Surabaya/Lampumerah.id- Kali ini sidang permohonan Praperadilan yang diajukan MSA atas penetapan statusnya  tersangka oleh Polda Jatim digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (14/12/2021). Kali ini  MSAT menghadirkan dua ahli saksi yakni Dr. Priajatmika Dosen hukum Brawijaya (Unibraw) Malang dan Dr. Bambang Suheryadi Dosen hukum Universitas Airlangga (Unair), Surabaya.
Dihadapan hakim tunggal Martin Ginting, keterangan dua ahli itu banyak menitik beratkan atas hasil visum yang tidak adanya bekas sperma sebagai bukti konkrit pelaku.
Dr. Priajatmika menyatakan, bahwa dua hasil visum serta keterangan saksi saksi atas penetapan status tersangka terhadap MSA secara sudah memenuhi dua alat bukti.
“Itu unsurnya sudah memenuhi sebagai dua alat bukti. Namun secara kuantitas, bukan secara kualitas, karena hasil visum itu tidak disertai bukti pendukung yang lebih menguatkan seperti sperma, yang dapat dengan pelaku,” ucapnya.
Priajatmika juga menjelaskan dugaan pemerkosaan atau pencabulan yang dilakukan oleh seseorang, meski sama sama perbuatan pelecehan seksual, merupakan dua hal yang berbeda.
“Pemerkosaan itu pasti disertai dengan kekerasan fisik pada korban, baik disekujur tubuh ataupun di alat kelaminnya sehingga ada bekas luka. Sementara pencabulan hanya dilakukan rabaan diluar saja, dan tidak sampai terjadi hubungan intim,” tambahnya.
“Jadi pada kasus pemerkosaan, mutlak harus disertakan saksi otentik seperti sperma. Sehingga dapat diketahui pelakunya, kalau hanya visum itu kurang otentik,” ungkapnya lebih lanjut.
Disinggung terkait pasal 294 ayat (2) ke- KUHP, tentang perbuatan cabul  terhadap anak tiri, anak didik dan anak yang berada dalam.lindungannya, oleh kuasa termohon, saksi menyatakan hal itu harus dibuktikan dengan surat atau identitas.
“Pembuktian itu harus disertai dengan identitas seperti kartu pelajar, dan dapat dijerat pidana selama 7 tahun penjara,” ucapnya.
Sementara saat dimintai keterangannya atas peraturan bersama antara Kapolri, Jaksa Agung, Mahkamah agung dan Kemenkumham tentang dikeluarkannya SP3 hingga tiga kali oleh Jaksa, saksi menegaskan tidak ada jangka waktu tetap dan hanya dapat diberikan sanksi administrasi.
Sementara Dr. Bambang Suheryadi yang diminta keterangan kedua, juga menegaskan bahwa dilakukannya visum terhadap korban pemerkosaan, harus didukung dengan bukti otentik sperma.
“Karena selain adanya luka pada selaputt darah, juga harus dilakukan dengan bukti yang menguatkan sperma, sehingga itu menjadi bukti otentik yang dapat mengetahui pelakunya,” ujarnya.nt