Batam | Lampumerah.id – Polemik pengelolaan Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center belum juga nampak akan mereda. Meskipun hanya tersisa waktu dua hari dan detik demi detik waktu berjalan jelang masa akhir konsesi (KSO) pada 1 Agustus 2024, malah kian menegangkan.
Antisipasi pelabuhan akan menjadi illegal jika pengelola Baru tidak memiliki sertifikasi IMO (Internasional Maritim Organisasional) terkait izin keselamatan sandar Pelabuhan, mengingat hingga jelang berakhirnya KSO belum juga ada masa transisi peralihan.
Executive Direktor Sinergi Tharada Suryo Prabowo mennyatakan pihaknya berharap pelayanan untuk pengguna pelabuhan tetap berlangsung nyaman dan tetap aman. ‘’Oleh karena itu langkah hukum terpaksa kami sudah lakukan,” kata Suryo kepada wartawan di ruang kerjannya, Lantai tiga Gedung Pelabuhan Ferry terminal Batam center, Selasa (30/7/24).
Dirinya mempertanyakan siapapun pemenang lelang KSO apakah memiliki izin keselamatan Pelabuhan? Apakah punya ijin untuk sandar kapal atau Internasional Maritim Organication(IMO)?
“Kalau tidak memiliki izin IMO, operasional keselamatan menjadi Ilegal. Dan terkait operasional keselamatan IMO itu, pihak BP Batam tidak pernah berkomunikasi dengan kami. Di situlah permasalahannya,’’ tegas Suryo.
Atas dasar itu PT Sinergi Tharada bertahan demi memberikan layanan Kepda publik walaupun masa konsesi diakhiri paksa, karena yang memiliki izin IMO hanya PT Sinergi Tharada dan bukan BP Batam.
Oleh karena itu BP Batam wajib menghormati proses hukum dan agar tidak mengambil alih paksa?
Saat ini Sinergy Tharada telah melayangkandua gugatan perdata atas konsesi sepihak oleh BP Batam ke Pengadilan Negeri Batam dan PTUN Jakarta.
Sementara itu Desmihardi, SH, kuasa hukum PT Sinergi Tharada menjelaskan bahwa gugatan perdata diajukan karena BP Batam tidak memperpanjang perjanjian konsesi KSO Pelabuhan Feri Internasional Batam Center.
“Gugatan perdata kami sudah terdaftar di PN Batam dengan nomor perkara 287/PDTG/2024/PN Batam. Selain di PN Batam, kami juga mengajukan gugatan atas tindakan atau perbuatan komisen yang dilakukan oleh BP Batam karena tidak melakukan perpanjangan dan mengakhiri di pengadilan Tata Usaha Jakarta,” kata Desmi
BP Batam dinilai melawan hukum karena berdasarkan perjanjian bunyi pasal 6, BP Batam seharusnya memperpanjang kontrak.
“Masa transisi yang disepakati adalah 22 tahun dan saat ini PT Sinergi Tharada baru mengelola pelabuhan Batam Center 19 tahun akibat pandemi Covid -19. “Faktanya BP Batam malah menolak perpanjangan perjanjian Akta No. 25,” katanya.