Foto: Istimewa
Lampion Damar Kurung dipajang menawan di depan Kantor Pusat Petrokimia Gresik di Jl Ahmad Yani.

GRESIK | lampumerah.id – Memasuki usia persis setengah abad, 50 tahun pada 10 Juli 2021, PT Petrokimia Gresik memberi kado istimewa untuk masyarakat Gresik dengan memajang gemerlap Damar Kurung, lampion khas Gresik dengan beragam variasi gambar bertema religius.

Lampion yang menyala dan berwarna- warni ini, dipajang sejauh 100 meter di ruas Jalan Ahmad Yani tempat Kantor Pusat PT Petrokimia Gresik.

Bila kebetulan lewat, pasti melihat pemandangan yang menawan dan sedap dipandang mata, bagi warga Kota Santri maupun pecinta dunia fotografi.

“Tabik. Ini perusahaan pertama di Gresik yang merespons total Damar Kurung. Tidak setengah hati, apalagi jumlah yang dipajang lebih banyak dibanding saat festival yang pernah ada,” ujar budayawan Gresik, Kris Aji.

Kris mengaku bangga dan mengapresiasi upaya PT Petrokimia Gresik, dalam merayakan ulang tahunnya yang ke 50 juga melestarikan budaya lokal.

“Saya mengapresiasi setiap upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal. Semoga langkah PT Petrokimia Gresik, menginspirasi perusahaan- perusahaan yang lain di Gresik,” tandasnya.

Perintis Mata Seger ini berharap, kebudayaan harus terus dikembangkan dan dilestarikan sesuai dengan perkembangan zaman.

“Budaya itu bukan hanya dilestarikan, tapi juga dikembangkan. Kalau budaya hanya dilestarikan, nanti hanya akan jadi bagian dari masa lalu. Kalau dikembangkan, budaya akan terus mengalami kemajuan,sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga bisa dinikmati anak cucu mendatang,” urainya.

Kris Aji menambahkan, sampai saat ini tidak ada yang tahu kapan Damar Kurung pertama kali dibuat. Menurut pengamatan Jaseters, Damar Kurung merupakan metamorphosis dari Wayang Beber. Sebuah seni pertunjukan yang menceritakan lukisan di atas kertas dengan panjang mencapai 6 meter diterangi sebuah lampu damar pada balik kertas.

“Wayang beber akhirnya ditinggalkan, karena lebih menarik dengan wayang kulit yang diciptakan Sunan Kalijaga,” ujarnya.

Beberapa seniman, tambah Kris Adjie, beranggapan Damar Kurung sudah ada saat abad 16, meskipun angka ini tidak pasti. Karena lukisan pada Damar Kurung dikatakan lebih condong ke gaya lukis era Sunan Prapen, yang masih menggunakan gaya lukis dua dimensi dari Serat atau Babad Sindujoyo.

“Apabila diamati, lukisan Damar Kurung lebih condong pada relief lukisan dinding piramida, Mesir. Terlebih pada alur cerita atau pembacaan gambar yang dilakukan secara berlanjutan. Di Indoensia, lebih mirip dengan motif kain batik dan kain tenun dari Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat,” paparnya.

Kris mengingatkan, Mbah Masmundari adalah orang yang dikenal sangat berjasa dan peduli terhadap Damar Kurung. Bahkan para sesepuh dari Kelurahan Lumpur menyebutnya dengan panggilan Mbah Ndari.

“Banyak pernyataan, bahwa Mbah Ndari adalah pencipta dari Damar Kurung. Karena apabila Damar Kurung sudah ada selama ratusan tahun, sudah pasti banyak perajin Damar Kurung ada pada kalangan sesepuh,” tambahnya.

Budayawan sekaligus seniman lukis ini menambahkan, tidak ada catatan kronik dari China ataupun catatan perjalanan tentang tradisi dari Belanda, Inggris maupun Jepang tentang Damar Kurung.

Damar Kurung juga merupakan tradisi warga muslim Gresik, untuk menyambut Lailatul Qodar di bulan suci Ramadhan dengan menggantungkan Damar Kurung di depan rumah.

“Damar Kurung berbeda dengan lampion yang selalu diidentikan lampion warga Tiongkok. Damar Kurung justru lebih memiliki kesamaan dengan lentera Jepang yang biasa disebut Andon. Saat ini kerajinan Damar Kurung telah berkembang dan menjadi suvenir khas Kota Gresik,” pungkasnya. (san)