mereda, sebuah posting-an Facebook seorang teman mulai membangkitkan kecurigaannya.
Temannya menyebut bahwa beberapa orang dari pesta yang pernah didatangi Schneider, mengalami gejala flu. Sama persis yang dialami Elizabeth Schneider.
Dokter yang memeriksa mereka tidak menawari tes medis novel coronavirus, karena tidak ada gejala batuk atau kesulitan bernapas.
Karena itu, Schneider memutuskan untuk menghubungi lembaga penelitian swasta Seattle Flu Study yang lantas mengirimnya alat swab hidung.
Ia berikan sampel swab miliknya ke lembaga tersebut untuk diuji laboratorium.
“Saya akhirnya mendapat telepon dari salah satu koordinator penelitian pada hari Sabtu (7 Maret 2020), memberitahu saya bahwa ‘Anda telah dites positif untuk COVID-19’,” ujar Schneider.
Vonis itu, di luar dugaan, malah membuat Schneider tertawa dan berseloroh,
“Saya sedikit terkejut, karena kupikir itu agak keren,” ujarnya.
Itu belum tentu Elizabeth Schneider sombong. Dia pemegang gelar Doktor di bidang rekayasa genetika.
Schneider menganalisis kondisinya dari kacamata seorang saintis. Apalagi gejala yang dialami tidak parah.
“Tapi dari perspektif keingintahuan ilmiah, saya pikir itu sangat menarik. Dan juga fakta bahwa saya akhirnya mendapat konfirmasi bahwa itulah (COVID-19) yang saya miliki.”
Saat dinyatakan positif, gejala yang dialaminya memang sudah mereda.
Namun ia diarahkan oleh otoritas kesehatan setempat untuk tetap di rumah selama setidaknya 7 hari setelah timbulnya gejala. Atau 72 jam setelah gejala mereda.
Terhitung hingga Jumat (13/3/2020), kondisinya telah membaik sepekan dan sudah mulai kembali beraktivitas.
Tetapi, untuk berjaga-jaga, ia masih menghindari pertemuan besar dan bekerja dari rumah
“Pesan saya: adalah jangan panik,” kata Schneider.
“Jika anda berpikir bahwa anda memilikinya (terpapar virus corona SARS-CoV-2), anda mungkin saja (memang terinfeksi), dan anda mungkin harus dites,” lanjutnya.
”Jika gejalanya tidak mengancam jiwa, tetap saja di rumah, berobat dengan obat bebas, minum banyak air, banyak istirahat, dan nonton serial yang kamu inginkan.” (*)