JAKARTA, (21/7) – Lampumerah.id, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) Perikanan merupakan bentuk kontribusi nyata dan keadilan dari pelaku usaha terhadap pemanfaatan sumber daya perikanan yang dikelola negara.
Salah satu mekanismenya adalah melalui perizinan berusaha. Hanya pelaku usaha yang diberikan izin oleh negara yang boleh melakukan penangkapan ikan. Selanjutnya, atas izin yang telah diberikan tersebut, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah melaporkan data produksi dengan benar dan akurat serta membayar PNBP Pungutan Hasil Perikanan (PHP) atas data yang akurat tersebut. PNBP ini tentunya dibebankan kepada pelaku usaha pemilik kapal yang telah diberikan izin, bukan kepada nelayan yang bekerja di atas kapal atau ABK.
Berdasarkan amanat PP Nomor 85 Tahun 2021, PNBP PHP yang semula dipungut secara pra-produksi (sebelum izin diterbitkan), mulai tahun 2023 dilakukan secara pasca-produksi. Dengan pasca-produksi, pada saat SIPI terbit pelaku usaha tidak dipungut PNBP, dan PNBP baru dikenakan atas setiap ikan yang ditangkap pada setiap tripnya. Melalui mekanisme ini negara telah memberikan kemudahan yang luar biasa kepada pelaku usaha.
“Sumber daya ikan di laut adalah bagian dari kekayaan alam yang dikuasai dan dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia, sama halnya dengan kekayaan alam lainnya, seperti minyak dan gas bumi, batu bara, emas, dan lain-lain. Untuk itu, pemerintah membuat regulasi dari mulai undang-undang sampai dengan peraturan menteri untuk mewujudkan amanat UUD tersebut,” ujar Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif dalam siaran resmi KKP di Jakarta, Senin (21/7).
Selanjutnya, dengan mekanisme ini, kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta keakuratan laporan produksi menjadi semakin krusial.
“Berdasarkan hasil evaluasi masih ditemukan di lapangan praktek melaporkan data produksi tidak akurat, adanya transhipment illegal, mendaratkan ikan bukan di pelabuhan pangkalan dan tidak ada petugasnya, serta berbagai praktek lainnya yang dapat menyebabkan data produksi tidak akurat atau bahkan tidak dilaporkan sama sekali,” ujar Latif.
Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2024 juga telah diatur proses koreksi data oleh pelaku usaha yang belum akurat serta pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah atas operasional kapal perikanan dan laporan produksi yang disampaikan oleh pelaku usaha.
*Skema Dana Bagi Hasil*
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), 80% penerimaan dari PNBP SDA Perikanan dikelola langsung oleh pemerintah daerah melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH). Penggunaan DBH maupun PNBP yang dikelola pemerintah pusat antara lain digunakan untuk bantuan kepada nelayan kecil, peningkatan infrastuktur, layanan publik, serta berbagai bentuk pembangunan lainnya.
Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif juga menambahkan saat ini KKP juga sedang bekerja sama dengan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara Mabes Polri untuk semakin mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor perikanan, memperkuat kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta perbaikan tata kelola perikanan lainnya.
Sebelumnya, di berbagai kesempatan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan PNBP SDA perikanan pascaproduksi ini diterapkan untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan ekonomi, sekaligus keberlanjutan sumber daya akan lebih terjaga demi ekonomi biru, laut sehat dan Indonesia sejahtera.
(*)