Jakarta | Lampumerah.id – Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta kepada pengelola krematorium agar mengambil keuntungan sewajarnya selama pandemi Covid-19.
Hal itu dikatakan Ariza untuk menanggapi adanya dugaan kartel kremasi yang mematok tarif Rp 65 juta untuk mengkremasi satu jenazah suspek Covid-19.
“Kami sampaikan kepada seluruh pihak swasta yayasan atau kelompok masyarakat yang memiliki usaha kremasi, mohon di masa sulit seperti jangan mencoba mencari keuntungan yang berlebihan dengan matok tarif harga yang di luar kewajaran,” ujar Ariza di Balai Kota DKI, Senin (19/7/2021) malam.
Menurut Ariza, di masa pandemi Covid-19 ini harusnya pihak krematorium ikut membantu pemerintah dalam meringankan beban masyarakat.
Terlebih keberadaan virus Covid-19 merupakan musibah besar yang terpaksa dihadapi masyarakat saat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.
“Kami minta buat tarif atau harga yang wajar dan terjangkau. Justru kami harapkan bisa membantu sesama kita yang sedang sulit. Bukan sebaliknya mengambil keuntungan dengan mematok harga setinggi-tingginya,” imbuhnya.
Hingga kini, kata dia, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta sedang mempelajari kemungkinan adanya fasilitas kremasi di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat. Pasalnya sampai sekarang, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki tempat kremasi sendiri sehingga mengandalkan pihak swasta.
“Pemprov tidak punya tempat kremasi, jadi sedang dipelajari supaya kami bisa mengendalikan dengn baik, dan memberikan harga yang terjangkau bagi masyarakat ke depannya,” katanya.
Seperti diketahui, sebuah pesan berantai tentang ‘kartel kremasi’ viral di pesan berantai masyarakat.
Warga yang mengatasnamakan bernama Martin asal Jakarta Barat, mengaku diperas Rp 65 juta oleh sindikat kartel kremasi untuk mengkremasi ibunya yang meninggal dunia di rumah sakit, Senin (12/7/2021).
Berdasarkan pesan yang diperoleh, Martin berujar, petugas Dinas Pertamanan dan Hutan (Distamhut) Kota DKI Jakarta sempat membantu mencarikan krematoriumnya.
Kemudian Martin menghampiri orang yang mengaku dari Distamhut itu dan mereka menyampaikan bahwa paket kremasi dihargai Rp 48,8 juta.
“Nanti jenazah bisa segera dikremasi di Karawang, dan harus cepat karena RS lain juga ada yang mau ambil slot ini,” kata Martin.
Mendengar kabar itu, Martin terkejut karena enam pekan lalu kakaknya yang meninggal dunia dan dikremasi, paket tersebut tidak sampai Rp 10 juta.
Lalu dua pekan kemudian besan kakaknya meninggal bersama anak perempuannya akibat Covid-19, paketnya Rp 24 juta per orang.
“Bagaimana harga bisa meroket begini tinggi dalam waktu singkat?,” tanya Martin.
Dia lalu berupaya menghubungi hotline berbagai krematorium di Jabodetabek. Kebanyakan tidak diangkat sementara yang mengangkat teleponnya mengaku sudah penuh.
“Kami menghubungi orang yang dulu mengurus kremasi kakak dan dapat keterangan bahwa memang segitu sekarang biayanya. Kemudian dia juga tawarkan Rp 45 juta, jenazah juga bisa segera dikremasi tapi besok (Selasa, 13/7/201) di Cirebon,” ucapnya.
“Dari teman kami juga mendapat beberapa kontak yang biasa mengurus kremasi. Ternyata slot bisa dicarikan tapi ada harganya, bervariasi dari Rp 45 juta sampai Rp 55 juta,” tambahnya.
Lantaran didesak RS agar jenazah bisa segera dipindahkan, akhirnya pihak keluarga putuskan memilih yang di Karawang.
Sayangnya petugas itu berdalih slot yang ada di sana telah diisi oleh orang lain.
Kemudian oknum petugas itu berjanji akan mencarikan slot baru di tempat lain.
Tidak lama kemudian orang yang dimaksud kembali menelepon dan mengkabarkan dapat slot untuk lima hari mendatang di krematorium pinggir kota dengan tarif Rp 65 juta.
“Segera kami mengerti bahwa kartel telah menguasai jasa mengkremasi sanak family korban Covid-19 dengan tarif Rp 45 sampai Rp 65 juta,” ucapnya.