Bekasi | Lampumerah.id – Seorang warga Desa Sumberjaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Tinah Sumarni, melalui kuasa hukumnya melaporkan dugaan intimidasi serta penyitaan barang-barang pribadi yang dilakukan oleh perangkat desa bersama seorang anggota kepolisian. Laporan tersebut disampaikan ke Mabes Polri Divisi Propam pada Selasa (26/8/2025).
Kuasa hukum Tinah dari CLOF & Partners, Cantika Maharani, S.H., menjelaskan permasalahan berawal setelah suami Tinah, Tabrani, yang menjabat Bendahara Desa Sumberjaya sejak Desember 2024, meninggal dunia pada 30 Juli 2025.
Sebelum meninggal, almarhum Tabrani memegang token digital Bank BJB pertanggal 7 Juli 2025 untuk mengelola dana desa.
Namun setelah pergantian PJ Kepala Desa kepada berinisial I R , saldo kas disebut hanya tersisa Rp 2 juta. Hal ini kemudian menimbulkan dugaan adanya penyelewengan dana desa yang diarahkan kepada almarhum Tabrani.
Menurut kuasa hukum, beberapa hari setelah wafatnya Tabrani, pihak desa sempat mendatangi rumah Tinah untuk menanyakan dokumen dan token keuangan desa. Karena tidak mengetahui keberadaannya, Tinah diminta menandatangani laporan kehilangan.
Beberapa waktu kemudian, Tinah bertemu dengan seorang anggota kepolisian berinisial S N yang bertugas di Polres Metro Bekasi, bersama seorang pria yang mengaku dari Inspektorat. Dalam pertemuan itu, Tinah mengaku mendapat banyak pertanyaan, merasa tertekan, bahkan diminta menyerahkan barang-barang pribadi.
Pada 19 Agustus 2025, sejumlah perangkat desa bersama warga kembali mendatangi rumah Tinah dan membawa beberapa barang, di antaranya ponsel, kartu ATM, uang tunai, perhiasan, hingga logam mulia. Kuasa hukum menilai langkah tersebut tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Cantika Maharani menegaskan, seharusnya dugaan penyelewengan dana desa ditangani melalui mekanisme resmi oleh aparat penegak hukum, bukan dengan penyitaan langsung tanpa putusan pengadilan.
“Klien kami berharap mendapat perlindungan hukum dan keadilan, serta agar barang-barangnya yang diambil dapat dikembalikan,” ujarnya. Dalam Konferensi Pers pada Sabtu (30/8/2025) di The Raffa Cafe And Coffee – Grand Wisata.
Selain ke Mabes Polri, laporan juga ditembuskan ke Komisi III DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, Kapolda Metro Jaya, Gubernur Jawa Barat, dan Bupati Bekasi.
Diketahui Tabrani, yang baru menjabat sebagai bendahara desa sejak Desember 2024, sempat mengelola keuangan desa melalui sistem digital (Siskeudes) hingga wafat pada 30 Juli 2025. Saat itu, menurut keluarga, kas desa masih tersisa sekitar Rp 2 miliar.
Namun, beberapa hari setelah pergantian Pj Kepala Desa, muncul tudingan adanya penyalahgunaan dana oleh almarhum. Tinah, sebagai istri, kemudian diminta menunjukkan dokumen dan token digital milik desa, meski ia mengaku tidak mengetahui keberadaannya.
Situasi semakin sulit ketika Tinah dipanggil ke rumah salah satu oknum aparat berinisial S.N., bersama beberapa pihak lain. Dalam pertemuan itu, ia mengaku mendapat interogasi, tekanan, bahkan harus menyerahkan ponsel serta barang-barang berharga milik keluarga.
“Tinah hanya seorang ibu rumah tangga, tapi diperlakukan seolah-olah ikut mengatur keuangan desa,” jelas kuasa hukumnya.
Berdasarkan keterangan, sejumlah barang pribadi seperti ponsel, kartu ATM, uang tunai, perhiasan, hingga logam mulia ikut diambil dan kini disebut-sebut masih berada di kantor desa.
Tak hanya barang, Tinah juga mengaku kerap dipanggil hingga larut malam, bahkan mendapat ancaman verbal. Kondisi ini membuatnya harus mengungsi sementara ke rumah orang tua di Cibitung demi menenangkan diri bersama ketiga anaknya.
“Yang paling berat adalah tekanan psikologis. Beliau baru saja kehilangan suami, tapi malah dihantam masalah seperti ini,” tambah kuasa hukum.
Kuasa hukum berharap, kasus ini dapat ditangani secara adil dan profesional oleh aparat penegak hukum. Mereka menilai, tidak seharusnya penyelesaian dugaan penyimpangan dana desa dilakukan dengan cara-cara intimidatif dan di luar prosedur resmi.
“Kami ingin peristiwa ini menjadi perhatian semua pihak. Jangan sampai keluarga korban yang berduka justru semakin tertekan. Proses hukum harus berjalan sesuai aturan, tanpa mengabaikan rasa kemanusiaan,” tegas tim pengacara.
Menariknya, setelah tim kuasa hukum mengkonfirmasi langsung ke Inspektorat Kabupaten Bekasi, pihak inspektorat mengaku belum pernah menerima laporan resmi dari Pemerintah Desa Sumberjaya terkait dugaan penyimpangan dana maupun penyitaan aset. Fakta ini semakin memperkuat dugaan adanya kejanggalan dalam proses yang berjalan di lapangan.