Bekasi | Penanganan kasus penjualan tanah milik PT RSA di Kabupaten Cilacap memasuki tahap pemeriksaan saksi oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati) Jawa Tengah”, Senin (1/12/2025).
Dua pihak hadir memenuhi panggilan adalah GY dan mantan Pangdam Diponegoro, WP. GY hadir di Kejati sejak pukul 09.30 WIB dan menjalani pemeriksaan hingga pukul 18.30 WIB.
Saat dikonfirmasi dikediaman rumah GY di Cikarang Barat, mengatakan bahwa pemanggilannya terkait kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Kota Semarang mengenai penerimaan dana, mekanisme transaksi, serta aktivitas yayasan yang ia kelola
”Saya dipanggil untuk menjelaskan kesaksian terkait penerimaan dana, mekanisme pilpres, dan yayasan saya bergerak di bidang apa. Semua data yang saya sampaikan, termasuk yang di TikTok, tadi sudah dikonfirmasi dan dibenarkan,” kata GY.
GY juga menjelaskan, dirinya dimintai keterangan mengenai sejumlah cek dan kuitansi terkait penjualan tanah. Menurutnya, terdapat empat cek dengan total Rp 24 miliar, masing-masing Rp 5 miliar tiga kali dan Rp 9 miliar satu kali.
Ia mengklaim Rp 19 miliar digunakan untuk menebus sertifikat agar tidak jatuh tempo, sementara Rp 5 miliar masuk ke Yayasan Diponegoro sebagai dana abadi. Namun, ketika kepemimpinan berganti dari WP dana Rp 5 miliar tersebut disebut digunakan untuk renovasi yayasan sebesar Rp 4 miliar, sedangkan Rp 1 miliar sisanya tidak jelas penggunaannya.
“Semuanya harus dibuka. Kita perlu tahu benar tidak yayasan itu direnovasi, karena itu uang Rp 5 miliar, jangan sampai ada freming itu penjualan tanah Kodam, harusnya dijelaskan itu tanah milik PT RSA,” ujarnya.
GY juga menyinggung soal tudingan pencucian uang yang diarahkan padanya. Ia mempertanyakan mengapa fokus media seolah hanya tertuju pada dirinya, padahal menurutnya ada aliran dana lain.
“Dari total Rp237 miliar, 20 miliar sudah saya akui. Sisanya masih banyak. Wamentan Rp 50 miliar, Wakajati Rp2,5 miliar, Kodam menerima Rp 48 miliar. Seharusnya semua mengakui,” kata GY di Cikarang Barat.
Dirinya menyayangkan dipersidangan tersebut, mantan wakil Menteri Pertanian dan kehutanan (Wamentan) tidak hadir di persidangan tersebut.
“Kenapa tuh Wamentan tidak mau datang, apakah tidak diundang, kalau tidak diundang lah ko ada pengembalian supir yang mengembalikan, nah kalau diundang lah ko supir nya disuruh datang ko bukan yang bersangkutan,”kata GY
Sebelum nya diketahui bahwa tanah tersebut merupakan milik PT RSA yang dijual ke Pemerintah Kabupaten Cilacap, hingga saat ini kasus masuk ranah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah.
Dalam kasus tersebut melibatkan dua tokoh yakni Letnan Jenderal TNI W- P sosok militer berbintang tiga yang pernah memegang komando tertinggi di wilayah Jawa Tengah, dan GS merupakan salah satu tokoh agama pengasuh Yayasan Silmikafa.
Selama delapan jam lebih keduanya di periksa diruang Pidana Khusus (Pidsus). Penyidik mencecar W-P dan G-S. dengan pertanyaan seputar dugaan megakorupsi di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Cilacap.
Usai pemeriksaan, Letjen W-P menghadapi para pewarta dengan tenang. Tidak ada nada panik, namun penjelasannya membuka kotak pandora terkait penjualan aset tanah di Cilacap. Ia menyebutnya sebagai urusan korporasi murni.
”Ini urusan bisnis antara PT dengan PT, sehingga sebaiknya diselesaikan secara internal oleh pihak-pihak terkait,”ujarnya W-P kepada wartawan
WP mengakui kehadirannya sebagai saksi berkaitan dengan dana yang dikelola oleh yayasan milik G Y. Dana tersebut, menurutnya, berstatus sebagai hibah dari hasil penjualan tanah.
*Jejak Uang: Ke Mana Larinya Rp 237 Miliar ?*
Bagian paling krusial dari pengakuan pasca-pemeriksaan ini adalah rincian aliran dana. Widi mengaku baru mengetahui “belakangan” mengenai besarnya total uang yang berputar.
Dari total nilai transaksi penjualan tanah yang mencapai angka fantastis Rp 237 miliar, aliran dananya terpecah ke dua arah strategis:
Sebanyak Rp 48 miliar diduga mengalir ke institusi Kodam IV/Diponegoro dan
Sebanyak Rp 18,5 miliar, masuk ke kantong GY
Itulah yang ditanyakan oleh pemeriksa, dan saya sampaikan apa adanya sesuai pengetahuan saya,”_ tegas Widi, mengisyaratkan bahwa transparansi adalah strategi pertahanannya hari itu.
*Sang Mantan Pangdam dan Pesan Damai*
Konteks kehadiran Letjen W di pusaran kasus ini tidak bisa dilepaskan dari rekam jejaknya. Ia pernah menjabat sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Diponegoro selama satu tahun sembilan bulan. Ia mengenal teritori ini, ia mengenal para pemainnya.
Menyadari potensi ledakan isu ini di ranah publik mengingat melibatkan institusi militer dan tokoh agama Widi menutup keterangannya dengan sebuah imbauan persuasif. Ia meminta masyarakat untuk tidak “tergoreng” isu liar.
“Jangan mudah terprovokasi atau diadu-domba, apalagi sampai menimbulkan konflik di media sosial. Permasalahan ini adalah urusan internal,”pungkasnya,
Ia mencoba meredam spekulasi yang mungkin timbul dari durasi pemeriksaan yang nyaris memakan waktu seharian penuh itu.


