Jakarta | Lampumerah.id – Eko Saputro, seorang sopir bus, menceritakan kronologi saat diperas dua oknum petugas Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta saat mengantar warga yang hendak mengikuti vaksinasi Covid-19.
Eko merupakan sopir bus yang mengangkut rombongan warga yang hendak vaksinasi itu.
Dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin (13/9/2021), Eko bercerita bahwa pada Selasa pagi pekan lalu, dia mengantar warga Kampung Penas di Jakarta Timur ke Sentra Vaksin di Sheraton Media Hotel di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
“Saat itu kami jalan menuju Hotel Sheraton dari Penas, tiba-tiba di depan ITC Cempaka Mas (Jakarta Pusat) distop oleh petugas dishub, ada dua orang,” kata Eko.
Dia kemudian menjelaskan kepada dua petugas itu bahwa tujuannya adalah mengantar warga untuk mengikuti vaksinasi.
Setelah memberikan daftar penumpang yang akan vaksinasi, Eko diminta menyerahkan surat-surat kendaraannya.
“Ibu panitia menyerahkan dokumen vaksin, setelah itu lanjut ke surat kelengkapan mobil, dia bilang surat ini meragukan. Saya bilang saya enggak tahu, Pak, saya hanya mengemudi,” kata Eko.
“Dia bilang pokoknya ini dari mana, memalsukan dokumen negara? Dia mengambil surat-surat saya dan dia mengancam mobil ini harus dikandangin,” lanjutnya.
Eko lalu meminta agar dirinya bisa terus mengantar warga ke tempat vaksinasi. Permintaan itu disetujui.
Dua petugas Dishub tersebut mengikuti bus itu. Dalam perjalanan, Eko menghubungi pimpinan perusahannya.
Dia mendapat arahan untuk berdiskusi dengan petugas agar bisa menyelesaikan masalah tersebut.
Sesampainya di hotel, Eko lalu menghadap petugas dishub berinisial SG dan S itu.
Dia meminta agar busnya tidak ditahan dan bisa kembali mengantar warga ke rumah mereka.
“Lalu saya menghadap, izin dan minta tolong bagaimana baiknya agar mobil ini tidak ditahan. Saya dimasukkan ke dalam mobil dishub, akhirnya saya dibawa ke pinggir jalan raya” ucap Eko.
Setelah itu, kata Eko, S meminta uang Rp 500.000. Kalau uang diberikan, bus tidak akan ditahan.
“Awalnya saya dibentak dulu sama Pak SG, ‘Lu mau dibantu enggak kok jadi lu yang ngatur’, Dari situ mulailah, bicara dari angka transaksi, Pak S bilang komandan minta uang 500.000. Pak S itu dapat izin dari komandannya SG supaya mobil enggak ditarik saya disuruh bayar segitu,” ungkapnya.
Eko merasa keberatan. Dia hanya bersedia memberikan Rp 300.000, tetapi petugas itu menolak.
“Saya bilang ‘saya enggak ada, Pak. Saya minta tolong kebijaksanaan, Bapak. Saya kasih Rp 300.000, enggak bisa katanya. Karena saya panik ya udahlah, Pak, daripada mobil ini ditarik nanti warga gimana, saya kasih uang Rp 500.000, terus mereka pergi saya bilang jangan galak-galak saya lagi bawa orang susah,” ujar Eko.