GRESIK | lampumerah id – Advokat Moh. Nurul Ali, S.H.I., M.H., melayangkan permohonan klarifikasi kepada Kanit Idik II Satreskrim Polres Gresik, terkait sengketa tanah di Kelurahan Sidomukti Kecamatan Kebomas Gresik.
Melalui surat bernomor 22/SPm.K/IX/2025/MNA, Ali selaku kuasa hukum terpadu menegaskan, pengaduan masyarakat Nomor: LPM/488.Satreskrim/VI/2025/SPKT/POLRESGRESIK, tanggal 11 Juni 2025, dinilai tidak memenuhi unsur pidana.
Nurul Ali menegaskan kliennya, Kuswanto dan Masrofiah, memiliki dasar hukum kuat atas tanah yang disengketakan.
Di antaranya tanah tersebut dibeli sejak tahun 1960 dengan bukti Surat Keterangan Jual Beli, yang ditandatangani Kepala Desa Sidomukti lengkap dengan stempel basah, serta dibuktikan dengan pembayaran pajak tanah secara konsisten hingga kini.
Sebaliknya, klaim kepemilikan baru muncul pada tahun 2024 saat program PTSL berjalan, dengan dasar Letter C Desa tahun 2012 atas nama Abdul Majid. Berdasar itulah, ahli waris Abdul Majid, Lutfi Affandi, memasang patok dan tulisan ancaman hukum di atas lahan tersebut.
Menurut Ali, tindakan Lutfi justru dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, bahkan diduga mengarah pada praktik mafia tanah. Pasalnya, poin kesepakatan mediasi pada 16 Juni 2025 dengan tegas melarang publikasi data Letter C dan mengharuskan pencabutan laporan ke Polres Gresik. Faktanya, hingga kini laporan tersebut belum dicabut.
Nurul Ali menegaskan, penerapan Pasal 167 KUHP dalam perkara ini keliru. Karena pasal itu hanya berlaku jika tanah memiliki kepemilikan yang jelas. Dalam hal ini status tanah masih bersengketa, sehingga penyelesaiannya seharusnya melalui jalur perdata, bukan pidana.
Ia meminta penyidik Polres Gresik menghentikan proses pidana, sekaligus memberikan perlindungan hukum agar tidak terjadi intimidasi dan kriminalisasi terhadap kliennya.
“Solusi hukum yang tepat adalah, gugatan perdata di Pengadilan Negeri, bukan kriminalisasi dengan Pasal 167 KUHP,” jelasnya.
Nurul Ali menunjukkan satu bendel bukti pendukung, termasuk surat jual beli tanah tahun 1960, bukti pembayaran pajak, foto dan video pemasangan patok, serta notulen hasil mediasi.
“Kami berkomitmen membela hak masyarakat kecil yang sering menjadi korban mafia tanah. Kasus ini tidak boleh dipaksakan masuk ranah pidana, karena berpotensi mencederai keadilan,” ujar Moh. Nurul Ali.