Jakarta, Lampumerah.id – Hilangnya saham di PT Blue Bird Group mempunyai riwayat yang panjang, dan terjadi jauh sebelum peristiwa hilangnya saham di CV Lestiani.
Diawali pada tahun 1994 Purnomo dan Kresna (putra dari Alm. Chandra) telah menghilangkan saham Mintarsih di anak perusahaan PT Blue Bird Taxi yaitu PT Ziegler dengan cara dialihkan ke Purnomo dan putra dari Alm. Chandra, dengan cara membuat akta PT Ziegler tanpa menghadirkan Mintarsih.
Pada tahun 2000 terulang lagi peristiwa penghilangan saham warisan Mintarsih yang dihilangkan dengan menggunakan cara yang serupa, yaitu dengan sengaja tidak menghadirkan Mintarsih dalam pembuatan Akta pembagian harta.
Memasuki tahun 2000, terjadi peristiwa yang membuat trauma baik Mintarsih maupun Elliana (salah satu pemegang saham lainnya).
Kasus kekerasan yang dilakukan oleh Direktur PT Blue Bird Taxi Purnomo dengan bantuan istri, anak dan menantunya, telah menorehkan luka secara fisik maupun psikis kepada korbannya, yaitu Elliana dan ibundanya yang saat itu berusia 74 tahun.
Mintarsih yang menjadi salah satu saksi mata atas kejadian tersebut merasa terancam pula keselamatannya, setelah menyaksikan insiden itu terjadi di hadapannya.
Mintarsih pun pernah mengalami upaya penculikan di bulan Juli 2000.
Namun kasus itu baru terungkap beberapa tahun kemudian setelah Mintarsih mendapatkan bukti dokumen pembentukan tim yang isinya antara lain menilai Mintarsih dan Tino sebagai karyawan dan saksi penganiayaan pemegang saham, yang disebut sebagai orang yang berbahaya dan harus “diamankan”. Tino kemudian meninggal akibat ditabrak lari, namun Mintarsih berhasil lolos dari rencana penculikkan yang keji tersebut.
Teror selanjutnya terjadi di penghujung Desember 2000. Sekelompok Polisi berbekal surat penangkapan dan penggeledahan badan, pakaian, dan rumah untuk menangkap Mintarsih dan mengobrak abrik rumah kediaman Mintarsih atas dasar laporan perbuatan tidak menyenangkan yang Mintarsih duga, datangnya dari laporan Purnomo.
Akhirnya pada tahun 2001, Mintarsih mengajukan pengunduran diri dari kedudukannya sebagai wakil direktur di CV Lestiani, yang memiliki saham di PT Blue Bird Taxi hingga berdasarkan prosentase saham kepemilikan, berarti pula bahwa Mintarsih memiliki 15 % saham di PT Blue Bird Taxi dan 6,67 % saham warisan.
Kira-kira 12 tahun kemudian Blue Bird berencana menjual sahamnya ke masyarakat. Untuk keperluan tersebut PT Blue Bird Taxi yang sudah tidak sah dari tahun 1995 sampai 2013 terpaksa mendaftarkan perseroan di Kemkumham. Dari upaya ini baru terungkap bahwa saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi telah raib.
Cara yang dilakukan mirip dengan penghilangan harta Mintarsih sebelum-belumnya, yaitu membuat akta Perubahan CV Lestiani secara diam-diam dan rahasia tanpa menghadirkan Mintarsih. Rupanya cara ini ampuh.
Dalam hal ini Mintarsih menggugat sampai 2 kali, namun sayangnya putusannya tidak menang dan tidak juga kalah. Dengan membaiknya hukum belakangan ini, maka Mintarsih mencoba untuk memperkarakan permasalahan hilangnya saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi dan memilih Kamaruddin Simanjuntak, SH sebagai pengacaranya.
Kemudian perkara Blue Bird diulang setelah 20 tahun