MOJOKERTO | lampumerah id – Ronny Widharta, bos PT Pembangunan Sinar Abadi (SPA) Mojokerto, minta dibebaskan dari segala dakwaan karena selama persidangan jaksa tidak bisa membuktikan tuduhannya kalau dirinya mengemplang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp 2,5 miliar.
“Bahwa berdasarkan alat bukti dapat kami simpulkan terhadap dakwaan 1, terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan pidana sebagaimana didakwakan pada Pasal 39 Ayat 1 UU Nomor 28/2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6/1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,” ungkap tim kuasa hukum R Fauzi Zuhri saat membacakan pledoi di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Mojokerto, Rabu (29/3) siang.
Oleh sebab itu, ujar Fauzi, pihaknya meminta majelis hakim untuk memberikan keputusan yang obyektif berdasarkan pada bukti-bukti yang sah, guna tercapainya keadilan dan kebenaran.
Sebab menurut Fauzi, selama persidangan tidak ditemukannya salah satu unsur yang didakwakan dan terbukti sesuai tuntutan jaksa. Sehingga terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan dakwaan.
“Kepada majelis hakim yang terhormat, berkenan untuk satu, menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sesuai yang dituntutkan Jaksa Penuntut Umum. Dua, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi perbuatannya bukan merupakan suatu tindak pidana, putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag,” katanya.
Tiga, menyatakan barang bukti yang disita dalam perkara tersebut dikembalikan sesuai dengan ketentuan Pasal 46 Ayat 1 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Empat memberikan hak kepada terdakwa sebagaimana yang diatur dan lima membebankan biaya perkara pada pengadilan.
JPU Geo Dwi Novrian menyampaikan pihaknya meminta waktu hingga Jumat
(31/3), untuk menyampaikan Replik (jawaban penggugat baik tertulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya).
“Kami minta waktu untuk menyampaikan Replik pada hari Jumat mendatang,” ujar jaksa saat diberi kesempatan ketua majelis hakim mengenai jadwal penyampaian replik.
Ditemui usai persidangan, R Fauzi Zuhri pihaknya konsen terhadap tuduhan jaksa adanya surat pemberitahuan pajak tahun 2016.
“Mana buktinya, tolong ditunjukkan di persidangan karena selama ini PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) tidak bisa menunjukkan pajak di tahun 2016 seperti apa? Bahkan SKP (Surat Ketetapan Pajak) sama STP (Surat Tagihan Pajak) tidak pernah diterbitkan, kalau dikatakan kerugian negara, kerugian yang mana?,” ujarnya.
Fauzi Zuhri juga menyoroti jika SKP dan STP bisa ditunjukkan JPU, terdakwa dinyatakan pailit di tahun 2019, namun dalam fakta persidangan terdakwa dan semua saksi baru dipanggil tahun 2020.
Fauzi menilai, jika kerugian di tahun 2013 tersebut tetapi baru muncul pada 2020, saat terjadi pailit.
“Kalau tahu kenapa tidak diajukan saja pas waktu itu? Kenapa kok harus dipaksakan naik tingkat jadi tersangka tahun 2021 terus tiba-tiba tahun 2022 di tangkap sampai persidangan di tahun 2023. Jika dosa pajak muncul di tahun 2018, pasti tidak kaget di tahun 2013 ada sidang, tapi ini disidang tahun 2013. Artinya 10 tahun lalu, kenapa kok baru dimunculkan di tahun 2023. Ada apa dengan PPNS pajak?,” tegasnya.
Fauzi Zuhri menyoroti, persidangan tersebut niatnya untuk memenjarakan kliennya, atau menutupi kerugian negara. Jika melunasi hutang negara, tim kuasa hukum terdakwa meminta agar sama-sama menyampaikan kepada kurator kalau aset terdakwa lebih dari Rp 300 milyar, sementara utang pokok Rp128 milyar.
“Artinya sisanya masih banyak, masih ada. Kalau mau menetapkan pajaknya, masih ada silakan. Mau didenda lima kali lipat pun klien kami ikhlas. Ada itikad baik, Pak Ronny tidak kabur. Ini menjadi sorotan kami, kenapa Pak Ronny dipaksa untuk masuk penjara,” kata Fauzi. (san)